Untuk gugatan yang satu ini, Anda tak perlu pasang wajah angker dan pasang kuda-kuda untuk menangkis serangan melambung. Karena ini sekadar gugatan bahasa yang tidak masif, tidak terstruktur, dan tidak sistematis. Beberapa materi bahasa yang ingin saya gugat, juga kebetulan saja terjadi berbarengan dengan kegaduhan pilpres. Karena sifatnya tidak sistematis dan tidak terstruktur, mungkin Anda akan melihat saya akan melompat-lompat dalam pemaparan topik bahasan di sini. Saya menggugat memang tidak mengharapkan menang, karena slogan saya adalah “siap salah”.
Pertama, saya ingin menggugat soal pemakaian istilah “mantan”. Beberapa hari berselang, di media online saya membaca kalimat sebagai berikut: [Mantan Direktur Eksekutif Indonesia Network Election Survei (INES) Irwan Suhanto menengarai ada oknum partai politik yang mengintervensi survei mantan lembaganya itu. Irwan mencurigai rentang waktu survei yang amat singkat hingga hasilnya dipublikasikan oleh INES.] Perhatikan kata-kata yang tercetak dengan huruf tebal di atas, yaitu “mantan lembaga”. Saya merasakan ada sesuatu yang kurang pas di sini. Apabila “mantan” dipakai untuk “person” (orang), memang oke-oke saja, misalnya “mantan direktur, mantan presiden, mantan suami, mantan penculik, mantan pacar” dsb. Tapi bolehkan istilah “mantan” ini dipadukan dengan “non person”, seperti “rumah, kucing, sepeda motor”? Rasanya aneh dan lucu, kalau ada orang mengatakan “Ini mantan kucing saya” atau “Polisi menyita mantan sepedamotornya sebagai barang bukti”. Dalam KBBI, definisi “mantan” malah lebih “strict” lagi yaitu “bekas pemangku jabatan (kedudukan)”, misalnya dicontohkan “ia mantan gubernur yang sekarang aktif dalam kegiatan sosial”. Lantas apakah sebutan yang lebih layak untuk “non person” ini? Menurut saya cukup kita pakai “bekas”, misalnya “bekas sepeda motor saya”, “bekas rumah saya” dsb.
[caption id="attachment_335219" align="aligncenter" width="645" caption="penampakan (ilust detik.com)"][/caption]
Gugatan kedua saya adalah soal penyebutan “penampakan” yang lumayan trendi di media online, khususnya di detik.com. Misalnya “Inilah Penampakan Jokowi Saat Umrah”, “Inilah Penampakan Aksi dan Gaya Ahok Saat Sidak di Balai Uji Kir di Kedaung”, “Inilah Penampakan KRI Usman Harun yang Segera Tiba di Indonesia”, “Inilah Penampakan Mayat Pria di Dekat Kampus IISIP”. Menurut KBBI “penampakan” adalah (1) proses, cara, perbuatan menampakkan; (2) kehadiran atau kemunculan (tentang makhluk halus). Menurut pendapat saya, penulisan “penampakan” pada judul-judul di atas keliru, dan harus diganti dengan “penampilan”. Sebagai perbandingan dalam bahasa Inggris juga ada dua istilah yaitu “appearance” dan “apparition” yang keduanya berasal dari kata Latin apparere. “Appearance” dipakai untuk “benda nyata”, sedangkan “apparition” untuk “benda gaib/maya”. Dalam bahasa kita juga secara konvensi (hukum tak tertulis), digunakan “penampilan” untuk “benda-benda yang riel” dan “penampakan” untuk “benda-benda yang gaib” seperti hantu, makhluk halus, babi ngepet, kuntilanak dsb.
Hal yang ketiga yang ingin saya gugat, adalah kesalahan pengejaan istilah Inggris yang terjadi gara-gara penyelenggaraan pemilu presiden ini. Yang saya maksudkan adalah penulisan “quick count” yang diselewengkan menjadi “quick qount”. Kalau satu media online saja yang keliru menuliskannya barangkali masih bisa dimaafkan, namun kalau saya cermati di Google, cukup banyak media sosial, media online yang keblinger menuliskan “quick qount” ini, sehingga saya merasa perlu untuk digugat untuk dikembalikan kepada rel yang lurus. Kata Inggris lain yang saya tengarai sudah mulai dicoba-coba mau diselewengkan dalam suasana pilpres ini adalah penulisan “valid” yang diganti menjadi “falid”. Dan senyampang kita berbicara soal keakuratan berbahasa, saya juga ingin menggugat soal penulisan kata “antusiasme”. Seperti kita baca beberapa waktu yang lalu ada berita tentang “antusiasme warga negara Indonesia di luar negeri mengikuti pemilu presiden yang luar biasa besarnya”. Kita tahu kata “antusiasme” ini adalah loanword (kata serapan) dari bahasa asing, yaitu “enthusiasm” (bahasa Inggris) atau “enthousiasme” (bahasa Belanda). Sesuai dengan kaidah penyerapan bahasa asing, seharusnya dia dituliskan dengan “entusiasme”, bukan “antusiasme”. Itu menurut saya. Seperti yang saya utarakan di awal tulisan ini, bahasan ini tidak terstruktur dan tidak sistematis alias bicara “ngalor ngidul”. Kalau gugatan saya ini diketok palu dengan “permohonan ditolak”, saya akan mundur teratur sembari mengucapkan terima kasih.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H