Karya: Gutamining Saida
Semua bermula dari sebuah mimpi sederhana. Saya berkeinginan memiliki sebuah buku. Nama saya tertera di sampulnya. Keinginan ini terus tumbuh dalam hati, seolah memanggil saya untuk menulis. Namun, seperti halnya mimpi-mimpi besar lainnya, jalan menuju capaian itu tidaklah mudah.
Perjalanan dimulai ketika saya mengikuti sebuah pelatihan menulis di Blora. Tujuan utama pelatihan tersebut adalah mengajari para pesertanya menulis dari awal hingga akhirnya bisa menerbitkan buku. Saya berpikir, ini adalah kesempatan emas.Â
Saya sadar bahwa saya memulai dari titik nol. Saya tidak terbiasa menulis di laptop, bahkan untuk mengatur huruf saja saya sering kebingungan. Semua terasa baru, dan setiap langkah seperti melewati jalan penuh kerikil tajam.
Hari-hari pertama pelatihan dipenuhi dengan belajar dasar-dasar menulis. Saya harus memahami cara membuat kalimat yang baik, merangkai paragraf demi paragraf, serta menjaga alur cerita. Saya belajar bagaimana memilih kata-kata yang tepat.Â
Saya berupaya menjaga agar tulisan saya tetap menarik. Namun, ini bukan perkara mudah. Beberapa kali saya hampir menyerah ketika melihat tulisan saya berantakan. Saya sering merasa tak mampu mencapai standar yang diharapkan oleh penyelenggara.
Tak hanya soal teknis, ada banyak kendala yang harus saya hadapi. Mulai dari keterbatasan waktu, tekanan untuk memenuhi target. Hingga komunikasi yang tidak lancar dengan penyelenggara pelatihan.Â
Sering kali saya merasa tidak diperhatikan, seolah usaha saya untuk menulis tidak mendapat dukungan yang saya butuhkan. Bahkan, hampir saja buku yang saya tulis tidak jadi dicetak. Saya terpukul. Setelah berjuang keras, bayangan buku itu seolah-olah akan lenyap begitu saja.
Saya tidak menyerah. Saya meyakinkan diri bahwa ini adalah ujian terbesar dalam perjalanan mencapai sebuah mimpi. Saya terus menulis, terus belajar, dan menolak menyerah, meskipun rasa putus asa kerap menghampiri.Â
Akhirnya, perjuangan yang penuh liku, buku saya berhasil dicetak. Ketika melihat nama saya tertera di sampul buku, perasaan haru dan bangga. Tapi, jujur, saya merasa belum puas. Buku itu jauh dari kata sempurna. Ada banyak hal yang ingin saya perbaiki.
Waktu berlalu, suatu hari penyelenggara yang sama menawarkan kesempatan untuk menulis buku. Kali ini, proyeknya adalah buku karya bersama, di mana beberapa penulis menciptakan satu karya.Â
Di satu sisi, saya masih merasa kecewa dengan pengalaman sebelumnya. Bagaimana mungkin saya kembali ke mereka yang nyaris tidak mencetak buku saya? Di sisi lain, impian saya masih kuat. Saya ingin menulis, ingin belajar dan ingin menjadi lebih baik.
Dengan semangat yang sama, saya memutuskan untuk ikut serta. Saya berpikir, mungkin ini kesempatan untuk menebus kegagalan pertama dan membuat karya yang lebih baik. Sayangnya, kenyataan kembali mengecewakan saya. Proses penulisan kali ini berjalan jauh dari harapan. Buku karya bersama tersebut tidak sesuai ekspektasi saya. Saya gagal, lagi. Ini adalah kegagalan kedua saya dalam dunia penulisan.
Kekecewaan itu tentu menyakitkan. Di balik rasa kecewa, saya menyadari satu hal penting. Saya belum menyerah. Saya bermimpi untuk memiliki sebuah buku masih kuat. Saya sadar bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan batu loncatan untuk terus belajar.
Kegagalan kedua ini justru memicu semangat untuk belajar lebih keras. Saya mulai mengikuti kelas menulis yang lebih intensif, membaca lebih banyak. Saya mencoba menulis setiap hari. Setiap kesalahan yang pernah saya buat menjadi pelajaran berharga. Saya bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Perjalanan ini belum selesai. Mimpi saya masih ada di depan mata. Perjalanan harus ditempuh masih panjang dan berliku. Saya yakin bahwa suatu hari nanti, akan berhasil. Mungkin tidak hari ini, tapi dengan semangat yang tidak pernah padam. Saya akan terus menulis, terus belajar. Suatu saat nanti, akan melihat nama saya tertera di sampul buku.
Perjuangan ini adalah tentang kesabaran, ketekunan, dan keyakinan pada diri sendiri. Setiap kegagalan adalah guru terbaik yang membawa saya selangkah lebih dekat pada mimpi saya. Dan saya tahu, selama saya tidak berhenti mencoba, saya belum benar-benar gagal. Salam literasi.
Ini buku karya pertama saya, penuh liku-liku.
- PINTAR IPS Kelas IX semester genap, (Buku Non Fiksi Februari 2019, Penerbit Yayasan Mampu Media)
- Cerita Ramadhan Indah (Antologi cerpen 2019, Penerbit Yayasan Mampu Media)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H