Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Gara-gara Video Ahok, Kita Mendadak Suka Bahasa Indonesia

14 November 2016   05:51 Diperbarui: 15 November 2016   12:10 1771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: istimewa

Pidato Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di Pulau Seribu ternyata menimbulkan kegemparan yang luar biasa. Mendadak pula kita menjadi tertarik dengan Bahasa Indonesia. Maka tiba-tiba semua orang tertarik dengan diksi, sintaksis dan semantik. Bahasan yang paling mengemuka adalah frasa 'dibohongi pakai kitab suci' tidak sama dengan 'dibohongi kitab suci'. Sebagaimana kita maklumi bersama frasa ini adalah bentuk dari kalimat pasif karena ada awalan 'di' pada kata kerjanya. Sebagian besar orang bersetuju bahwa kedua frasa ini tidak sama. Namun, tak lama kemudian ada kontestasi yang menanyakan (juga dengan analogi bentuk kalimat pasif) apakah 'ditusuk pakai jarum' berbeda makna dengan 'ditusuk jarum'. Kita pun menjadi bingung dengan dua argumentasi yang sama-sama masuk akal ini.

Sesungguhnya, pada tataran bahasa ini kita sedang membahas tentang kata depan (preposisi). Seperti pada Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia memiliki sejumlah kata depan seperti 'di', 'pada', 'oleh', 'dengan', dan sebagainya. Dari sekian banyak kata depan itu ada sesuatu yang khusus pada kata depan 'oleh', yaitu dia boleh dicantumkan boleh tidak. Boleh dipakai, boleh dihilangkan. Misalnya, 'saya dipukul oleh ibu' dapat kita katakan dengan 'saya dipukul ibu'. Pada frasa 'dibohongi kitab suci' sebenarnya ada kata depan yang tidak tampak (tapi dibenarkan) yaitu 'oleh'. Jadi, frasa ini sesungguhnya berbunyi 'dibohongi oleh kitab suci'. Dengan demikian, menjadi semakin jelas bahwasanya 'dibohongi pakai kitab suci' tidak sama maknanya dengan 'dibohongi oleh kitab suci'.

Lantas bagaimana penjelasan dengan 'ditusuk pakai jarum' dan 'ditusuk jarum'? Bukankah keduanya sama makna? Kita berbicara lagi soal kata depan, dalam hal ini kata depan 'dengan'. Frasa 'ditusuk jarum' sebenarnya adalah penyingkatan dari frasa 'ditusuk dengan jarum'. Bolehkah kata depan 'dengan' dihilangkan seperti halnya pada kata depan 'oleh' seperti yang sudah dijelaskan di atas? Sesungguhnya, menurut kaidah Bahasa Indonesia yang benar, kata depan 'dengan' ini tidak boleh dihilangkan. Ini adalah pengaruh dari bahasa daerah (khususnya Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa) yang masuk dalam wacana Bahasa Indonesia, sehingga akhirnya penghilangan kata depan 'dengan' pada kalimat pasif ini dianggap benar. Saya tekankan di sini 'dianggap benar' bukan 'dibenarkan'. Oleh karena frasa 'ditusuk pakai jarum' berselaras makna dengan 'ditusuk dengan jarum', maka orang membuat premis bahwa bahwa 'ditusuk pakai jarum' sama makna dengan 'ditusuk jarum'.

Dihadapkan pada kemungkinan dua kata depan yang dihilangkan pada sebentuk kalimat pasif ini memang membuat sebagian orang menjadi bingung, mana yang akan dipraanggapkan. Apakah kata depan 'oleh' (yang direstui oleh kaidah bahasa Indonesia) atau kata depan 'dengan' (yang tidak direstui oleh kaidah Bahasa Indonesia)? Bilamana kita berpegang teguh pada kaidah Bahasa Indonesia di atas, sesungguhnya tidak ada keraguan bahwa yang akan dianut adalah kata depan 'oleh'. Kalau pada bentuk kalimat pasif penghilangan kata depan 'dengan' ini masih 'ditolerir', maka pada kalimat aktif terlihat dengan sangat gamblang bahwa kata depan 'dengan' ini tidak boleh dan tidak mungkin dihilangkan. 'Makan dengan sendok' tidak mungkin disingkat menjadi 'makan sendok', karena maknanya menjadi sangat berbeda.

Kesimpulannya, polemik antara dua kubu yang mempertentangkan kesamaan arti pada frasa kalimat pasif dengan kata 'pakai' atau tanpa kata 'pakai' sudah dapat diklarifikasikan. Manakala ada penghilangan kata depan pada sebuah kalimat pasif, sudah dapat dipastikan kata depan yang dihilangkan tersebut adalah 'oleh'. 'Dibohongi dokter' berselaras dengan 'dibohongi oleh dokter', 'dipukul preman' berselaras dengan 'dipukul oleh preman', dan 'ditusuk jarum' berselaras dengan 'ditusuk oleh jarum' (ini memang diksi yang aneh karena jarum adalah benda mati). Oleh karenanya, 'ditusuk pakai jarum' memang berbeda dengan 'ditusuk jarum'. 

Kembali pada persoalan pokok di atas, maka sudah sangat jelas 'dibohongi pakai kitab suci' berbeda dengan 'dibohongi kitab suci'. Dalam Bahasa Inggris, kata depan ini tak pernah boleh dihilangkan, sehingga kita dapat menangkap makna dengan jelas. Untuk kalimat pasif, misalnya ada kata depan 'by' atau 'with', sehingga menjadi sangat gamblang perbedaannya manakala orang mengatakan 'deceived with the holy book' atau 'deceived by the holy book'. Yang satu menyiratkan buku suci dipakai sebagai sarana untuk mengelabui, sedangkan yang satu lagi menyiratkan bahwa buku suci itu yang mengelabui.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun