E. coli (source Shannon D Manning)
Mungkin E. coli adalah nama bakteri yang paling dikenali oleh orang awam diantara nama-nama bakteri berbahasa Latin lainnya yang rumit-rumit. Dia adalah penyebab penyakit muntaber ( diarrhea) yang acapkali menimbulkan ledakan kasus ( outbreak ) di tanah air kita. E. coli yang merupakan penyingkatan dari Escherichia coli sebenarnya adalah bakteri yang dari dahulu kala sudah ada di dalam tubuh manusia khususnya di dalam sistem pencernaan dan tidak menimbulkan penyakit. Bakteri ini ditemukan oleh seorang seorang pakar bakteriologi Jerman bernama Theodor Escherich pada tahun 1885. Sebagian besar dari ratusan jenis E. coli ini hidup di dalam saluran pencernaan manusia tanpa menimbulkan gangguan dan ‘hidup rukun’ ini dinamakan commensalism.
Namun pada tahun 1982 terjadi kegemparan di kalangan medis, karena E. coli ini sudah mengalami mutasi (perubahan sifat) dan menimbulkan letupan kasus diare di Oregon dan Michigan (AS) dengan 47 orang penderita dewasa dan anak-anak. Dari hasil pemeriksaan laboratorium awal mulanya petugas kesehatan mengalami kebingungan karena tidak ditemukan bakteri patogen (yang menyebabkan penyakit) dan hanya didapatkan bakteri E. coli yang memang dianggap lumrah berada di saluran cerna. Dari penelitian yang lebih teliti akhirnya ditemukanlah E. coli O157 sebagai biang kerok diarea yang disertai perdarahan ini. Di tahun 1982 ini sumber penularannya adalah daging yang tercemar pada hamburger di restoran MacDonald.
Dewasa ini muntaber yang disebabkan oleh E. coli O157 merupakan salah satu penyakit yang paling banyak mengakibatkan kematian pada anak balita (bawah lima tahun) dan pada tahun 1996 tercatat sebanyak 1,9 juta kematian di seluruh dunia. E. coli yang sudah teridentifikasi ada 173 jenis dan klasifikasinya didasarkan pada polisakarida yang ada pada kapsul sel bakteri ini. Penggolongan ini dinamakan serotype dimana pada E. Coli didapatkan jenis O1 sampai O173. Dengan demikian maka E. Coli O157 yang terkenal ini masuk dalam penggolongan serotype ke 157.
E. coli termasuk bakteri gram negatif. Untuk mempermudah identifikasi bakteri maka kita mengenal dua golongan besar yaitu gram positif dan gram negatif. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Christian Gram seorang dokter muda Denmark yang memberi pewarnaan methyl violet dan larutan yodium pada bakteri. Bakteri yang berubah warna menjadi ungu disebut dengan gram positif sedangkan yang tidak menyerap warna dinamakan gram negatif. Virulensi (keganasan) E. coli O157 ini terletak pada zat racun (toxin) yang diproduksinya yang diberi nama Shiga toxin. Toksin ini mempunyai daya rusak yang sangat kuat pada sel endotel (sel pelapis) organ dalam tubuh kita sehingga menimbulkan perdarahan. Bahkan pada kasus yang terlambat ditangani dapat menimbulkan komplikasi hemolytic uremic syndrome (HUS) yang berakibat pada gagal ginjal (kidney failure).
Pengobatan muntaber akibat E. Coli ini selain dilaksanakan pemberian cairan ( ORT/Oral Rehydration Therapy) juga diberikan antibiotika. Namun karena seringnya penyalah-gunaan antibiotika ini maka selalu terjadi kekebalan ( resistance ) sehingga dikembangkan antibiotika lini kedua, ketiga dan seterusnya. Hal ini tentunya tidak menguntungkan karena selain bertambah mahal harga obat ini juga efek samping ( side effect ) yang ditimbulkan semakin banyak karena ’kuat’nya antibiotik ini. Ada penelitian yang cukup menarik untuk mengatasi bakteri E. coli ini yaitu dengan pemberian bakteri yang ’baik’ Lactobacillus acydophilus yang terbukti dapat membunuh bakteri E. Coli O157 ini. Lactobacillus acydophilus adalah bakteri yang dimasukkan pada susu untuk menghasilkan yogurt. Jadi memang disarankan anda meminum yogurt ini untuk mencegah dan mengobati gangguan pencernaan karena bakteri ini.
Pertempuran melawan E. coli O157 memang tidak pernah ada kata menyerah. Penelitian yang baru dikembangkan dan sangat menjanjikan di dalam mengatasi bakteri patogen ini diberi nama ’pemblokiran’ quorum sensing. Rupanya untuk bisa efektif melakukan penyerangan ke sel tubuh kita E. coli ini harus membentuk koloni dan dengan cara ’keroyokan’ ini dia bisa menghasilkan senjata pamungkasnya seperti toksin dan biofilm (perisai pelindung sel bakteri). Quorum sensing adalah bahasa komunikasi diantara bakteri sehingga mereka bisa saling ”SMS’ berkumpul menjadi banyak dan siap untuk menyerang. Di laboratorium Albert Einstein College of Medicine pada tahun 2008 telah berhasil dikembangkan zat yang dapat memblokir bakteri ini ’berbicara dan mendengar’ satu sama lainnya. Dengan prinsip seperti politik divide et impera (memecah belah) ini maka bakteri ini akan lemah dan dengan mudah dikalahkan oleh sistem pertahanan tubuh sendiri. Sebegitu jauh obat ini telah berhasil melakukan pemblokiran quorum sensing pada kuman Vibrio cholerae (penyebab kolera) dan Escherichia coli O157. Dengan demikian kita tidak harus berpacu menghasilkan antibiotika baru yang akan selalu mengalami resistensi karena sang bakteri pun membuat daya tangkal yang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H