Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kritik Bahasa Pada Suratkabar Kompas

16 September 2014   20:44 Diperbarui: 4 April 2017   16:45 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411955677907717166

[caption id="attachment_344969" align="aligncenter" width="570" caption="(ilust kompas epaper)"][/caption]

Ini sentilan yang sudah lama ingin saya kemukakan, namun karena sering lupa, baru sekarang saya tuangkan dalam tulisan. Perihal yang mau saya bincangkan adalah menyangkut istilah Inggris (biasanya kata majemuk) yang seharusnya ditulis “disambung”, namun oleh Kompas dituliskan dengan “dipisahkan” sebagai dua kata. Untuk jelasnya, saya langsung berikan beberapa contoh (yang sempat saya ingat) antara lain: “bail out”, “kick back”, dan “extra ordinary”. Padahal, sesuai dengan kaidah baku, istilah-istilah di atas seharusnya ditulis dengan “bailout”, “kickback” dan “extraordinary”. Jadi pada ketiga istilah ini, kita harus menuliskannya dengan “disambung” (closed), bukan “dipisah” (open) atau diberi garis sambung (hyphenated).

Bail out” memang bisa ditulis “terpisah”, kalau dia berfungsi sebagai kata kerja (verb), demikian pula halnya dengan “kick back” bisa ditulis “terpisah” kalau dia berperan sebagai kata kerja. Namun sebagai kata benda (noun), dua istilah ini harus dituliskan “disambung” yakni “bailout” dan “kickback” (artinya ‘suap/sogok’). Akan halnya “extraordinary” yang cuma punya satu fungsi yaitu sebagai kata sifat (adjective), mutlak harus disambung, tak boleh kita eja dengan “extra ordinary”. Ada sejumlah kata majemuk (compound) Inggris lainnya yang sering salah dituliskan oleh Kompas, namun karena saya tak mencatatnya, belum bisa saya paparkan di sini.

Berkaitan dengan persoalan “dipisah” atau “disambung” ini, saya jadi teringat dengan bahasa kita sendiri. Ini hal yang nampaknya sepele, namun menurut hemat saya perlu di-address (saya kesulitan mencari padanan Indonesianya, apakah bisa diberi padanan dengan ‘digarap’?), karena banyak kerancuan di sana. Anda tentu sudah sering membaca di koran, penulisan istilah “wali kota” (dipisahkan) dan bertanya dalam hati mengapa tidak dituliskan dengan “walikota” (disambung). Saya berpendapat, sebagai satu entitas, “walikota” seharusnya ditulis “disambung”, bukan “dipisahkan”. Ini memang berbeda dengan penulisan “wali murid” atau “wali guru” (dipisahkan), karena dalam kasus ini ada dua entitas yang berdiri sendiri-sendiri (yaitu ‘wali’ dan ‘murid’).

Permasalahan “dipisah” atau “disambung” ini lebih runyam lagi dalam penulisan nama kota-kota di negeri kita ini. Tak ada kaidah yang bisa dijadikan sandaran, sehingga terasa asal-asalan saja penulisan. Saya berikan contoh penulisan nama kota di Indonesia yang “dipisahkan”, antara lain: Lubuk Linggau, Pagar Alam, Sungai Liat, Muara Enim, Tanjung Pandan, Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, Pangkalan Bun, Padang Panjang. Namun di sisi lain, kita temukan penulisan nama kota yang “disambung”, antara lain: Kayuagung (Sumsel), Baturaja (Sumsel), Bukittinggi, Pekanbaru, Palangkaraya. Saya mempunyai argumentasi mengingat nama kota ini merupakan satu kesatuan entitas, maka sebaiknya kita tuliskan dengan “disambung”. Jadi seyogianya kita menuliskan dengan “Pagaralam”, bukan “Pagar Alam” karena kita tidak sedang berbicara tentang “pagar yang ada di alam”, pun demikian kita sepatutnya menuliskan “Sungailiat”, bukan “Sungai Liat”, karena kita tidak merujuk pada “sungai yang banyak tanah liatnya” (harap dicamkan, Sungailiat adalah nama kota, bukan nama sungai).

Demikian juga seterusnya dengan nama kota yang diawali dengan “Tanjung” menurut pendapat saya harus disambung, bukan dipisah, karena kita bukan sedang membicarakan soal “tanjung” (semenanjung), tapi soal kota. Maka dari itu, harus kita tuliskan dengan kota “Tanjungpandan (ibukota Belitung), dan Tanjungpinang (ibukota provinsi Riau).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun