[caption id="attachment_277514" align="aligncenter" width="518" caption="Ilustrasi/ Kampret (Ipung Surya Perdana)"][/caption] Kosakata ‘amper’ dalam Bahasa Belanda yang sangat mirip dengan kata Melayu ‘hampir’ merangsang keingintahuan saya untuk menelisik lebih jauh sesungguhnya berapa banyak kata Melayu yang terserap masuk ke dalam bahasa Belanda. Kata Melayu yang terserap ke dalam bahasa Belanda tidak selalu mempunyai denotasi dan konotasi yang sama. Kata ‘amper’ sebagai salah satu contohnya, bermakna ‘hampir tidak’ (bahasa Inggris: scarcely, barely). Kalimat ‘hij kon amper schrijven’ bermakna ‘dia hampir tidak dapat menulis’. Menurut kajian Colloquium Neerlandicum 13 (tahun 1997), ada sekitar 400 kata Melayu yang terserap masuk ke dalam bahasa Belanda. Contoh-contoh kata serapan ini membuat saya terperangah, karena banyak sekali yang di luar dugaan saya.
Ambillah contoh kosakata ‘kakkies’ yang diambil dari kata Melayu ‘kaki’, sehingga dalam wacana bahasa Belanda ada idiom (ungkapan) ‘op blote kakkies’ yang bermakna ‘dengan kaki telanjang’ (bloot = telanjang). Lalu ada kata ‘kras’ yang diambil dari kata Melayu ‘keras’, dan ada kalimat ‘dat is al te kras gezegd’ (perkataan itu terlalu keras). Kalau orang Belanda mengatakan ‘dat is niet mijn pakkie-an’ itu bermakna ‘itu bukan bagian saya’, karena kata ‘pakkie-an’ ini memang diserap dari kata Melayu ‘bagian’. Maksudnya adalah ‘itu bukan lingkup wewenang dan tanggung jawab saya’.
Kata ‘pisang’ juga diserap ke dalam bahasa Belanda, namun dia bernada peyoratif (menghina) dalam ungkapan ‘de pisang zijn’ atau ‘een rare pisang’ yang bermakna ‘orang nyentrik’. Kata ‘branie’ yang diserap dari kata Melayu ‘berani’ juga mengalami perubahan denotatif dan konotatif. Dalam bahasa Belanda ‘branie’ bermakna ‘nekat/berani mati’ dan ‘pongah/arogan’. Jadi kalimat ‘Wat een branie’ bermakna ‘Alangkah soknya orang itu’.
Kata ‘piekeren’ yang diambil dari kata Melayu ‘pikir’ juga mengalami perubahan makna. Kata ‘piekeren’ lebih menjurus kepada makna ‘kepikiran’ (bahasa Inggris: worry atau brood), misalnya pada kalimat ‘je mout niet zo piekeren’ (kamu jangan terlalu memikirkan hal itu) atau ‘ik pieker er niet over’ (saya tidak memikirkan soal itu/ saya tidak memusingkan soal itu). Demikian pula kata ‘pienter’ yang diserap dari kata Jawa ‘pinter’ mengalami konotasi yang agak melecehkan (peyoratif) yaitu bermakna ‘cerdik’ atau ‘licik’, misalnya pada frasa ‘een pientere oogjes’ (mata/pandangan yang licik).
Ada kata yang menarik yaitu ‘passagieren’ yang diambil dari kata ‘pesisir’. Kata ini sudah berubah maknanya menjadi ‘turun kapal untuk berlibur’ (go on shore leave). Mungkin pelaut-pelaut Belanda yang sudah merapat di pelabuhan di tanah Melayu sering mendengar kata ‘pesisir’ ini, sehingga terbitlah istilah ‘passagieren’ ini. Ada pula kata ‘soebatten’ yang diserap dari kata ‘sobat’ namun maknanya berubah menjadi ‘merengek/merongrong’ (bahasa Inggris: nag at, pester). Mungkin mereka melihat kalau sobat biasa dimintai pertolongan pasti akan mengabulkannya, sehingga lahirlah kata ‘soebatten’, misalnya pada kalimat ‘na lang soebatten kreeg hij het eindelijk gedaan’ (setelah lama merengek, akhirnya dia mendapatkan apa yang diminta).
Percayakah Anda bahwa dalam kosakata Belanda juga ada ‘soesa’ yang maknanya hampir mirip dengan istilah ‘susah’. Misalnya ada kalimat ‘maak geen soesa’ (jangan dibikin susah) atau ‘daar krijg je maar soesa mee’ (itu cuma bikin susah kamu saja). Dan juga ada kata ‘negorij’ yang diambil dari kata Melayu ‘negeri’ yang bermakna ‘dusun’ (bahasa Inggris: native village).
Rupa-rupanya kata serapan dari bahasa Melayu bukan sekedar ‘atjar, bami, katjang, ketjap, kroepoek, sambal, loempia, prauw (perahu), rimboe (rimba), klapper (kelapa) yang selama ini saya asumsikan, tetapi masih banyak lainnya. Angka empat ratus kosakata Melayu yang diserapnya cukup lumayan jumlahnya bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H