Mohon tunggu...
Amanda Yulia Agustin
Amanda Yulia Agustin Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang mahasiswa Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggali Unsur Budaya dalam Novel Segala yang Diisap Langit, Telaah Antropologi Sastra

6 Juli 2024   21:07 Diperbarui: 6 Juli 2024   21:08 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai mahasiswa yang sehari-harinya berkutat dengan tugas harian: analisis novel, telaah jurnal, membaca buku, dan begitu terus setiap harinya, membuat saya semakin sering mengunjungi perpustakaan di dekat rumah. Memang, sejak memutuskan untuk memilih jurusan Sastra Indonesia empat tahun silam, saya sadar akan konsekuensi yang harus dihadapi, yakni seringkali ditanya oleh orang tua: kok tiap minggu ke perpustakaan terus? 

Tapi untung hal tersebut sudah berlalu sejak saya menyandang status mahasiswa akhir. Tiap kali saya pergi ke perpustakaan, orang tua selalu maklum karena yang mereka tahu saya mengerjakan tugas akhir dan harus pinjam buku. Ya betul memang, tapi terkadang saya juga iseng membaca novel untuk sekadar me-refresh pikiran.

Karena hal tersebut, ketika saya jalan-jalan mencari novel di rak-rak yang biasa saya datangi, saya menemukan sebuah novel yang rasa-rasanya tidak asing ketika membaca judulnya. Langsung saja saya ambil novel tersebut untuk dibawa pulang karena penasaran. Sesuai dengan tujuan saya menulis ini, saya mencoba untuk menelaah unsur-unsur budaya yang terdapat di dalamnya.

Novelnya berjudul Segala yang Diisap Langit, terbit pertama kali pada tahun 2021 dan ditulis oleh Pinto Anugerah. Seketika saya ingat, saya pernah membaca sekilas judul novel tersebut ketika saya berada di Padang untuk ikut pertukaran mahasiswa. 

Berbicara soal unsur budaya yang akan saya telaah, dalam sastra, hal tersebut berhubungan dengan suatu kajian yang dinamakan antropologi sastra. Antropologi adalah sebuah kajian yang meneliti tentang budaya. Antropologi sastra berkaitan dengan kajian interdisipliner dalam bidang sastra yang membahas karya sastra dari segi budayanya yang terdiri dari 7 unsur, yakni: bahasa, sistem kemasyarakatan, sistem pengetahuan, teknologi dan peralatan, sistem kepercayaan, sistem mata pencaharian, dan kesenian.

Novel Segala yang Diisap Langit menceritakan tentang tokoh bernama Bungo Rabiah, seorang keturunan ketujuh dari keluarga bangsawan Minangkabau, sekaligus pewaris Rumah Gadang Ranji Rangkayo. Karena posisinya yang menjadi keturunan ketujuh, dalam tradisi Minangkabau, keturunan dari pihak perempuan adalah pewaris sah dalam keluarga. Karena hal tersebut, Rabiah menikah dengan Tuanku Tan Amo, seseorang yang terkenal mampu memberikan anak perempuan meski ia harus jadi istri kelima.

Novel ini menggunakan bahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Minang untuk dialog antar tokohnya. Sistem kemasyarakatan yang ada dalam novel menggunakan sistem adat bangsawan, dimana terdapat gelar seperti Tuanku, Rangkayo, Mamak, dan gelar-gelar lain. Selain itu, sistem pengetahuan pada novel ini terletak pada cara memasak makanan yang menggunakan santan agar santannya tidak pecah. 

Ada juga teknologi dan peralatan yang terdapat dalam novel ini yakni transportasi yang masih menggunakan kuda, juga ada peralatan masak seperti dandang, kuali, dan lainnya. Untuk sistem kepercayaan, kaum adat masih percaya akan hal-hal ghaib, walaupun mereka memiliki iman. Sementara kaum Padri sudah menegakkan syariat islam. Sebagian besar mata pencaharian tokoh-tokoh dalam novel ini adalah pemecah emas di selingkar Gunung Marapi. Untuk aspek kesenian, saya sebetulnya menemukan kesulitan untuk menentukan di bagian mana hal itu tertera dalam novel.

Terakhir, nilai saya untuk novel ini adalah 9/10. Saya suka penyajian konflik yang sebetulnya terlihat kompleks, tetapi dikemas dengan ringkas oleh sang penulis. Meskipun secara ukuran novel ini terlalu tipis untuk dapat menceritakan keseluruhan cerita yang terjadi di era Minangkabau sebelum meletusnya Perang Padri, tetapi secara keseluruhan, novel ini menjadi "cerminan" yang baik untuk memahami bagaimana situasi pada saat itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun