Mereka yang masuk Tarekat kita rela menerima bahwa orang lain mengungguli mereka dalam bidang belajar, dalam mati raga, dalam kemiskinan; namun mereka tidak membiarkan diri mereka dikalahkan dalam hal ketaatan dan sikap saling mengasihi.
Penegasan oleh Pater Chevalier sesungguhnya mengarahkan setiap anggota untuk melihat kaul ketaatan dalam semangat kerendahan hati yang merupakan keutamaan-keutamaan Tarekat karena menunjukkan dengan nyata keutamaan-keutamaan Hati Yesus. Kaul ketaatan yang diikrarkan di tengah Umat dan Pimpinan Tarekat serta terutama di hadapan Tuhan Yang Mahabaik, sesungguhnya mengarahkan saya dan para konfrater saya untuk selalu berharap pada Penyelenggaraan Ilahi.
Saya mengalami bahwa selama 6 tahun menjalani hidup membiara sebagai seorang biarawan MSC, Tuhan sungguh hadir dalam diri Para Konfrater, baik itu Para Formator dan Para Frater di Rumah Formasi Skolastikat, maupun Pater Pemimbing Pastoral, dan semua Konfrater di medan pastoral. Konfrater semua sungguh membantu saya dalam mengarahkan dan mempersiapkan diri menjadi seorang MSC yang siap diutus. Saya sungguh sadar bahwa sebagai seorang MSC, saya tidak boleh kalah dalam menjalankan kaul ketaatan. Sebagaimana nasehat Pater Chevalier, saya pun belajar untuk menjadi pribadi yang taat pada pemimpin dan menjalankan tugas perutusan dalam semangat cinta persaudaraan.
Dalam konteks penghayatan dan pelaksanaan kaul ketaatan, saya selalu belajar untuk menempatkan diri sebagai pribadi yang rendah hati. Kerendahan hati merupakan sikap dasar dalam menerima arahan dan penugasan dari Pater Pembimbing, Para Formator, atau Konfrater lain, serta Umat. Prinsip dasar yang saya pegang sampai saat ini bahwa setiap hal baik yang ditugaskan kepada saya pastilah akan membawa perkembangan diri menjadi lebih baik. Selain kerendahan hati, saya juga menghayati kaul ketaatan dalam semangat perutusan. Saya belajar untuk melihat semua tugas yang diberikan kepada saya sebagai bagian dari tugas perutusan seorang MSC.
Saya juga menyadari dan menemukan bahwa penghayatan kaul ketaatan sampai saat ini belum sempurna. Karena dalam beberapa kesempatan, ketika diperhadapkan dengan pilihan dan keinginan pribadi, ketaatan itu sering tidak dijalani dengan sepenuh hati. Walaupun demikian, saya selalu belajar untuk menghayati kaul ketaatan tersebut sebagai bagian dari panggilan hidup seorang MSC. Saya selalu membangkitkan motivasi dasar saya sebagai MSC yaitu belajar untuk menjadi misionaris yang siap diutus. Dengan penghayatan mendasar ini, saya berusaha untuk menjalankan kaul ketaatan demi nilai-nilai Kristiani yang hendak dicapai. Saya menyadari bahwa ketaatan dalam Tarekat MSC bukanlah ketaatan buta, tetapi ketaatan dalam semangat persaudaraan. Maka, tugas-tugas yang saya terima merupakan kesempatan untuk menghayati kaul ketaatan itu. Dan akhirnya, saya juga menemukan bahwa saya bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang selalu siap sedia ketika diminta bantuan atau melakukan pekerjaan yang ada. Kesiapsediaan yang bertumbuh di dalam diri sangatlah membantu saya dalam menghayati kaul ketaatan sebagai seorang biarawan MSC.
Saya pun semakin menyadari bahwa nasehat-nasehat yang disampaikan oleh Pater Chevalier melalui tulisan-tulisannya, dan juga cara hidup serta penghayatan Para Formator sungguh membantu saya untuk melihat kaul ketaatan ini sebagai panggilan hidup. Secara sederhana saya refleksikan sebagai panggilan hidup untuk "memberi diri". Pemberian diri yang paling radikal ialah dengan rendah hati dan kerelahan hati melepaskan keterikatan serta keinginan pribadi. Memberi diri untuk diarahkan dan dibentuk oleh orang lain. Artinya, saya diajak untuk semakin mampu melihat tugas dan tanggung jawab yang diberikan sebagai bagian dari missio. Saya melihat bahwa penghayatan kaul ketaatan itu tidak boleh terbatas pada konsep-konsep saja, tetapi harus diejawantahkan dalam kehidupan harian di komunitas maupun di tengah umat.
Akhirnya, saya pun menemukan bahwa kaul ketaatan yang diikrarkan, tidak bisa terlepaskan dari semangat konfraternitas atau persaudaraan. Kesadaran itu ditegaskan dalam judul pasal 2 pada Konstitusi MSC yang berbunyi: "Ketaatan Dalam Cinta Persaudaraan". Demikian juga dijabarkan dan ditegaskan dengan baik pada nomor 40 dalam pasal 2 Konstitusi:
Kita berusaha menemukan kehendak Allah dalam persatuan dengan saudara-saudara kita. Kita mengikat diri untuk senantiasa hidup dan bertindak dalam rangka persatuan ini serta untuk menjalani ketaatan dalam semangat saling mencintai.
Saya mengikrarkan dan berusaha menghayati kaul ini bersama dengan para Konfrater yang sungguh menunjukkan dengan jelas bagaimana cara menghayati kaul ketaatan itu. Saya belajar bersama para Konfrater yang telah berjanji untuk mencari dan menerima kehendak Allah dalam kehidupan dan tugas perutusan. Dan akhirnya, saya menemukan bahwa ketika saya mampu menghayati kaul tersebut, maka kaul kemurnian dan kaul kemiskinan dapat saya jalani dengan baik. Karena ketika saya taat pada aturan sebagai biarawan, maka semuanya dapat berjalan dengan baik. Itulah mengapa, kaul ketaatan itu diberi penekanan lebih dalam Tarekat MSC. Setiap anggota yang berada dalam Tarekat MSC harus berusaha untuk menghayati dan menghidupi kaul ini, agar menjadi landasan dasar untuk berpijak sebagai seorang Misionaris yang siap mewartakan Cinta Hati Kudus Yesus sebagai obat penyembuh bagi dunia yang sedang sakit. Â
Memang Boleh, Biarawan MSC Excuse pada Kaul Ketaatan?
Dengan semua pemahaman dan pengalaman yang telah dijabarkan di atas, kita dapat menjawab bahwa tidak boleh seorang biarawan MSC excuse pada Kaul Ketaatan! Mengapa tidak? Karena seorang biarawan MSC terikat pada kaul-kaul atau janji yang telah diikrarkannya di hadapan Allah melalui Pemimpin Tarekat dan disaksikan oleh Umat Allah. Keterikatan pada janji atau kaul merupakan pilihan bebas yang telah ditentukan oleh seorang biarawan tanpa paksaan dari siapa pun di luar dirinya. Maka, konsekuensinya ia harus setia dan berjuang untuk tetap menghidupi kaul-kaul tersebut.