Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Pria yang 'Gallant'

24 Februari 2010   17:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:45 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_81046" align="alignleft" width="257" caption="gallant"][/caption]

Waktu saya masih anak-anak berusia kira-kira 10 tahun, saya mendapat petuah dari tante saya yang sampai kini masih terus teringat di benak saya. Kata beliau : ” Menjadi seorang lelaki harus gallant !” Gallant memang agak sulit dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Dia menggambarkan suatu sikap seorang lelaki yang selalu menghormati, melindungi dan menyayangi wanita. Siapapun wanita itu ! Di dunia Barat dia sering digambarkan seperti seorang ksatria dalam baju zirahnya (knight in the shining armour) yang siap membebaskan putri raja dari kungkungan penjara di atas menara sebuah kastil. Namun tindakan gallant ini bukan cuma seperti dalam dongeng-dongeng tadi,melainkan dapat dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Seorang pria yang gallant akan segera bergegas membukakan pintu mobil dimana si wanita duduk sekalipun untuk itu dia harus memutari mobil dari arah sisi kemudi. Seorang pria yang gallant bilamana berjalan dengan seorang wanita akan mengambil sisi sebelah luar jalan untuk melindunginya dari serempetan kendaraan yang melaju. Seorang pria yang gallant akan memberikan tempat duduknya di dalam bus kepada seorang wanita yang tidak kebagian kursi. Dan banyak contoh-contoh lainnya.

Konsep gallant ini oleh sebagian orang kini dianggap ‘kuno’ bahkan dipandang sexist. Ada seorang wanita yang bahkan tersinggung diperlakukan dengan gallant. Alasannya sikap gallant ini secara implisit memosisikan wanita sebagai ‘kaum lemah’. Memang segala hal ini dipengaruhi oleh persepsi dan pengalaman hidup setiap orang. Waktu saya masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 5,bersama seluruh teman sekelaskami bertamasya ke suatu gunung. Dengan didampingi ibu guru, kami melakukan tracking menaiki dan menuruni bukit itu. Suatu saat, karena ada tanjakan yang cukup tinggi, saya harus mengulurkan tangan kepada ibu guru saya untuk membantunya naik. Sesudah saya berhasil menghantar ibu guru ke ketinggian, hal yang saya rasakan pada waktu itu seolah-olah ada halo di atas kepala saya. Sekalipun belum menjadi pria dewasa, saya benar-benar merasa seperti lelaki paling gallant di dunia. Sangat sulit dilukiskan kebanggaan saya pada waktu itu, tapi kira-kira seperti berada di surga ke tujuh. Apalagi ibu guru ini sangat cantik di mata saya.

Ada anekdot yang menyedihkan soal gallantry ini. Sepasang kekasih pria dan wanita sedang berjalan menyusuri jalan dan si pria melihat sebuah lubang selokan di hadapan mereka. Dengan sigap namun lembut berkatalah sang pria : ” Dik, hati-hati ada lubang di depan.” Itu ucapannya sebelum mereka menikah. Lima tahun setelah menikah, saat melihat lobang selokan si pria akan berteriak : ” Awas lubang !” Sepuluh tahun setelah menikah, si pria bahkan tidak melihat ada lubang di depan isterinya dan saat isterinya terperosok, dia malah menggerutu : ”Matamu kemana sih ? Masa lubang sebesar itu nggak kelihatan !”

Sekalipun ada yang menyepelekan konsep gallantry sebagai tindakan overacting, sesungguhnya secara kodrati baik pria maupun wanita menyukainya. Seorang pria selalu merasa bangga bak seorang pahlawan bilamana dia bisa melindungi wanita, demikian sebaliknya wanita dalam lubuk hatinya yang terdalam akan merasa kagum melihat seorang pria yang begitu perhatian kepadanya. Ungkapan yang masih sering kita dengar yaitu ’Ladies first’ apabila tidak dikontaminasi oleh beragam ideologi sexism, sebetulnya adalah salah satu bentuk gallantry yang indah. Saya masih teringat sebuah iklan televisi di tahun 80an yang menggambarkan sepasang kekasih yang menyeberangi jalan. Pada saat akan menyeberang sang pria berada di sebelah kanan si wanita karena arus kendaraan datang dari sebelah kanan. Saat tiba di median jalan, maka sang pria berubah posisi di sebelah kiri sang wanita, karena sekarang arus kendaraan datang dari kiri. Alangkah indahnya melihat pemandangan seperti ini ! Seakan-akan pria ini berkata : aku akan selalu melindungi dirimu setiap saat. Ach,mengapa saya menjadi romantis ya ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun