Viagra yang dikenal luas sebagai obat disfungsi ereksi (impotensi) pada awal penelitiannya di laboratorium Pfizer di Inggris dimaksudkan untuk pengobatan hipertensi (tekanan darah tinggi) dan penyakit jantung (angina pectoris). Namun dalam perjalanan risetnya ternyata efek zat ini kurang bermakna terhadap angina, tetapi justru sangat nyata merangsang ereksi. Obat dengan nama generik sildenafil sitrat ini mulai dipasarkan tahun 1998 dan mencapai sukses luar biasa di seluruh dunia. Obat yang berbentuk permata (diamond) berwarna biru ini dikenal juga dengan julukan ‘vitamin V, pil biru’ dan lain-lainnya. Dengan kelahiran Viagra yang sudah mendapat approval dari FDA (semacam Badan POM Amerika), maka para pria dengan disfungsi ereksi mungkin bisa beralih dari penggunaan ‘ramuan-ramuan kejantanan’ yang kadang-kadang cukup membahayakan kesehatan.
Kita sudah cukup kenal dengan mitos-mitos misalnya mengonsumsi ekstrak cula badak, penis harimau, torpedo kambing bahkan ‘tangkur buaya’ yang dipercaya menambah keperkasaan pria. Ada juga ekstrak tanaman eurycoma longifolia yang di Indonesia dikenal dengan nama ‘pasak bumi’ dan di Malaysia dengan nama ‘tongkat ali’.Meskipun pada satu penelitian ekstrak ini terbukti mempengaruhi hormon testosteron (hormon untuk libido), namun pada penelitian yang lain ditengarai dapat memicu kanker payudara dan kanker paru-paru. Bahkan ada pula pria yang ‘nekad’ menyuntik ‘burungnya’ dengan silikon cair untuk memperbesar keyakinannya. Namun yang terjadi malahan bencana, karena efek silikon sebagai benda asing yang menyebabkan necrosis (kematian jaringan mukosa) dan bahkan tidak bisa berkokok lagi. Saya tertarik juga dengan nama Mak Erot yang konon dipercaya sebagai pakarnya pengobatan impotensi, apakah ini nama asli beliau, sebab ‘erot’ ini sangat insinuatif dengan kata ‘erotis’.
Bicara soal obat yang spektakuler kita tidak bisa melupakan obat thalidomide. Obat ini menimbulkan kehebohan bukan karena khasiatnya, tetapi akibat efek sampingnya yang disebutkan sebagai ‘tragedi kedokteran terbesar di abad modern’ ini. Obat yang dipasarkan dari tahun 1957 sampai 1961 ini ternyata menyebabkan cacad kelahiran pada 10.000 sampai 20.000 bayi di seluruh dunia. Bayi-bayi ini terlahir tanpa lengan dan tanpa kaki atau yang lebih ringan dengan jari-jari tangan dan kaki yang tidak sempurna.
Thalidomide ini pada waktu itu dianggap sebagai ‘obat ajaib’ (wonder drug) yang dapat mengobati insomnia,batuk, pilek dan sakit kepala. Dia bahkan merupakan obat anti muntah (antiemetik) bagi ibu-ibu hamil yang sering ngidam (morning sickness). Kalau di benua Eropa banyak berjatuhan korban akibat Thalidomide ini, maka di Amerika Serikat masyarakat terselamatkan karena keteguhan seorang inspektur FDA bernama Frances Oldham Kelsey. Wanita ahli farmakologi ini menolak meloloskan masuknya thalidomide ke AS sampai penelitian lebih mendalam dilakukan dan ternyata terbukti pada tahun 1961 menyebabkan kecacadan pada bayi.
Namun setelah kegemparan ini berlalu, pada tahun 1991 dari hasil serangkaian penelitian yang sangat berhati-hati, ternyata thalidomide ini berkhasiat untuk pengobatan kusta atau lepra. Juga obat ini sangat bermanfaat untuk pengobatan multiple myeloma,sejenis kanker ganas. Namun mengingat pengalaman buruk yang terjadi pada ibu-ibu yang hamil, maka pemakaian obat yang diberi nama dagang Thalomid ini sekarang benar-benar diawasi secara ketat dan dibuat peraturan untuk melakukan test kehamilan secara periodik bagi wanita yang memakan obat ini.
Obat lain yang membuat debut yang cukup spektakuler adalah aspirin. Obat tua ini (karena sudah dipasarkan oleh Bayer dari tahun 1899) semula dipakai sebagai obat penghilang rasa nyeri (pain-killer) dan juga migraine. Kejayaan aspirin ini mulai menyurut dengan ditemukannya paracetamol pada tahun 1956 dan ibuprofen pada tahun 1969. Namun pada tahun 90an diperoleh bukti-bukti klinis bahwa aspirin ini mempunyai sifat sebagai ‘anti pembekuan darah’ dan sangat manjur sebagai obat untuk mencegah penyakit stroke dan serangan jantung. Dengan penemuan ini, aspirin kembali berjaya sebagai obat pilihan pertama untuk penyakit jantung dan pembuluh darah.
Obat satu lainnya yang banyak dianggap sebagai ‘obat dewa’ adalah corticosteroid, karena begitu banyaknya penyakit yang bisa ‘ditaklukkan’ oleh obat ini. Obat yang bisa diberikan secara dioleskan (topical), dihirup, dimakan (oral) maupun disuntikkan ini bisa digunakan untuk pengobatan alergi, sakit persendian (arthritis), penyakit kulit (dermatitis), asma, lupus sampai penyakit lever (hepatitis). Namun seperti obat-obat lainnya kita perlu berhati-hati pada penggunaannya, karena efek sampingnya yang cukup membahayakan. Salah satu efek samping obat ini adalah moon face. Wajah dari pemakan obat ini menjadi gemuk bulat seperti bulan dan juga badannya mengalami penggemukan. Dan celakanya ekstrak cortocosteroid ini sering dimasukkan dalam ramuan jamu tradisional sebagai obat penggemuk badan. Efek samping lainnya adalah kekeroposan tulang (osteoporosis), hipertensi, sampai kerusakan pada syaraf mata. Untuk itulah perlu kehati-hatian didalam mengonsumsi obat turunan corticosteroid ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI