Mohon tunggu...
Gus Ur
Gus Ur Mohon Tunggu... -

penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Bukanlah Politik "Penjegalan"

18 April 2014   18:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik nasional semakin ramai tapi belum sampai ke politik gaduh. Masih dalam taraf normal-normal saja, justru semakin mengasyikkan (menuju proses klimaks), penuh dinamika dan mungkin sulit ditebak (buat saya sih mudah saja ditebak). Manuver politik yang paling aktual adalah konsolidasi yang coba  dibangun oleh elit  parpol "hijau" untuk menjajaki koalisi seperti yang saya prediksikan dalam tulisan saya sebelumnya. Pembicaraan koalisi "hijau" melibatkan beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) seperti : NU, Muhammadiyah, Dewan Masjid, dsb. sebagai basis utama pemilih parpol-parpol " gurem" tersebut. Sedikit menyimak pemberitaan media, bahwa parpol "gurem" dipastikan menjalin kerjasama, baik bentuknya koalisi mengusung capres-cawapres maupun kerjasama dalam bentuk lainnya (sayangnya bentuk lainnya kongkritnya seperti apa belum diklarifikasi).

Resistensi atas gagasan koalisi "hijau" yang oleh Amien Rais disebutkoalisi Indonesia Raya, terutama ditunjukkan oleh PKB. Alasannyaklise"trauma masa lalu" PKB , ketika Gus Dur dilengserkan olehkoalisi poros tengahyang justru mengusungnya. PKBpura-puragamang akan siapa tokoh yang akan dipasangkan nantinya jika koalisi Indonesia Raya benar-benar terwujud, persoalannya siapa tokoh yang elektabilitasnya bisa lawan-tanding Jokowi atau Prabowo ? (rumput tetangga selalu keliatan hijau memang  PKB). Saya bisa menyebutMahfud MDbisa menandingi keduanya, asal ada dukungan yang solid dan valid dari gabungan parpol " gurem".  Saya melihatnya PKB dengan bersikappura-purapesimistis justru memainkan "perannya" untuk memperolehbargainingyang tinggi (ingat dalam politik tidak ada trauma dan kegamangan abadi , yang ada hanya kepentingan abadi).

Apakah langkahmanuver parpol berbasis massa ummat Islam untukmenjegalcapres lain, sepertiPrabowo atau Jokowi ?tentu tidak.  "Menjegal" dalam persepsi publik, adalah mengalahkan "lawan" (ide lawan ide) dengan cara-cara curang dan melanggar hukum. Apakah manuver politik seperti koalisi dapat dianggap langkah "menjegal" ? pasti tidak, koalisi itu legal dan sah dan justru dibutuhkan untuk mecapaisyarat formal, sperti pengajuan pasangan capres-cawapres yang setara dengan 25% kursi parlemen (ada yang punya suara segini besar, jika tidak berkoalisi?) Politik itu sepertisiyasahatau strategi (ga perlu kan saya tulis definisi strategi disini) untuk memperjuangkan ideologi parpol atau gabungan parpol jika dimungkinkan untuk dapat diejawantahkan bagi kemajuan Bangsa.

Partai-partai Nasionalis begitu senyap, safari politikJokowi hanyalah ke partai Nasdem dan PKB belum menghasilkandeal-dealapapun. Justru kemarin Jokowi ditolak kehadirannya oleh civitas academica ITB, karena kampus memang harus steril dari kegiatan politik praktis ( meskipun biasanya disamarkan dengan tema kuliah umum kek , studium general kek, seminar kek..atau apapun namanya). Nasdem boleh jadi sudah "bekerjasama" dengan PDIP, artinya sudah cukup gabungan PDIP-Nasdem mengusung Jokowi - ? (mungkin berpasangan dengan tanda tanya jokowi juga akan menang ?), apa kompensasinya untuk Nasdem ? justru hal inilah yang membuat PKB belum bersepakat dengan PDIP. Tidak ada garansi "kompensasi" untuk parpol yang akan bekerjasama PDIP, hal ini tentu agar dapat membangun kabinet Profesional dengan leluasa, tanpa merasa berhutang politik pada parpol lain.

Prabowocoba memikat Demokrat, sayangnya pertemuan yang kabarnya sudah disepakati ini masihdipendingoleh SBY, karena partai demokrat masih "keukeh" dengan konvensi capres partainya (harus diganti konvensi cawapres pak, lebih realistis). Bagaimana kelanjutan Gerindra-PPP ? melihat konflik internal PPP sendiri yang makin mencuat ke publik, akibat ketum PPP hadir dalam kampanye Gerindra dianggap "vulgarisme"oleh kelompok internal yang lain, kerjasamanya untuk sementara macet total (sebagian elit PPP justru merayap ke koalisi partai "gurem") . Golkar seperti berjalan ditempat tidak terlihat pergerakannya sama sekali (keberatan masalah kali ya..), analisis sederhana mengatakan karenaARBdianggap tidak layak untuk dimajukan sebagai Capres 2014 , dan akan sangat berbeda bila  Golkar mau mengevaluasi pencapresan ARB. Jika ARB mau sedikit saja berlapang dada, dan mau memberi "tiket" pencapresannya ke kader lain : seperti JK , maka Golkar akan memainkan peran penting dalam kontestasi pilpres mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun