Republik Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki potensi SDA dan SDM serta keuntungan geografi yang sangat besar. Namun ketertinggalan infrastruktur transportasi massal menjadi penghambat bagi bangsa ini dalam meningkatkan daya saing dan perannya di dunia global. Mari kita tengok negara tetangga yang setara di Asia Tenggara, yang tidak memiliki semua potensi yang bangsa Indonesia miliki seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand bahkan negara dunia ketiga lainnya (Ethiopia-Africa) yang telah lebih dulu/baru saja memiliki transportasi massal dan terintegrasi. MRT dan LRT di Singapura operasional/dibuka tahun 1987 dan menjadi sistem angkutan massal cepat tertua kedua di Asia Tenggara setelah sistem LRT Manila.
Sistem angkutan umum di Singapura dengan perjalanan penumpang harian rata-rata 2,755 juta jiwa tahun 2013, hampir 77% dari 3,601 juta penumpang jaringan bus pada waktu yang sama, dan saat ini memiliki 113 stasiun dengan jalur sepanjang 152 kilometer. Jalur rel tersebut dibangun oleh Land Transport Authority, sebuah badan milik Pemerintah Singapura yang memberi konsesi operasi kepada perusahaan laba SMRT Corporation dan SBS Transit. Operator-operator ini juga mengelola layanan bus dan taksi, sehingga menjamin adanya integrasi penuh layanan angkutan umum.
Merujuk pada data dari Statistik Transportasi DKI Jakarta tahun 2015, jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta mencapai 16,07 juta unit. Dengan panjang jalan raya hanya 6,95 juta meter maka kemacetan lalu lintas telah menjadi keseharian bagi 9 juta penduduk ibukota. Kondisi yang tidak kondusif ini turut dirasakan para komuter yang datang dari kota-kota penyangga, seperti Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor.
Kehadiran transportasi publik yang aman dan nyaman akan menjadi magnet bagi masyarakat yang selama ini menggunakan kendaraan pribadi.Bus rapid transitatau Busway belum mampu menjawab kemacetan parah di DKI Jakarta yang terus menggerus produktifitas dan melemahkan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Faktanya persiapan dan pembangunan infrastruktur transportasi massal (seperti MRT, LRT dan Kereta Bandara, serta Kereta Cepat) dan pengembangan pelayanan Busway dan KRL, baru gencar dimulai pada periode 2013 – sekarang.
MRT (Mass Rapid Transport)Jakarta atau Angkutan Cepat Terpadu Jakarta adalah sebuah sistem transportasi/transit cepat yang sedang dibangun di DKI Jakarta. Proses pembangunan dimulai pada masa DKI Jakarta dipimpin oleh Gubernur Jokowi, yaitu pada tanggal 10 Okober 2013 dan diperkirakan selesai pada tahun 2018 (peresmian maret 2019). Pembangunan konstruksi proyek MRT Jakarta (MRTJ) Fase 1 Lebak Bulus – Bundaran Hotel Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Hingga saat ini (bulan Maret 2017), perkembangannya mencapai 66% di mana konstruksi stasiun underground (bawah tanah) yang telah terselesaikan mencapai 83%, sementara stasiun elevated (layang) mencapai 53%.
LRT (Light Rail Transit)atau Kereta Api Ringan adalah sistem Mass Transit/Transportasi Massal berbasis rel yang ramah lingkungan yang melayang berada di atas tanah ruang milik jalan tol dan non tol. LRT saat ini sedang dibangun di Jakarta – Indonesia dan akan menghubungkan Jakarta dengan kota-kota disekitarnya seperti Bekasi dan Bogor. Pemprov DKI Jakarta dan BUMN Adhi Karya yang semula berniat membangun jalur monorel Cibubur-Cawang-Grogol dan Bekasi-Cawang, mendapat perintah dari Presiden Jokowi untuk mengubah konsep monorel menjadi LRT, karena lebih mudah terintegrasi dengan moda transportasi lainnya (MRT dan KRL) daripada monorel yang populasinya sedikit dan teknologinya tertutup. Presiden ke-7 RI yaitu Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi), Pada tanggal 9 September 2015 meletakkan batu pertama pembangunan LRT guna meresmikan percepatan pembangunan LRT yang diharapkan rampung pada tahun 2018. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia memastikan LRT rute Cawang – Cibubur siap beroperasi pada Maret 2019 mendatang, secara teknis saat ini progres pembangunan LRT (bulan Januari 2017) diperkirakan mencapai 12%. Kemudian LRT Jakarta (Kelapa Gading – Velodrome/Rawamangun) juga sedang tahap awal konstruksi, LRT Palembang dan berita paling baru adalah LRT Bandung yang juga akan direncanakan serta akan menyusul LRT di kota-kota besar Indonesia lainnya guna mengatasi kemacetan.
Kemudian Presiden Jokowi juga mengarahkan agar proyek pembangunan Kereta Bandara Soeta-Cengkareng rampung pada pertengahan tahun 2017 ini. Konsep kereta bandara, kata Jokowi, juga akan diimplementasikan ke kota-kota lain di Indonesia. Menurut dia, di kota-kota yang padat, bandara harus tersambung oleh transportasi massal khususnya kereta api. Ia mengatakan sejauh ini kota-kota yang sudah dan siap menerapkan konsep ini adalah Palembang, Surabaya, dan Padang.
Kereta Cepat Bandung – Jakarta yang sebelumnya banyak menuai pro dan kontra, saat ini terus dikebut proses pembebasan lahannya yang telah mencapai 82% (bulan Desember 2016) dan pada tahun 2017 ini akan mulai digarap pekerjaan konstruksinya. Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tanggal 6 Oktober 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta dan Bandung. Pembiayaan pembangunan mega proyek transportasi ini hanya sedikit mengandalkan pos dana APBN dan APBD (±30%) dan sisanya/sebagian besar (70%) dana dari Investor.
Hal tersebut merupakan penerapan pola b to b (business to business) atau PPP/KPS(Public Private Partnership/Kerjasama Pemerintah Swasta) yang saat ini dimutakhirkan menjadi KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU dalam penyediaan Infrastruktur). Pola pendanaan tersebut adalah hal yang lazim terjadi di negara-negara maju yang baru terimplementasikan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini. Pendanaan KPBU ini dikenal sebagai sistem Bundling (Desain and Build), dengan pengadaan badan usaha/konsorsium yang dimenangkan oleh konsorsium BUMN Indonesia (salah satunya adalah WIKA/Wijaya Karya) dan beberapa BUMN China menjadi PT. Kereta Api Cepat Indonesia China. Kemudian menyusul Kereta Cepat Jakarta – Surabaya yang sedang diwacanakan dengan menggandeng Investor dari Jepang dan atau Arab saudi.
“Bermacet-macet dahulu, bersenang-senang memilih moda transportasi massal kemudian,” mari kita bayangkan bila semua moda transportasi massal di DKI Jakarta dan sekitarnya tersebut operasional dan terintegrasi. Maka akan terwujud efektivitas dan efisiensi pergerakan warga sehingga berbanding lurus dengan peningkatan kualitas SDM dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena DKI Jakarta merupakan ibukota negara dan sebagai barometer Indonesia.
Transportasi di era modern saat ini merupakan hal vital yang mendukung pengembangan kawasan, karena semakin banyak akses dan moda transportasi yang tersedia dan terintegrasi maka potensi kawasan dan masyarakatnya akan berkembang semakin bagus. Besarnya magnet suatu pusat pertumbuhan ekonomi suatu kawasan juga akan menimbulkan masalah pelik seperti kemacetan dan kesemrawutan sehingga solusi dan antisipasi penyediaan transportasi massal adalah hal mutlak yang dibutuhkan setiap wilayah, kawasan atau kota-kota besar dimana teknologi juga menjadi dasar penopang terwujudnya transportasi massal yang aman, nyaman dan cepat guna menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang baru.