[caption id="attachment_289662" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Setiap bahasa mempunyai kaidah sendiri di dalam menentukan susunan (urutan) kata-kata dari suatu kalimat yang disebut dengan sintaks. Termasuk di dalamnya adalah pembentukan kata majemuk yang berlawanan seperti ‘hidup mati’, tinggi rendah’, jauh dekat’, ‘jiwa raga’, ‘baik buruk’ dan sebagainya. Kata majemuk ini nampaknya tak ada yang istimewa bagi kita, karena sudah sedemikian lazimnya kita ucapkan dan kita dengar. Tapi pernahkah Anda terpikir, mengapa kita mengatakan ‘jiwa raga’ dan bukan ‘raga jiwa’? Di sinilah peran sintaks dari suatu bahasa dapat jelas terlihat.
Saya pernah membaca suatu buku menarik yang membandingkan ‘gaya’ kata majemuk ini pada bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Ternyata dalam jumlah yang cukup menonjol kedua bahasa ini saling bertolak belakang dalam merangkai kata majemuk. Misalnya ada kata majemuk ‘min en meer’ (min = kurang, meer = lebih) yang dalam bahasa Inggris dikatakan dengan ‘more or less’. Jadi berbalikan penyebutannya meskipun maknanya persis sama. Bagaimana ‘posisi’ bahasa Indonesia dalam pembentukan kata majemuk berlawanan ini, ikut kiblat bahasa Belanda ataukah bahasa Inggris?
Saya cenderung mengatakan bahwa bahasa Indonesia banyak menganut pola bahasa Belanda dalam bentukan kata majemuk ini. Nanti bisa kita lihat pada sejumlah contoh kata majemuk baik dalam khazanah bahasa Inggris, Belanda dan Indonesia. Pertama kita kaji kata majemuk ‘jiwa raga’ yang nyaris tak pernah diucapkan dengan ‘raga jiwa’. Dalam bahasa Belanda disebut dengan ‘ziel en lichaam’ (ziel = jiwa, lichaam = raga). Namun dalam bahasa Inggris disebut dengan ‘body and soul’.
Ada pula istilah ‘hidup atau mati’ yang dalam bahasa Belanda disebut dengan ‘levend of dood’ (levend = hidup, dood = mati), yang dalam ungkapan Inggris berkebalikan menjadi ‘dead or alive’. Lantas kita juga ada ungkapan ‘siang malam’ yang dalam bahasa Belanda dinyatakan dengan ‘dag en nacht’ (dag = siang, nacht = malam), yang dalam bahasa Inggris diputar balik menjadi ‘night and day’.
Penyakit mulut dan kuku yang menyerang pada ternak sapi, dalam bahasa Belanda dinamakan dengan ‘mond en klauwzeer’ (mond = mulut, klauw = cakar/kuku), sedangkan dalam bahasa Inggris dengan urutan terbalik disebut dengan ‘foot and mouth disease’. Istilah ‘panah dan busur’ dalam ungkapan Belanda disebut dengan ‘pijl en boog’ (pijl = panah, boog = busur), dan secara terbalik disebut dalam bahasa Inggris dengan ‘bow and arrow’. Pun istilah ‘pasang surut’ secara terbalik disebut dalam bahasa Inggris dengan ‘ebb and flow’ (ebb = surut, flow = pasang). Kita tak pernah mengucapkan ‘surut pasang’ bukan, sekalipun sesungguhnya maknanya sama.
Ungkapan lain ‘ke sana kemari’ dalam bahasa Belanda dinyatakan dengan ‘heen en weer (heen = ke sana, weer = kemari), sedangkan dalam bahasa Inggris berbalik menjadi ‘back and forth’. Kalau kita mengikuti cara ungkapan Inggris ini, tentunya dia akan menjadi ‘kemari ke sana’. Istilah ‘rumah tangga’ dalam bentuk yang menyerupai disebut dalam bahasa Belanda ‘huis en haard’ (huis = rumah, haard = perapian) yang dalam ungkapan Inggris juga terbalik diucapkan dengan ‘hearth and house’.
Kata majemuk berlawanan dalam bahasa kita nampaknya banyak kesamaan sintaks dengan bahasa Belanda, mungkin karena pengaruh penjajahan yang cukup lama. Namun ‘kaidah’ ini tak berlaku absolut, karena ada pula ungkapan yang berselaras di antara ketiganya, misalnya idiom ‘hitam putih’ yang dalam bahasa Inggris dikatakan dengan ‘black and white’ dan dalam bahasa Belanda dengan ‘zwart wit’.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H