Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Istilah "Diabetesi", Salah Kaprah Tapi Rapopo

29 Juni 2014   22:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:15 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1404031607991253801

[caption id="attachment_331321" align="aligncenter" width="604" caption="(ilust kompas.com)"][/caption]

Istilah “diabetesi” yang berdefinisi “penderita diabetes” (menurut KBBI edisi IV) menarik perhatian saya, setelah seorang sahabat Kompasianer Goodgrade mempertanyakan kesahihan istilah ini. Setelah saya tilik pada berita online, memang istilah ini lumayan sering dipakai seperti misalnya pada judul di kompas.com dengan “Gula Darah Diabetesi Bisa Normal Kembali?”, atau pada sinarharapan.com dengan judul “Tiga ‘J’ Untuk Pola Makan Diabetesi”. Dari konteks kalimat pada judul-judul ini tak diragukan bahwa istilah “diabetesi” mengacu pada “penderita diabetes” seperti yang juga dimaknai oleh KBBI di atas.

Patut dipertanyakan dasar pembentukan istilah “diabetesi” ini. Bilamana kita melihat pada istilah bahasa Inggris, maka “orang yang menderita diabetes” (a person who has diabetes) disebut dengan “diabetic”. Sesuai dengan kaidah penyerapan dari bahasa asing, seyogianya kata ini menjadi “diabetik” dalam bahasa Indonesia. Namun “anehnya” pada KBBI edisi termutakhir “diabetik” didefinisikan dengan “diabetes” yang berarti baik “diabetes” maupun “diabetik” merujuk pada “penyakitnya” bukan pada “penderitanya”. Saya coba-coba mencari istilah “diabetecian” yang kemungkinan menjadi dasar terbitnya istilah “diabetesi”, namun ternyata istilah ini tidak ada/tidak eksis pada kamus.

Berkaitan dengan dengan akhiran (suffix) “isi” atau “esi” ini, memang ada sesuatu yang sedikit mengganjal. Mana yang baku istilah “politikus” atau “politisi”, “musikus” atau “musisi”, “akademikus” atau “akademisi”, “klinikus” atau “klinisi”, “teknikus” atau “teknisi”? Dahulu karena kita lebih condong menyerap dari bahasa Belanda, maka istilah “politikus” (dari bahasa Belanda ‘politicus’), “musikus” (‘musicus’), “akademikus” (‘academicus’), “klinikus” (‘clinicus’) yang dipakai. Sekarang nampaknya terjadi perubahan kiblat bahasa condong kepada bahasa Inggris sehingga lebih sering digunakan “politisi” (bahasa Inggris ‘politician’), “musisi” (‘musician’), “akademisi” (‘academician’), “teknisi” (‘technician’) dsb.

Yang repot (kalau boleh dibilang repot), pada KBBI edisi terbaru ini, kedua istilah ini sama-sama direstui. Tak ada diberi lambang → untuk menandai bahwa kata yang satu adalah bentuk baku dan kata lainnya adalah bentuk nirbaku. Saya tengarai, ambiguitas inilah yang mengakibatkan kelahiran istilah “diabetesi” di atas. Pada kamus bahasa Belanda yang mumpuni Van Dale Groot Woordenboek saya jumpai kata “diabeticusyang dimaknai dalam bahasa Inggris dengan “diabetic”, jadi dia adalah “penderita diabetes”. Jadi seandainya kita indonesiakan menjadi “diabetikus” boleh-boleh saja, meskipun terus terang saya pribadi jarang mendengar istilah ini. Perkiraan saya (yang mungkin juga keliru), karena publik ramai-ramai mengkonversi “tikus” menjadi “tisi”, maka digeneralisasikan (dihantam-kromo) “diabetikus” diubah menjadi “diabetesi”. Padahal seperti saya kemukakan di atas kata “diabetecian” ataupun “diabetician” sama sekali tak ditemui pada kamus Inggris mana pun. Saya mengecek juga pada kata Latin (yang banyak menjadi basis istilah kedokteran) dan tak dijumpai kata ini.

Lantas sebaiknya bagaimana sikap kita menghadapi istilah “diabetesi” ini? Apakah kita perlu banting setir memakai istilah “diabetik” (sesuai dengan istilah Inggris ‘diabetic’)? Ada sedikit catatan yang perlu saya sitir di sini menyoal “diabetic” ini. Pada salah satu laman bahasa dikatakan, Rather than talking about a diabetic or diabetics, it is better to talk about a person with diabetes, people with diabetes (Ketimbang mengatakan ‘diabetik’, lebih baik kita menyebutnya dengan ‘orang dengan diabetes’). Saya teringat dengan istilah ODHA (orang dengan HIV AIDS). Namun menimbang pendapat orang yang mengatakan bahasa Indonesia bersifat sangat plastis, saya pikir istilah “diabetesi” yang sudah terlanjur ini kita terima saja. Atau kalau dalam jargon politik yang sedang hiruk pikuk sekarang ini “rapopo”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun