[caption id="attachment_314452" align="aligncenter" width="586" caption="(ilust yug.me)"][/caption]
Dunia ini memang sudah terjungkir balik! Masakan ada novel yang pornografis bisa bertengger dalam jajaran buku bestseller. Judul novel ini adalah “The Ex Games” dan dikarang oleh dua wanita J.S. Cooper dan Helen Cooper. Sama seperti novel erotik “Fifty Shades of Grey” yang dibuat triloginya, novel ini dibuat menjadi tiga buku dengan judul “The Ex Games 1”, “The Ex Games 2” dan “The Ex Games 3”. Buku ini disebut dengan novella karena memang sangat singkat ceritanya, masing-masing buku hanya 64, 60 dan 76 halaman saja.
Membaca novel ini tak jauh berbeda seperti membaca buku porno stensilan yang di zaman saya remaja dulu dijual secara gelap dan dibaca juga secara sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan orangtua. Buku yang menggambarkan adegan persenggamaan sebenarnya sudah ada dari zaman dahulu, namun level buku semacam ini tak lebih dari roman picisan yang membuat si pengarang dan pembacanya sama-sama malu diketahui orang. Ada sejumlah novel yang secara kontroversial mendapat pengakuan bernilai sastra di antaranya “Fanny Hill” oleh John Cleland, “Ulysses” oleh James Joyce, “Lady Chatterley’s Lover oleh D.H. Lawrence, “Lolita” oleh Vladimir Nabokov dan “The Tropic of Cancer” oleh Henry Miller.
Novel-novel tersebut sempat dilarang (banned) bertahun-tahun, meskipun sekarang kita dapat membelinya dengan bebas. Di novel ini juga digambarkan adegan erotik yang sangat grafis, namun masih “relevan” dengan konteks dan plot novel tersebut. Revolusi buku erotik ini meledak setelah terbitnya trilogi “Fifty Shades of Grey” yang ditulis seorang pengarang wanita, E.L. James yang sampai hari ini sudah terjual sebanyak 100 juta kopi. Saya sudah membaca trilogi yang pertama dan kedua, dan kesan saya buku ini secara vulgar mengeksploitasi naluri seksual mulai dari halaman pertama sampai halaman terakhir.
Rupanya kesuksesan “Fifty Shades of Grey” ini membuat pengarang lain berbondong-bondong mengikuti jejak E.L. James ini. Terbukti dengan terbitnya novel mini “The Ex Games” yang menunjukkan tren akan menjadi top bestseller pula. Plot ceritanya menurut pandangan saya sangat dangkal dan banal: Seorang gadis 18 tahun bernama Katie Raymond yang “kesemsem” dengan lelaki milioner yang ganteng berusia 35 tahun, Brandon Hastings. Si gadis berbohong bahwa dia berusia 22 tahun, dan setelah hubungan romantis ini berjalan beberapa bulan, si lelaki memutuskan hubungan setelah dia mengetahui bahwa Katie telah berbohong tentang usianya.
Dikisahkan setelah berjalan beberapa tahun, Katie telah meniti karier yang bagus sebagai manager, namun tak diduga perusahaan tempat dia bekerja dibeli oleh mantan kekasihnya (si eks) dan mereka bertemu lagi. Selanjutnya halaman demi halaman dipenuhi dengan segala macam adegan tempat tidur yang syur. Sesuai dengan judulnya “The Ex Games” alias permainan dengan sang mantan. Tak ada nilai pencerahan membaca buku ini dan seperti saya katakan di atas buku ini hanya memancing selera rendah manusia.
Beruntunglah orang Indonesia hanya sedikit yang “menguasai” bahasa Inggris, sehingga dapat dipastikan novel ini tidak akan menimbulkan keresahan dan kegaduhan masyarakat. Bagaimanapun juga, saya yang sudah sempat membaca trilogi yang pertama, sangat menyesalkan novel ini menjadi buku terlaris, karena menurut hemat saya ini adalah buku sampah. Saya membayangkan alangkah “mengerikan” dampaknya apabila buku semacam ini dibaca oleh kaum remaja. Ataukah memang telah terjadi pergeseran nilai-nilai moral dalam masyarakat, sehingga buku porno semacam ini dianggap “sah-sah” saja dan disejajarkan dengan novel berkelas. Saya cuma bisa berkomentar the world has turned upside down.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H