Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Merasa Ditipu dan Diperdaya, Namun Tak Berdaya

25 Desember 2011   11:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:46 1795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_151758" align="aligncenter" width="625" caption="(ilust melakacity.olx.com.my"][/caption]

Ini cerita pengalaman getir mengenai tagihan ponsel yang tiba-tiba membengkak berlipat kali. Saya adalah pelanggan Telkomsel Halo yang termasuk setia, karena manakala sebagian besar orang sudah berpindah ke telepon prabayar, saya masih tetap memberikan kesetiaan saya pada telepon pasca-bayar ini. Namun kesetiaan saya ini berbalas dengan kekecewaan yang mendalam, setelah saya mengetahui tagihan pemakaian pulsa yang melonjak sekitar enam kali lipat.

Karena merasa tidak ada perubahan yang menonjol dalam pemakaian ponsel dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, saya mendatangi kantor Grapari untuk mengajukan komplain. Dan di sinilah dimulainya frustrasi yang berkepanjangan. Petugas customer service membuat printout pemakaian pulsa yang saya keluhkan. Hurufnya kecil-kecil mengalahkan ukuran semut pudak. Pada intinya di situ tertera pemakaian sambungan internet melalui GPRS yang memberi andil terbesar atas pembengkakan tagihan saya ini. Yang tidak dapat saya terima dengan logika saya yang memang sangat awam soal IT ini adalah bulan-bulan sebelumnya saya juga ‘internetan’, namun tagihan tak pernah membengkak.

Saya juga tak mungkin untuk berargumentasi atau berdebat soal kesahihan printout ini. Pertama jelas sekali saya tak mungkin bisa mengingat kronologis kegiatan ber-internet-an (berapa kali dan berapa lama pada setiap harinya). Kedua karena keterbatasan penguasaan IT, saya tak mungkin menggugat mengenai pengenaan tarif dari browsing yang saya lakukan. Jadi bisa dianalogikan dengan anak SD yang berdebat dengan profesor, sudah bisa dipastikan anak SD ini akan kalah telak.

Saya disarankan untuk mengambil paket ’hemat’ internet, bilamana sering melakukan kegiatan internet dengan HP yang menurut saya juga tidak terhitung murah. Namun saran ini terus terang membuat saya ’gusar dalam hati’. Mengapa Telkomsel mengenakan tarif yang jauh lebih mahal pada pelanggan yang setia seperti saya, sementara pelanggan yang baru (umumnya yang prabayar) malah diberi fasilitas tarif yang murah. Mengapa tarif internet ini tidak diseragamkan saja (satu kategori saja)?

Bila saya runut dari nalar saya yang ’buta IT’ ini, pembengkakan tagihan ini terjadi setelah ribut-ribut soal SMS Premium di mana setahu saya banyak provider yang menghentikan jasa ini, karena menimbulkan protes dimana-mana. Setelah kehebohan ini, tagihan (billing) terlambat datang hampir satu bulan. Setelah tagihan muncul, saya dikejutkan dengan jumlah berlipat ganda yang harus saya bayar. Mau tak mau saya mempunyai kecurigaan, jangan-jangan untuk mengompensasi hilangnya income dari SMS premium ini, maka disulapnya tarif koneksi internet yang tak akan kasat mata pada pelanggan.

Saya mendapat saran dari keluarga untuk berhenti saja dari Telkomnet Halo dan menggunakan kartu prabayar saja. Dengan demikian kata mereka, saya akan bisa mengontrol pemakaian pulsa saya. Memang ini saran yang masuk akal, namun saya masih belum ingin ’menyerah’. Kesulitan besar yang saya alami, saya merasa sudah ditipu dan diperdaya, namun (celakanya) saya tak punya senjata untuk meng-counter-nya. Saya yakin ada something wrong dengan tagihan ini, namun saya tak berdaya membuktikannya.

Mungkin ada di antara sahabat Kompasiana yang bisa memberikan saran dan masukan bagaimana cara membuka misteri tagihan yang tak wajar ini. Membaca printout tak memuaskan hati saya, karena angka-angka ini tak menjelaskan apa-apa untuk saya. Saya merasa pada saat ini seperti korban SMS premium yang ujug-ujug tanpa diberi tahu atau dimintai persetujuan langsung disedot pulsanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun