Mohon tunggu...
maya gustiani
maya gustiani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intervensi Kekuasaan dalam Pelemahan KPK

20 Desember 2015   00:51 Diperbarui: 30 Desember 2015   12:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dalam kurun waktu hampir 1 Dekade telah berhasil mengukir prestasi dalam upaya pemberantasan Korupsi yang melibatkan para petinggi lembaga Negara dan kroni kroninya yang mencoba menguras uang Negara dengan cara cara yang melawan undang undang. Namun pada perjalannanya Badan yang bersifat Ad Hoc ini kerap kali menghadapi badai badai intervensi, propaganda sampai konspirasi dalam menegakan hukum terhadap para pejabat Negara yang kepentingan jahatnya terusik oleh keberadaan lembaga yang dianggap superbody ini.

Dalam keterbukaan informasi yang sangat dinamis, masyarakat biasa menyaksikan diberbagai media hal hal yang terjadi terhadap KPK apabila sedang menghadapi kasus kasus korupsi , dari mulai kasus ketua KPK Antashari Azhar, Bibit Samad dan Chandra Hamzah, sampai terakhir kasus yang menerpa Abraham Samad dan Bambang Wijoyanto. Terlepas dari kasus kasus yang mereka hadapi, kita semua harus sepakat bahwa hukum harus punya wibawa yang artinya Equility before law, namun dalam kerangka berfikir yang logis, bagaimana kita bisa membuat korelasi sederhana bahwa kasus kasus yang menjerat para petinggi KPK ini mencuat pada saat intitusinya sedang menjerat kasus kasus yang melibatkan para pesohor negri ini, dari mulai kasus petinggi Partai Politik, Para petinggi di kementrian Negara sampai lembaga Yudikatif yang menjerat hakim konstitusi kita.

Inilah titik ironis dimana suguhan informasi publik yang menjadi konsumsi generasi bangsa ini harus dihadapkan dengan polemik polemik konspirasi, kegaduhan politik yang saling menyerang untuk mempertahankan kepentingan. Hukum seolah tak berdaya apabila dibenturkan dengan lobi lobi politik yang seharusnya bukan digunakan dalam menghindari kepastian hukum. Rakyat hanya bisa digiring untuk memilah opini yang dibangun lewat framing framing doktrin dari sistem politik.

Pola pola perebutan kekuasaan yang melibatkan multipartai dengan konsep sponsorship dalam konteks pendanaan kampanye sangat menjadi alasan yang sangat kuat dimana keadilan tidak bisa dilambangkan dengan kedua mata tertutup. Keadilan berubah prinsip menjadi 2 mata terbuka yang memaksa memilah dimana hukum itu tegak terhadap subjek subjek yang punya kepentingan. Sebagai kader kader hukum bangsa Indonesia saat ini, penulis akan menggunakan ahli filasafat yang bernama Socrates dalam semangatnya tetap berdiri dan idealis ditengah tirani tirani kekuasaan yang membungkus hukum dalam balutan sistem politik yang sarat dengan abuse dalam melaksanakan wewnangnya.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia 3 lembaga suprastruktur menjadi penggerak roda pemerintahan yang seharusnya memegang teguh nilai nilai kejujuran dan profesionalisme seakan tenggelam tak berbekas yang secara tidak sadar pendidikan bangsa ini terus bergeser kearah deligitimasi dan political disthrust yang akhirnya konsep pembangunan kesejahtraan terus luput dari perhatian dan terkalahkan oleh hiruk pikuk kegaduhan kegaduhan dalam mempertahankan kepetingan kelompoknya masing masing.

@Maya Gustiani

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun