Ini juga fakta yang tak terbantahkan, silahkan amati apa saja yang dibangun saat ini (telah terbangun, sedang dibangun dan akan terbangun), serta bagaimana blok politik yang dulu menentang/kontra saat ini telah rontok dan malah mendukung serta banyaknya kasus2 puluhan tahun yang tak terkuak sekarang satu persatu terkuak dan dibenahi (kasus ilegal fishing, kasus petral, kasus vaksin palsu, etc), silahkan dinilai secara obyektif. Kelebihan Pemimpin Nasional yaitu Presiden Jokowi yang kita miliki saat ini adalah kemampuan “Mendengar” sedikit bicara dan banyak kerja, kerja, kerja....sehingga tahu prioritas apa yang harus dibenahi dan siap ambil resiko hujatan karena sejarah nanti yang akan mencatat (dan semoga tetap konsisten dan bersih sehingga tercatat dengan tinta emas...., semoga...).
Kemampuan mendengar adalah hal tersulit bagi pemimpin yang memegang tampuk kekuasaan tertinggi, karena lazimnya org yang memiliki kekuasaan selalu ingin didengar daripada “Mendengar”. Kemampuan mendengar adalah penajaman ‘hati nurani’ dan keagungan karakter (Stephen R Covey “8th habbit” menjadi manusia efektif dan mencapai keagungan), yang merupakan puncak Ahlaq (sabar dan ikhlas) sebagaimana yang diajarkan Baginda Rasullullah Muhammad SAW.
Tentu masih membekas diingatan bagaimana tajam dan kerasnya Fitnah dan Ghibah yang dialamatkan kepada Jokowi dan keluarga saat pilpres yang lalu. Semua Fitnahan dan hujatan yang dulu kita baca di medsos (salah duanya adalah hoax yang dibuat dan disebarkan oleh Piyungan/kelompok dan Jonru/individu) dan menyebar sehingga kita dengar juga dari bisik-bisik, sekarang satu persatu terjawab sudah bahwa semua fitnahan dan berita-berita tersebut adalah kebohongan yang jahat karena kedengkian guna menjatuhkan dan menggiring opini masyarakat. Masih ingat kalo Jokowi difitnah PKI/Atheis tanpa tuhan ?!?.....Astaghfirullahaladzhiim, muslim macam seperti apa yang tega memfitnah dengan keji dan mengkafirkan saudaranya (sesama muslim) yang notabene seorang muslim yang taat ???....”.
Semua Fitnahan dan Ghibah dijawab dengan aksi dan kerja nyata. Proyek-proyek mangkrak peninggalan rezim yang lalu dan memang dibutuhkan masyarakat diteruskan serta diselesaikan. JORR (Jakarta Outer Ring Road)/TOL lingkar luar Jakarta akhirnya tersambung setelah mangkrak puluhan tahun (cek siapa yang menginisiasi dan mengupayakan penyambungannya dengan dialog2 yang partisipatif/merangkul semua). Kemudian MRT dan LRT, TOL dan jalur KA lintas Sumatera dan Indonesia Timur, serta Kereta Cepat, Dsbnya.
Rakyat sudah cerdas dan mampu menilai mana yang benar dan tidak, mana yang baik dan tidak baik dan mana yang hujatan kasar dan mana yang menebarkan kebaikan. Orang-orang yang berupaya mendiskreditkan/menjatuhkan individu lainnya dan atau kelompok bahkan pemerintahan yang ada/sah, justru akan membuat masyarakat menjadi antipati dengan orang-orang yang menebarkan ujaran kebencian tersebut (masyarakat yang obyektif/diluar kelompok manapun). Gelombang viral/postingan ujaran kebencian/pendiskreditan untuk menjatuhkan justru akan berakhir kontraproduktif alias memperkuat yang akan dijatuhkan dan malah menjatuhkan sosok/kelompok yang akan dinaikkan melalui ujaran kebencian (fitnah dan ghibah tersebut).
Sesungguhnya para haters orang-orang yang menebarkan kebencian (fitnah dan ghibah-lah) yang polos secara politik atau memang mereka sengaja menebarkan konflik penempatan antagonis (tokoh penuh kebencian) – protagonis (tokoh korban yang jadi pahlawan) sehingga kebencian yang ditujukan adalah upaya menjadikan korban kebencian mendapatkan simpati yang lebih luas, atau sebagai peringatan belaka, sebagaimana romantisme tokoh utama dalam film-film yang berakhir happy ending antara pertempuran sijahat dan sibaik. Sejarah telah membuktikan dimana politik kepemimpinan bangsa ini selalu berpihak pada korban-korban politik yang terzholimi karena fitnah dan hujatan kasar, yang membuat gerakan simpati masyarakat menjadi lebih luas lagi. Apakah para haters tidak belajar dari semua fakta sejarah tersebut.........", Wallahu Alam Bissawaab.