Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Makna Bahasa Palembang "Gerot"

24 Oktober 2016   13:39 Diperbarui: 24 Oktober 2016   15:36 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pagi ini, saya berbincang dengan isteri tentang seorang kenalan yang akhir pekan ini akan melangsungkan resepsi pernikahan anaknya. Pesta ini akan diselenggarakan secara besar-besaran dan supermewah karena yang bersangkutan adalah orang yang terpandang. “Pastilah”, ujar isteri saya, “dia orang gerot”. Meskipun sudah lumayan lama bermukim di Palembang, kata “gerot” (pelafalannya persis seperti penulisannya) baru pertama kali saya dengar. Lantas apa makna “orang gerot” ini? Artinya “orang besar” jelas isteri saya.

Mungkin dari bahasa Belanda, tambah isteri saya. Naluri bahasa saya langsung terpicu. Ya, tak pelak lagi kata “gerot” ini dari bahasa Belanda “groot” yang bermakna “besar”. Sudah barang tentu, huruf “g” pada kata “groot” ini tak dilafal sama dalam bahasa Belanda. Dalam bahasa Belanda, “g” dilafalkan dengan suara tenggorokan (guttural) menyerupai bunyi “h”. Karenanya, “beugel” (kawat gigi) dalam wacana lisan sering diucapkan orang dengan “behel”. Saya tak tahu apakah “gerot” ini khas (spesifik) kata serapan pada bahasa Palembang, ataukah juga ada pada bahasa daerah lainnya.

Bicara “gerot”, saya kok lantas teringat dengan kata dalam bahasa Surabaya yaitu “gerang”. “Gerang” juga menyiratkan makna “besar” namun sering dipakai dengan nada yang melecehkan. Biasanya, “gerang” ini dipakai untuk merujuk pada orang yang berbadan besar tetapi masih bertingkahlaku seperti anak kecil. Mungkinkah “gerang” ini serapan pula dari kata Belanda “groot”. Sangat mungkin, kata saya. 

Mirip seperti kata “grappig” (bermakna ‘ramah, suka bergurau’) yang lantas diserap oleh bahasa Jawa menjadi “grapyak” (bermakna ‘pandai bergaul’). Juga kata Belanda “grendel” (pengunci pintu) yang diserap ke bahasa kita menjadi “gerendel”. Pun kata Belanda “gieter” (bejana air yang mempunyai corong berlubang-lubang untuk menyiram tanaman) yang dalam bahasa Jawa Surabaya disebut dengan “kiter”. Dalam bahasa Inggris, dia dinamakan “watering can” atau “sprinkling can”.

Mudah-mudahan catatan singkat tentang serapan bahasa Belanda ke dalam bahasa daerah ini dapat sedikit menambah wawasan kita akan ragam bahasa nusantara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun