Bisa bayangkan situasi yang dihadapi oleh seorang anak yang hilang (tersesat), nyasar di suatu terminal bus misalnya?
Clingak-clinguk.
Banyak orang berkerumun tetapi tak satupun yang dia kenali.
Ada banyak orang bercakap-cakap tetapi tak satu percakapanpun yang bisa dimengerti.
Ada banyak orang bertegur-sapa dan bersenda-gurau, tetapi tak satupun yang menyapa dia—apalagi mengajak bergurau.
Mulai menyapa? Merasa canggung—wong memang nggak ada yang kenal, nanti malah dibilang SKSD. Ikut nimbrung? Malah lebih nggak mungkin lagi, nanti menganggu obrolan mereka.
Bingung, tak tahu harus ngapain. Akhirnya menepi. Cape bengong sendiri, akhirnya pelan-pelan menjauh. Lalu meghilang di ujung rasa keterasingan.
Begitulah kira-kira situasi yang dialami oleh seorang anak yang hilang, merasa sepi di tengah-tengah keramaian.
Situasi serupa juga banyak terjadi di dunia online. Ada begiiitu banyak anak-hilang. Termasuk saya? Mungkin, hehe….
Ngeblog belum tiga bulan, eh.. sudah berhenti. Kenapa? Karena merasa seperti ‘anak-hilang’
Di Facebook, belum setahun, eh sudah tidak aktif lagi. Kenapa? Karena merasa seperti ‘anak-hilang’.