[caption id="attachment_328628" align="aligncenter" width="640" caption="(ilust politiedeinzenzulte.be)"][/caption]
Salah satu minat saya pada saat berada di negeri kincir angin Belanda belum lama ini adalah mengamati billboard, reklame, peringatan pada rambu lalulintas yang tertulis dalam bahasa Belanda. Ini tak lain karena saya ingin membuktikan dengan mata kepala sendiri “kedekatan” bahasa Indonesia dan bahasa Belanda. Memasuki perbatasan Belgia – Belanda, saya menyaksikan dua buah billboard raksasa yang bertuliskan “Drinken en Rijden? Niet Grappig!” dan diapit oleh dua selebriti yang mengacungkan jempolnya ke bawah. Di sebelah kanan bawah ada tulisan dalam balon “Ik Bob Mee” (Saya ikut Bob).
“Drinken en Rijden? Niet Grappig!” bermakna “Minum dan Menyetir? Tidak Lucu!”. Ini adalah iklan layanan masyarakat yang berkampanye agar mereka yang minum minuman beralkohol tidak menyetir sendiri kendaraannya, karena sangat rawan terjadi kecelakaan. Perhatikan ungkapan “Niet Grappig” yang berpadanan dengan ungkapan dalam bahasa kita “Tidak Lucu”, manakala kita mau menyatakan ketidaksetujuan (disapproval) terhadap sesuatu perbuatan orang. Misalnya waktu melewati “security check” di bandara Abu Dhabi, semua ikat pinggang, jam tangan harus dilepas, saya sempat melontarkan gerutuan “Ah, gak lucu ini.” Konon, banyak yang terlupa untuk mengambil kembali ikat pinggangnya setelah melewati mesin x-ray dan baru teringat pada sabuknya setelah jauh meninggalkan check point karena celananya terasa melorot.
Pada billboard ini terbaca pula kata kunci “Ik Bob Mee” (Saya ikut Bob), di mana tokoh Bob ini menjadi ikon yang memberi nasehat untuk memanggil taksi, menggunakan sarana transportasi umum, atau menginap semalam, apabila Anda baru mengosumsi minuman keras (Een betrouwbare Bob kiezen, een taxi bellen, het openbaar vervoer nemen, ter plaatse overnachten). Bahkan, kata Bob ini menjadi kata kerja baru “bobben” yang bermakna “cari pendamping bilamana di bawah pengaruh alcohol.
[caption id="attachment_328629" align="aligncenter" width="605" caption="(dok pribadi)"]
Kata lain yang dahulu sangat tenar dipakai tempat-tempat perbelanjaan di negeri kita adalah “korting”. Kata “korting” ini sekarang mulai terdesak dengan istilah Inggris “discount” atau pengindonesiaan “diskon”. Kalau Anda lihat di gambar ini ada tulisan “tot 30 % korting” yang bermakna “diskon sampai 30 persen”. Pengumuman lain yang sempat saya rekam adalah tulisan “(Brom)fietsen worden verwijderd” (artinya: Sepeda (motor) akan dipindahkan). Di kota Amsterdam, memang banyak sekali sepeda dan juga sepeda motor, dan seringkali diparkir sembarangan. Jadi pengumuman ini sebetulnya mau mengatakan “sepeda (motor) dilarang parkir di sini”. Perhatikan cara unik penulisan “(brom) fietsen” yang merupakan gabungan dari “bromfietsen” dan “fietsen” (sepeda motor dan sepeda). Kita pun meniru gaya penulisan cara Belanda ini, misalnya “sepeda (motor)” atau “mobil baru (bekas)”. Bahkan kita lebih kreatif lagi dengan menuliskan “mahasiswa(i)”, “saudara(i)”, “wartawan(wati)”.
[caption id="attachment_328630" align="aligncenter" width="604" caption="(dok pribadi)"]
Inilah sekelumit catatan wisata bahasa selama saya berada di negeri Belanda. Banyak hal-hal yang menarik selama saya berada di Den Haag dan Amsterdam, namun saya harus mengucapkan “tot ziens” (sampai jumpa) waktu pesawat meninggalkan bandara Schiphol untuk membawa saya pulang ke tanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H