Mohon tunggu...
gustidani
gustidani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa untag surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bentuk Pertanggungjawaban Shopee Express atas Kerusakan Barang

23 November 2024   20:35 Diperbarui: 23 November 2024   23:13 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bentuk Pertanggung Jawaban Shopee Express atas Kerusakan Barang

Sesuai dengan pengaturan dalam ketentuan layanan kebijakan shopee yang disetujui oleh pihak konsumen ketika melakukan transaksi mengenai pertanggungjawaban jasa kirim apabila terdapat keruskaan barang akan diberikan ganti rugi jika mneyrtakan bukti berupa foto/vidio kondisi barang yang diterima. Namun, pihak ekspedisi tidak bertanggungjawab apabila kerugian yang dialami oleh pihak konsumen terjadi karena adanya keadaaan memaksa (force majeure) seperti bencana alam, pemberontakan, dan keadaan tak terduga yang dialami oleh pihak jasa kirim karena apabila terjadi hal tersebut maka secara langsung perjanjian yang sudah disepakati dapat dibatalkan dan batal demi hukum.7 Karena sesuai dengan asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu adanya kebebasan dalam memilih dan membuat suatu perjanjian, kebebasan untuk membuat dan tidak membuat perjanjian, dan kebebasan para pihak untuk menentukan isi dan janji mereka, dan kebebasan untuk memilih subjek perjanjian selama tidak melanggar aturan hukum dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

Kelalaian yang menyebabkan kerugian dalam pelaksanaan pengangkutan barang oleh perusahaan ekspedisi merupakan tanggung jawab perusahaan ekspedisi tersebut.12 beberapa faktor yang mungkin terjadi adalah pihak jasa pengirim lalai dalam melaksanakan tanggung jawab dan kurang disiplinnya dalam melayani suatu barang kiriman. Adapun faktor eksternal yang juga dapat menyebabkan kerusakan barang yaitu faktor jalanan yang juga berpengaruh besar dalam keamanan barang tersebut, jalan yang rusak dapat menyebabkan rusaknya barang, oleh karena itu dibutuhkan upaya untuk mengurangi resiko tersebut.13 konsumen yang mengalami kerugian karena pengiriman barang yang dilakukan oleh pihak ekspedisi dapat melakukan upaya seperti apa yang dijelaskan dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. seperti yang ditunjukkan dalam pasal 4 bahwa Konsumen mempunyai hak atas kenyamanan, keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, ganti rugi sesuai dengan nilai dan kondisi kerusakan yang dijanjikan, mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara baik, adanya perlakuan yang baik dan tidak diskriminatif, menerima kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian jika barangnya bertentangan dengan kontrak

Menurut pasal Pasal 19 ayat3 dan Pasal 23 jo Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 47 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlidungan Konsumen, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui litigasi atau non-litigasi,25 sesuai dengan perlindungan hukum yang harus diberikan keapda konsumen. Non litigasi adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang mengutamakan perdamaian dalam menyelesaikan masalah,26 hal ini digunakan untuk mencapai kesepakatan tentang jenis dan jumlah ganti rugi serta untuk memastikan bahwa kerugian yang diderita oleh pengguna jasa shopee express tidak akan terjadi lagi atau tidak akan terulang lagi. Dalam hal Shopee Express memberikan ganti rugi kepada pengguna jasa/konsumen yang mengalami kerugian atas rusaknya barang yang diterima tanpa melalui pengadilan, melalui klaim pengembalian barang dan dana yang mana harus disertai bukti sebagai penguat supaya pihak shopee dapat mempertimbangkan bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada konsumen

Kemudian, jika tidak ada kesepakatan dalam penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi, baik konsumen maupun pelaku usaha memiliki hak untuk mengajukan sengketa ke pengadilan. Dalam hal ini, Undang-Undang Perlindungan Konsumen terkait dengan proses penyelesaian sengketa yang terjadi antara perusahaan ekspedisi dan konsumen terkait dengan pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku mengacu pada penyelesian sengketa melalui pengadilan. Sebagai pengguna jasa pengiriman barang, konsumen lebih rentan daripada bisnis. Dengan kata lain, hak konsumen rentan terhadap pelanggaran. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pihak ekspeedisi tidak hanya mengirimkan satu barang milik konsumen, ttapi juga mengirimkan ratusan bahkan ribuan barang oleh bisnis setiap hari ke seluruh Indonesia. Kelalaian bisnis ini dapat menyebabkan wanprestasi

Berdasarkan Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan ketentuan layanan kebijakan shopee yang telah disetujui oleh pihak konsumen terdapat beberapa hal yang perlu dipahami terkait pertanggungjawaban jasa pengiriman dan klaim ganti rugi atas kerusakan barang seperti pihak ekspedisi bertanggungjawab penuh atas kerusakan barang selama pengiriman kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh keadaan memaksa (force majeure) seperti bencana alam atau kejadian tak terduga lainnya. Meskipun begitu, Konsumen tetap memiliki hak perlindungan sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Ganti kerugian diproses sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak jasa kirim, dan konsumen juga harus memenuhi persyaratan tertentu dalam mengajukan klaim yakni pengambilan foto atau vidio sebagai bukti. Dan Sesuai dengan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui litigasi (pengadilan) atau non-litigasi (di luar pengadilan), sesuai dengan perlindungan hukum yang harus diberikan kepada konsumen. Dan sesuai dengan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menegaskan perlunya memberikan perlindungan hukum kepada konsumen sebagai bagian dari upaya untuk menjamin kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku usaha. Jika penyelesaian sengketa non-litigasi tidak berhasil atau jika tidak ada kesepakatan, konsumen dan pelaku usaha dapat mengajukan sengketa ke pengadilan. Ini mengacu pada litigasi, di mana hakim akan membuat keputusan yang mengikat dalam proses pengadilan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun