Perempuan selalu menjadi objek penganiayaan dan pelecehan seksual---sebuah kenyataan pahit yang mencerminkan ketidakadilan dan ketimpangan gender yang telah berlangsung lama dalam masyarakat kita. Dalam banyak budaya dan masyarakat, perempuan kerap kali ditempatkan pada posisi yang lebih rendah, baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi.Â
Meskipun kesetaraan gender telah menjadi salah satu topik utama dalam diskursus global, realitasnya adalah bahwa perempuan masih menghadapi kekerasan dan pelecehan seksual secara sistematis, dengan cara-cara yang beragam dan terus berkembang.
Fenomena ini dapat dilihat sebagai hasil dari sejarah panjang ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam masyarakat patriarkal, yang masih banyak ditemui di berbagai belahan dunia, peran perempuan seringkali dibatasi pada ruang domestik, dan suara serta pilihan mereka di luar rumah sering kali tidak dihargai atau dianggap kurang penting. Secara sosial dan budaya, perempuan sering dipandang sebagai objek yang dapat dikontrol, diperlakukan sesuka hati, dan bahkan menjadi sasaran kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan, baik dalam bentuk fisik, emosional, atau seksual, telah menjadi masalah yang mengakar dalam masyarakat. Pelecehan seksual, misalnya, terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari perbuatan tidak senonoh di ruang publik, pelecehan verbal di tempat kerja, hingga pemerkosaan yang dilakukan dalam hubungan intim atau pernikahan. Pelecehan seksual ini tidak hanya mengancam keselamatan fisik perempuan, tetapi juga merusak martabat dan psikologis mereka.
Salah satu faktor utama yang membuat perempuan sering kali menjadi sasaran kekerasan adalah ketidaksetaraan kekuasaan.
Dalam banyak situasi, pelaku kekerasan---baik itu kekerasan domestik, kekerasan seksual, atau pelecehan lainnya---sering kali adalah orang yang memiliki posisi dominan atau lebih kuat secara sosial, ekonomi, atau fisik. Ketika perempuan berada dalam posisi yang lebih lemah atau lebih rentan, mereka cenderung tidak memiliki kekuatan untuk membela diri. Ini sering kali diperburuk dengan norma-norma sosial yang menekan perempuan untuk "tahan" atau "menerima" ketidakadilan demi menjaga kehormatan keluarga atau masyarakat.
Pelecehan Seksual sebagai Wujud Ketidaksetaraan
Pelecehan seksual adalah salah satu bentuk penganiayaan yang paling sering dialami perempuan. Kekerasan seksual, baik berupa pelecehan verbal maupun fisik, sering kali dianggap sebagai "hal biasa" atau "bagian dari kehidupan perempuan", terutama di tempat-tempat yang penuh dengan diskriminasi gender. Di tempat kerja, misalnya, banyak perempuan yang harus menghadapi godaan atau komentar seksual yang tidak diinginkan dari rekan kerja atau atasan mereka, namun merasa terperangkap karena takut kehilangan pekerjaan atau reputasi.
Dalam banyak kasus, perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual sering kali merasa tidak punya pilihan selain diam atau menerima perlakuan tersebut. Ini bisa terjadi karena mereka merasa takut diabaikan, tidak dipercaya, atau bahkan dikambinghitamkan oleh pihak yang berwenang atau oleh masyarakat sekitar. Dalam beberapa kasus ekstrem, bahkan pihak berwenang atau lembaga hukum dapat memperburuk keadaan dengan menganggap enteng laporan pelecehan seksual atau dengan menyalahkan korban.
Di dunia maya, perempuan juga tidak luput dari pelecehan seksual. Dengan adanya platform media sosial yang memberi ruang anonim, banyak perempuan yang mengalami pelecehan dalam bentuk pesan seksual, pengancaman, atau bahkan penyebaran foto-foto pribadi mereka tanpa izin. Dalam konteks ini, pelecehan seksual bukan hanya masalah yang terjadi di ruang fisik, tetapi juga di dunia maya yang semakin merambah kehidupan sehari-hari kita.