Mohon tunggu...
Gusti Nandi
Gusti Nandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonom, Pejuang Kesejahteraan Rakyat

Berkontribusi untuk Indonesia melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pembentukan Komunitas Anak Keluarga Miskin: Capai 0% Kemiskinan Tahun 2045

14 Juli 2024   20:28 Diperbarui: 16 Juli 2024   19:48 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025--2045 menetapkan sasaran utama pada salah satu visinya, yaitu, kemiskinan menuju 0%. Tujuan tersebut tentu tidaklah mudah untuk diselesaikan. Pemerintah tidak cukup jika hanya bermodalkan optimisme, melainkan harus bersifat rasional.

Jika kita lihat tingkat kemiskinan yang mana pada Maret 2023 sebesar 9,36% yang berarti terdapat 25,90 juta rakyat miskin, kemudian angka tersebut menurun pada Maret 2024 menjadi 9,03% (25,22 juta). Dalam satu tahun terakhir tersebut, kemiskinan menunjukkan tren yang positif. Hal tersebut membuktikan kerja keras pemerintah untuk mewujudkan visi 0% kemiskinan.

Tetapi, kita tidak boleh senang terlebih dahulu. Karena pada umumnya, orang menjadi miskin karena dua hal, yaitu kekurangan modal uang atau kekurangan modal sumber daya manusia (kualitas). Sebagai gambaran, orang yang tidak pintar, jika ia memiliki modal uang, apakah bisa menjadi kaya? Tentu saja bisa. Ia bisa menyewa orang untuk mengurus usaha yang hendak dirintis. Begitu juga dengan orang yang pintar (berkualitas), walaupun ia tidak memiliki modal uang, ia bisa menjadi kaya dengan menawarkan kualitasnya kepada pihak yang memerlukan jasanya. Akan tetapi, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki modal uang dan modal sumber daya manusia? Apakah mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan? Tentu saja tidak. Maka dari itu, pemerintahlah yang harus masuk untuk membawa mereka keluar dari lingkaran kemiskinan.

Saat ini, langkah yang dilakukan pemerintah lebih cenderung bersifat karitatif (bantuan uang) dibandingkan transformatif (peningkatan kualitas). Langkah tersebut memang sudah baik, tetapi untuk mengatasi kemiskinan tidak cukup dengan bantuan uang. Bantuan tersebut hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Bagaimana dengan pendidikan anak-anak mereka?

Saat ini, bantuan pendidikan yang diberikan pemerintah kepada keluarga miskin cenderung diberikan kepada anak-anak yang sudah bersekolah. Sedangkan bagi mereka yang dari awal tidak sekolah karena tidak mempunyai biaya atau sudah berhenti sekolah terlebih dahulu sebelum mendapatkan beasiswa, mereka tidak mendapatkan bantuan pendidikannya. Sehingga, mereka harus mengorbankan masa mudanya yang seharusnya untuk memperoleh pendidikan, malah membantu orang tua mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Padahal, mereka merupakan generasi yang akan mewujudkan visi RPJPN tersebut. Jika hal tersebut terus terjadi, semakin banyak anak-anak yang tidak memperoleh pendidikan, semakin banyak anak-anak yang putus sekolah, maka untuk mencapai 0% kemiskinan di tahun 2024 akan sulit dicapai.

Oleh karena itu, artikel ini memberikan salah satu upaya yang dapat pemerintah lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemerintah harus membentuk komunitas anak keluarga miskin di setiap desa/kelurahan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas mereka (karena mereka sangat butuh itu) dan mewujudkan Indonesia tanpa penduduk miskin pada tahun 2045.

Komunitas ini dikhususkan bagi mereka yang masih menempuh pendidikan maupun yang sudah berhenti atau tidak pernah menempuh pendidikan. Komunitas ini nantinya akan dibagi menjadi dua sistem/ kurikulum, yaitu:

  • Kurikulum untuk Usia 15 Tahun ke Bawah: Kurikulum ini dirancang untuk mendorong mereka melanjutkan pendidikan baik yang sedang menempuh pendidikan, putus sekolah, atau belum pernah menempuh pendidikan sama sekali.
  • Kurikulum untuk Usia 15 Tahun ke Atas: Kurikulum ini dirancang untuk meningkatkan soft skill mereka agar mereka siap memperoleh pekerjaan yang layak atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Kedua kurikulum tersebut dilaksanakan dengan mengadakan kelas beberapa kali seminggu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan minat belajar dan menambah wawasan mereka. Kemudian, untuk membentuk karakter, akan diadakan pelatihan-pelatihan yang menggabungkan semua anak-anak di komunitas, baik yang berusia di bawah 15 tahun maupun yang lebih.

Masa Berlaku Komunitas

Masa berakhirnya komunitas ini tergantung pada kondisi di setiap desa/kelurahan yang bersangkutan, dengan syarat:

  • Tidak ada lagi anak-anak di bawah 15 tahun yang tidak bersekolah, kecuali mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan yang layak atau sudah menikah bagi perempuan.
  • Mereka yang berusia di atas 15 tahun sudah mendapatkan pekerjaan yang layak.
  • Ketika komunitas ini sudah memastikan bahwa anak-anak atau remaja di daerahnya telah memenuhi target tersebut, maka aktivitas komunitas boleh diberhentikan (komunitas tidak lagi aktif).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun