Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu...

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tautologi: Gaya Bahasa Lebay yang Lucu

30 Maret 2012   09:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:15 1827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13331002891068707691

[caption id="attachment_171783" align="aligncenter" width="553" caption="Street Road (ilust amazingdata.com)"][/caption]

Saya membaca berita di suratkabar nasional yang kira-kira berbunyi sebagai berikut: Duta Besar Belanda meletakkan krans bunga pada makam para pelaut Belanda yang gugur pada masa agresi Jepang. Kita memahami bahwa ‘krans’ bermakna ‘karangan bunga’, jadi dengan diberi embelan ‘bunga’, maka sebenarnya sudah terjadi kerancuan karena ini berarti secara implisit kata ‘bunga’ itu diucapkan dua kali. Inilah yang dinamakan dengan ‘tautology’, gaya bahasa yang tanpa disadari menyiratkan penyebutan kata 'kembar  siam' yang dalam bahasa anak muda bolehlah disebut dengan ‘lebay’.

Saya teringat gaya bahasa ayah saya yang gemar menggunakan diksi ‘dibunuh mati’. Mau tak mau saya tak dapat menahan geli mendengar istilah ‘dibunuh mati’ ini. Lha wong ‘dibunuh’ itu maknanya jelas ‘dibuat mati’, kenapa kok ditambah lagi dengan kata ‘mati’. Saya juga sering menjumpai istilah ‘tumor kanker’ dituliskan pada media cetak. Tumor itu sama dan sebangun dengan kanker, jadi benar-benar lebay si penulisnya ini. Anda barangkali juga pernah mendengar seseorang mengatakan ‘peristiwa ini terjadi pada pukul 16 sore. Ya ampun, semua orang juga tahu kalau jam 16 itu pasti sore. Lain soalnya, kalau dia mengatakan ’pada pukul 4 sore’, ungkapan ini benar dan bukan tautologis.

Dalam wacana mutakhir seringkali kita mengatakan ’berapa nomor PIN kamu?’ atau dalam bahasa Inggris biasa diucapkan dengan ’What’s your PIN number?’ Padahal kita mafhum bahwa PIN adalah akronim dari ’Personal Identification Number’. Jadi dengan mengatakan ’PIN number’ kita secara lebay sudah mengucapkan ’number’ sebanyak dua kali. Demikian pula kebiasaan mengatakan ’mesin ATM’ atau ’ATM machine’. Kita sudah lupa bahwa ATM sesungguhnya adalah kependekan dari ’Automatic Teller Machine’, sehingga dengan mengatakan ’ATM machine’, kata ’machine’ ini secara boros sudah diucapkan dua kali. Juga kebiasaan mengatakan ’virus HIV (HIV = Human Immunodeficiency Virus)’ dan ’memori RAM (RAM = Random Access Memory)’ merupakan contoh-contoh lain dari tautologi ini.

Juga ungkapan yang sudah kadung lazim tetapi sebenarnya bernada tautologis sering terlontar dari mulut kita semisal ’hadiah cuma-cuma’ (free gift), ’prioritas pertama’ (first priority), ’mengeluarkan bau aroma yang tak sedap’, saling baku tembak (saling = baku), tidak bergeming (bergeming = tidak bergerak), kawat behel (ini dari kata Belanda beugel yang bermakna ’kawat’), iring-iringan konvoi, kata password (kata = word), beaya ONH (beaya = ongkos). Dan dua frasa berikut ini adalah contoh tautologi yang sudah menjadi salah kaprah yang umum yaitu ’paling terbaik’ (paling = ’ter’) dan ’amat baik sekali’ (amat = sekali). Adakah contoh lain yang dapat Anda berikan mengenai tautologi ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun