Mohon tunggu...
Gusty Maulana
Gusty Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masa Kelam Wanita Pribumi pada Masa Penjajah Jepang

3 Juli 2024   19:53 Diperbarui: 3 Juli 2024   20:08 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita sebagai makhluk hidup yang bermoral dan yang membedakan kita dengan makhluk hidup lainnya, tentu menjadi suatu tolak ukur kita mendengar cerita tentang perlakuan yang tidak terpuji ini sangatlah prihatin atas rasa kemanusiaan tersebut,apa yang dipikirkan para penjajah jepang sehingga melakukan hal itu menjadi suatu yang biasa saja, hanya untuk kesenangan sesaat, memuaskan hasrat birahinya saja,hal ini pernah terjadi di negara kita waktu itu yang bernama "Jugun Ianfu".

Jugun ianfu, atau yang lebih dikenal dengan "comfort women", adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan perempuan yang dipaksa menjadi budak seks oleh tentara Jepang selama Perang Dunia II. Banyak dari mereka berasal dari wilayah yang diduduki Jepang, termasuk Indonesia.

Pada tahun 1942, Jepang mulai menduduki Indonesia setelah memenangkan Pertempuran Laut Jawa. Selama pendudukan tersebut, militer Jepang secara sistematis menculik dan memaksa ribuan perempuan Indonesia untuk menjadi budak seks mereka. Perempuan-perempuan ini dipaksa melayani tentara Jepang di "rumah bordil" atau "comfort station" yang didirikan di berbagai wilayah yang diduduki.

Jumlah perempuan Indonesia yang dipaksa menjadi Jugun ianfu diperkirakan mencapai 200.000 orang. Mereka umumnya berasal dari kalangan miskin dan rentan, termasuk perempuan muda, janda, dan bahkan anak-anak di bawah umur. Mereka diseret secara paksa dari kampung-kampung, ditipu dengan janji-janji pekerjaan yang baik, atau bahkan dijual oleh keluarga mereka yang terdesak secara ekonomi.

Kondisi di "comfort station" sangat buruk. Para Jugun ianfu dipaksa melayani puluhan tentara Jepang setiap harinya dalam keadaan tidak sehat dan tidak ada perawatan medis yang memadai. Mereka juga sering mengalami kekerasan fisik, seksual, dan mental. Banyak di antara mereka yang akhirnya menderita penyakit menular seksual, trauma psikologis yang berkepanjangan, bahkan kematian.

Setelah Perang Dunia II berakhir, penderitaan para Jugun ianfu tidak segera berakhir. Banyak dari mereka yang kembali ke kampung halaman mengalami stigma dan pengucilan dari masyarakat. Mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Traumatisasi mental dan fisik yang dialami juga membuat mereka sulit beradaptasi dengan kehidupan normal.

Pemerintah Jepang sendiri lama sekali enggan mengakui dan meminta maaf atas kejahatan yang dilakukan terhadap Jugun ianfu. Baru pada tahun 1993, pemerintah Jepang mengakui secara resmi praktik pemaksaan ini dan menyatakan permintaan maaf. Namun, upaya kompensasi dan rehabilitasi bagi para korban dinilai masih jauh dari memadai.

Hingga hari ini, isu Jugun ianfu masih menjadi topik sensitif dan kontroversial dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Jepang. Banyak organisasi dan aktivis hak asasi manusia yang terus mendesak Jepang untuk memberikan kompensasi dan rehabilitasi yang layak bagi para korban yang masih hidup. Hal ini penting tidak hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban Jepang, tetapi juga untuk memulihkan martabat dan hak-hak para korban yang telah lama terabaikan.

Peristiwa kelam Jugun ianfu ini merupakan salah satu contoh betapa perang dan pendudukan asing telah merampas hak asasi manusia, terutama perempuan, secara brutal dan sistematis. Kita harus terus mengenang sejarah ini agar tidak terulang kembali di masa depan, dan memastikan keadilan serta pemulihan yang layak bagi para korban dan keluarganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun