Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Napak Tilas Pembunuhan Presiden Kennedy

22 November 2012   09:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:51 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1353576379903014023

[caption id="attachment_217644" align="aligncenter" width="614" caption="Di depan Museum Sixth Floor (dok pribadi)"][/caption]

Hari ini, 49 tahun yang lalu, tepatnya 22 November 1963, Presiden Kennedy tewas ditembak di kota Dallas, Texas. Dia ditembak oleh Lee Harvey Oswald, mantan marinir yang dipecat, dari lantai enam gedung penyimpanan buku pelajaran (Texas School Book Depository), tempat dia bekerja. Tepat pada pukul 12.30 siang, Oswald memuntahkan tiga butir peluru ke arah Presiden Kennedy pada saat iringan voorrijder ini melintas di perempatan Jalan Elm dan Jalan Houston, di downtown kota Dallas. Dunia gempar setelah berita pembunuhan (yang disebut dengan assassination) ini tersiar ke seantero bumi.

Gedung penyimpanan buku sekolah berlantai enam ini sekarang menjadi museum sebagai saksi bisu peristiwa tragis yang bersejarah. Saya berkesempatan mengunjungi museum ini yang terkenal dengan sebutan ‘The Sixth Floor’ pada tahun 1992. Sebelum memasuki gedung ini, pemandu wisata sudah mewanti-wanti agar kita tidak mengambil gambar (memotret) selama berada di dalam gedung. Suasana angker sudah terasa begitu saya melewati pintu utama yang dilengkapi dengan metal detector. Petugas keamanan mempersilakan barang-barang bawaan untuk dititipkan dan kita dibekali seperangkat headphone yang akan memberi narasi tentang obyek-obyek yang diperagakan di dalam museum ini.

Di lantai enam gedung ini, saya menyaksikan senapan laras panjang Carcano berteleskop yang dipakai oleh Oswald untuk menembak Kennedy. Senapan ini bersama dengan artifak lainnya diperagakan di dalam bingkai kaca. Juga terpampang sekitar 400 foto yang berkaitan dengan rangkaian peristiwa pembunuhan ini, termasuk film bisu yang direkam oleh Zapruder pada detik-detik sebelum dan sesudah peristiwa penembakan tersebut.

Namun yang paling mengesankan bagi saya adalah pada saat berada di jendela berkaca di mana Oswald membidikkan senapannya ke iringan presiden yang melintas di depan gedung berwarna cokelat ini. Dari jendela ini saya bisa melongok ke bawah, ke arah jalanan dan ‘membayangkan’ diri saya seolah menjadi Oswald. Di sekitar jendela ini, tertumpuk kardus-kardus berisi buku untuk memberikan suasana otentik pada saat kejadian ini. Menurut cerita kronologis, setelah menembak Oswald menyembunyikan senapannya di bawah tumpukan kardus dan dengan tenang menuruni tangga. Di lantai dua, dia sempat berpapasan dengan seorang polisi, namun dibiarkan pergi setelah atasannya (supervisor) Roy Truly menerangkan bahwa Oswald adalah karyawannya. Dia dengan mulus turun ke lantai dasar dan ‘ngeloyor’ beberapa detik sebelum polisi memblokir gedung ini.

Cerita selanjutnya sudah menjadi sejarah yang klasik. Oswald ditangkap justru karena menembak mati polisi patroli J.D.Tippit 1,4 kilometer dari tempat kejadian. Yang lebih dramatis lagi adalah kurang dari 48 jam setelah kejadian, Oswald ditembak mati oleh Jack Ruby, pengelola nightclub, di kantor polisi di tengah-tengah pers yang sedang meliputnya. Sebelum meninggal, Oswald tetap bersikukuh menyangkal bahwa dia adalah pelaku penembakan terhadap presiden Kennedy dan polisi Tippit. Kematian Kennedy sampai saat kini tetap menyisakan misteri. Meskipun Warren team yang dibentuk untuk mencari fakta sudah menyimpulkan bahwa Oswald bekerja seorang diri dalam peristiwa pembunuhan Kennedy, banyak pihak yang masih meyakini bahwa ada komplotan besar di balik pembunuhan politik ini.

Salah satu bentuk keraguan dari teori Oswald sebagai pelaku tunggal adalah kesaksian adanya penembak gelap lainnya dari balik gundukan tanah yang ada di seberang gedung ini. Saya sempat melihat gundukan tanah yang menyerupai bukit kecil ini dan mencoba membayangkan kemungkinan tembakan dari arah bukit ini. Saya hanya membatin, inilah konsekuensi dari negara yang melegalkan kepemilikan senjata api, siapa pun dengan mudahnya menjadi pembunuh berdarah dingin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun