Melakukan konsumsi beras merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh sebagian besar konsumen, dan jumlah beras yang dikonsumsi bervariasi tergantung pada kebutuhan individu selama periode waktu tertentu. Variasi dalam jumlah beras yang diminta ini akan membentuk pola konsumsi  (Yusnita, 2010). Pola konsumsi tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Hukum Permintaan, di mana semakin rendah harga beras, semakin banyak jumlah yang diminta, dan sebaliknya, semakin tinggi harga beras, semakin sedikit jumlah yang diminta dengan asumsi harga barang lainnya dianggap tetap (ceteris paribus). Namun, kondisi yang terjadi di pesar beras tidak selalu sesuai dengan hukum ini. Jumlah beras yang diminta oleh konsumen tidak hanya tergantung pada harga beras itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain selain harga, salah satunya adalah pendapatan konsumen (Marshall, 2013).
Berdasarkan wawancara mendalam kepada beberapa rumah tangga di Desa Durian, terdapat beberapa keluhan terkait kenaikan harga beras ini. Diantaranya, sebagai masyarakat yang berpendapatan rendah, kebutuhan mereka tidak hanya terfokus pada beras. Ada banyak kebutuhan primer lainnya yang harus mereka penuhi untuk mendapatkan kehidupan yang layak, terutama nutrisi untuk kesehatan tubuh.
Kenaikan harga beras membuat mereka harus mengurangi ataupun menunda pembelian kebutuhan primer dan sekunder lainnya agar kebutuhan beras dapat terpenuhi, khususnya selama sebulan. Bahkan, di antara mereka, ada yang harus mencari pinjaman dari pihak lain karena pendapatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok, terutama untuk mempersiapkan stok beras selama sebulan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H