Mungkin di kalangan masyarakat tidak semua yang tahu dengan istilah BMT. Istilah BMT ini tidak begitu familiar di telinga mereka mungkin juga karena menggunakan bahasa Arab. Diawali dengan definisi, BMT adalah singkatan dari Baitul Mal wa Tamwil, yang terambil dari kata “Bayt”yang artinya Rumah, sedangkan “Mal”artinya Harta. Secara etimologi “Baytul mal”berarti “Khazinatul Mal”yaitu tempat pengumpulan harta. Adapun yang dimaksud dengan “At-Tamwil”adalah kegiatan mengeluarkan harta yang terkumpul di Baitul Mal dan disalurkan kepada masyarakat, baik penyalurannya dengan akad yang mengandung profit atau dengan akad non profit. Secara terminologi, BMT satu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran Negara.
Baitul maal wattamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Mal dan Baitul Tamwil. Baitul Mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dana yang nonprofit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah. Adapun Baitul Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan islam. Lembaga ini didirikan dengan maksud memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank islam atau BPR islam.
Jika BMT ditelusuri dari aspek historis, pada zaman Rasulullah SAW BMT merupakan pembendaharaan negara, dimana BMT menjadi lumbung keuangan negara dan semua kepentingan negara diambil dari BMT ini. BMT juga berkembang dari hanya sebuah pembendaharaan negara mentransformasi menjadi sebuah Departemen Keuangan pada zaman Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah. Disini terlihat perbandingan pada zaman kejayaan Islam dan sekarang, dahulu BMT menjadi lembaga yang mempunya fungsi besar sedangkan sekarang menjadi lebih kecil yang mana BMT hanya berfungsi sebagai Lembaga Keuangan Mikrosyariah.
Sedangkan sejarah Baitul Mal pada zaman Khalifah Abu bakar juga mempunyai fungsi yang sama seperti pada zaman Rasulullah SAW. Gaji untuk kepala negara diambil dari Baitul Mal ini. Dikisahkan ketika Abu Bakar hendak pergi ke pasar ia bertemu dengan Umar Bin Khattab dan Umar bertanya “Anda mau kemana hai khalifah?” ia menjawab, “ke pasar”. Lalu Umar membalas bagaimana mungkin Anda melakukannya padahal Anda telah menjabat sebagai pemimpin kaum muslimin?, Abu Bakarpun menjawab , lalu bagaimana aku menafkahi keluargaku?, Umar berkata pergilah kepada Abu Ubaidah pengelola Baitu Mal agar ia menetapkan sesuatu untukmu. Setelah bertemu dengan Abu Ubaidah akhirnya sang Khalifah mendapat santunan yang cukup secara sederhana yakni 4000 dirham.
Begitupun pada masa Khalifah Umar bin Khattab, selama memerintah ia telah memelihara Baitul Mal secara hati-hati, sesuai dengan aturan syariat. Setelah penaklukan pada masa khalifah Umar semakin banyaklah harta yang mengalir ke kota Madinah, maka iapun membangun sebuah rumah khusus untuk menyimpan harta, membentuk kantor, mengangkat para penulisnya dan menetapkan gaji-gaji dari Baitul Mal.
Dari tinjauan historis di atas, terlihat sekali bagaiman negara Islam memfungsikan Baitul Mal sebagai sumber harta yang berfungsi mensejahterakan ummat. Bahkan lebih dari itu, Baitul Mal bukan hanya menyalurkan harta kepada fakir miskin, akan tetapi gaji khalifah dan pejabatpun diambil dari Baitul Mal. Berbeda dengan hari ini, Baitul Mal menjadi lebih kecil fungsinya menjadi bagian kecil dari kegiatan ekonomi sebagai lembaga keuangan mikrosyariah. Jangankan berfungsi untuk menggaji pemimpinnya, untuk menyalurkan hartanya kepada fakir miskin secara meratapun belum tercapai.
Untuk menemukan perbedaan yang jelas antara Baitul Mal hari ini dengan Baitul Mal pada zaman Rasulullah, kita perlu tahu semua komponen-komponen yang ada pada Baitul Mal sekarang atau juga dikenal dengan BMT. BMT mempunyai beberapa produk syariah di dalamnya. Adapaun produk itu dibagi menjadi dua, (1) Produk yang prinsipnya bagi hasil (Mudharabah, Musyarakah, Muzaraah, Musaqah)dan (2) Produk yang prinsipnya margin (Murabahah, Bai Salam, Bai Istisna). Sedangkan produk lainnya adalah produk yang prinsipnya non profit seperti zakat, hibah, dan Shadaqah.
Yang dimaksud dengan produk prinsip bagi hasil adalah produk yang akad-akad di dalamnya sesuai dengan nilai-nilai islam, yang mana jika dalam kegiatan kerja sama harus menanggung kerugian bersama dan begitu juga sebaliknya. produk ini keuntungannya tidak bisa ditentukan di awal karena profit atau loss hanya bisa ditentukan setelah kegiatannya berakhir. Produk ini termasuk akad yang banyak mengandung resiko dibandingkan produk yang lain. Sedangkan produk yang prinsipnya margin adalah akad-akad yang di dalamnya ditentukan keuntungannya di awal. Produk ini hampir sama dengan akad jual beli biasanya. Adapun produk yang non profit adalah produk yang tujuannya tidak untuk mendapatkan keuntungan, seperti zakat, hibah dan lain-lain. Pada tiga prinsip inilah yang membedakan antara produk di Lembaga Keuangan Islam dengan Lembaga Keuangan Konvensional.
Dari pembahasan tentang BMT di atas, ditemukan perbedaan yang sangat jelas antara Baitul Mal yang dikenal pada zaman Rasulullah dan kekhalifahan dahulu dengan Baitul Mal yang dikenal akhir-akhir ini. Baitul Mal pada zaman Rasulullah mempunyai dua fungsi, yaitu memobilisasi dana yang ada melalui zakat dan infak para sahabat kemudian menyalurkannya dengan prinsif non profit saja. Adapun praktik-paraktik akad-akad lainnya seperti mudharabah, murabahah, musyarakah hanya sering dilakukan oleh antara individu masyarakat ketika itu. Sedangkan fungsi Baitul Mal yang juga dikenal dengan BMT saat ini, mempunyai fungsi memobilisasi dana kemudian menyalurkannya (At-Tamwil) dengan prinsip profit dan non profit. Disini terlihat bahwa BMT yang ada saat ini berfungsi untuk membantu masyarakat dalam menjalani kegiatan ekonomi, yang mana kerja sama kegiatan ekonomi yang mengaplikasikan akad-akad bagi hasil tidak hanya dilakukan antara individu saja akan tetapi sudah berkembang menjadi kerja sama antara individu dengan sebuah lembaga (BMT). Melihat dari fungsinya, BMT saat ini tidak jauh berbeda dengan koperasi. Hanya saja, yang membedakan BMT dan koperasi terletak pada beberapa produk di dalamnya selain dari perbedaan segi penamaannya.
Kemudian, apakah BMT saat ini bisa berfungsi seperti Baitul Mal pada zaman Rasulullah dan kekhalifahan dulu? Jawabannya sudah tentu bisa jika BMT saat ini mampu memobilisasi dana masyarakat secara merata sehingga efek positif dari keberadaan BMT terlihat dalam mensejahterakan masyaraka, karena motif dari munculnya BMT adalah untuk menyeret masyarakat-masyarakat menengah kebawah ke dalam kegiatan ekonomi yang berbasis syariah. Meskipun ini sulit dicapai, bukan berarti BMT tidak mampu berkontribusi sebesar Baitul Mal pada zaman dahulu. Produk-produk yang ada di BMT harus disosialisasikan secara massif, sehingga cita-cita untuk mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan ekonomi yang bebasis syariah terlaksana dengan baik.
Untuk menjadikan BMT sebagai solusi dalam mensejahterakan ummat juga dibutuhkan peran Ulama dan Dai untuk mendakwahkan pentingnya masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan ekonomi berbasis Syariah, karena selain dari mendorong masyarakat masuk dalam kegiatan ekonomi di sektor riil, masyarakat juga bisa menghindari kegiatan riba yang sudah dianggap biasa oleh masyarakat. Dengan adanya peran Ulama dan Dai, bukan hanya satu Lembaga Keuangan Syariah saja yang berkembang pesat, akan tetapi semua lembaga keuangan islam yang lain pun baik makro maupun makro ikut berkembang dengan pesat, sehingga maqashid Syariah dalam penerapan ekonomi islam tercapai.