Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Saya Membela Menko Polhukam Tedjo

27 Januari 2015   20:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:16 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah “rakyat yang tidak jelas” membuat Menteri Tedjo yang mantan Kepala Staf TNI-AL ini di-bully habis-habisan di media sosial. Sebagai sesama prajurit yang mempunyai jiwa korsa (esprit de corps), saya berpendapat bahwa beliau tidak bersalah mengucapkan kalimat itu. Di dalam kehidupan militer, khususnya TNI, kita mempunyai jargon (bahasa khas) yang dipakai nyaris setiap hari, sehingga jargon ini terpatri dalam memori setiap prjurit, bahkan setelah yang bersangkutan pensiun. Dan salah satu dari jargon ini adalah “yang tidak jelas” yang dari pengalaman saya selama menjadi anggota TNI-AD selalu terselip dalam arahan komandan kepada anak buahnya. Jargon “yang tidak jelas” ini sudah mengalami perluasan spektrum permaknaan seperti “yang tidak berguna”, “yang tidak terukur”, “yang tidak tepat”, “yang tidak tanggap”, “yang tidak baik” dan sebagainya. Kesalahan Menko Tedjo (kalau ingin disebut dengan kesalahan) adalah dia lupa bahwa jargon TNI ini tidak sama penerimaannya (acceptance) bilamana diucapkan dalam masyarakat sipil.

Cukup banyak jargon TNI ini yang bahkan tidak disadari oleh anggota TNI karena sudah taken for granted. Di zaman presiden SBY yang juga mantan tentara, ada jargon yang bahkan menjadi personal branding beliau yaitu istilah “Lanjutkan”. Jargon “lanjutkan” (atau “lanjut”) adalah salah satu ucapan yang boleh dibilang setiap hari masuk ke dalam telinga prajurit TNI dalam berbagai penugasan. Pada masa kepresidenan Soeharto yang juga jenderal TNI-AD, ada jargon militer Indonesia yang akhirnya diadopsi oleh masyarakat sipil yaitu istilah “petunjuk” dan “pengarahan”. Dalam kehidupan TNI sehari-hari sampai dengan kini, jargon “mohon petunjuk” selalu diucapkan oleh prajurit dengan pangkat lebih rendah kepada prajurit yang lebih tinggi pangkat. Tidak mengherankan, di zaman pak Harto, wacana “petunjuk bapak Presiden” dan “arahan bapak Presiden” sangat trending, khususnya bila diucapkan oleh Menteri Penerangan Harmoko. Di masyarakat sipil istilah “petunjuk” dan ‘arahan” ini terasa satiris (memicu orang untuk mengolok-olok), namun di dalam kehidupan militer istilah ini normal belaka, karena dalam organisasi militer yang menganut sistem rantai komando (chain of command), petunjuk dan arahan memang harus disampaikan oleh komandan kepada anak buahnya.

Saya mencoba untuk mengingat-ingat jargon-jargon militer lain yang sebagian malahan sudah diadopsi oleh masyarakat sipil. Misalkan ada kata “mohon ijin” dan “siap” yang tidak cuma menyiratkan makna leksikalnya, tetapi juga mengalami perluasan spektrum penggunaannya.Misalnya, kalau prajurit ingin bertanya atau menginterupsi kepada komandannya maka dia akan mengatakan “Mohon izin”. Juga istilah “Siap” tidak selalu menyatakan “kesiapan” untuk melaksanakan perintah, namun bisa juga diucapkan untuk meminta komandan untuk mengulangi perintahnya karena tidak terdengar dengan jelas. Yang sangat berkesan bagi saya adalah pada waktu berwisata ke Yogyakarta belum lama berselang. Tukang beca, pemandu wisata lokal, pelayan di restoran seringkali menjawab dengan “Siap” sebagai ganti kata “Ya”, persis seperti anggota tentara menjawab kepada komandannya.

Kalau dicermati, istilah “sterilisasi”, “posko” (pos komando), “alutsista” (alat utama sistem kesenjataan), “aman terkendali”, “kondusif”, “protap” (prosedur tetap), “hari H”, “ditanggulangi”, “sertijab” (serah terima jabatan) adalah sebagian jargon militer Indonesia yang sudah mengalami adaptasi ke dalam masyarakat madani. Bagaimana dengan jargon “yang tidak jelas” yang menimbulkan kehebohan baru-baru ini? Seperti yang saya utarakan di atas, kalau publik sudah lebih memahami “jiwa” dari jargon “yang tidak jelas” seperti halnya jargon-jargon militer lain yang sudah diakrabi publik, mungkin kegemparan ini tak akan terjadi. Tapi, saya akui, memang menjadi pejabat di era Jokowi ini sangat tidak mudah, karena dirinya bak disorot di bawah lensa mikroskop, kesalahan sekecil kuman pun bisa diekspos menjadi sebesar gajah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun