Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Cherry Blossom' dan Bendera Monako

26 April 2012   05:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:06 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13354166251861050596

[caption id="attachment_177232" align="aligncenter" width="637" caption="cherry blossom alias sakura (ilust dipity.com)"][/caption]

Hari ini saya mendapat pengetahuan baru soal ‘cherry blossom’ dan bendera Monako. Saya pikir memperoleh pengetahuan baru selalu menyenangkan buat semua orang, betapa pun kecil dan tak bermakna (trivial). Contohnya adalah soal ‘cherry blossom’ ini. Anak saya yang kini tinggal di Toronto, Kanada, mati-matian kepingin melihat cherry blossom ini di taman High Park yang konon hanya berkembang selama seminggu dan sesudahnya akan gugur. Apa istimewanya sih bunga pohon ceri yang di Indonesia juga banyak, hati saya membatin. Ternyata di sinilah saya sudah salah sangka dan setelah memakluminya bergumam dengan ‘O, itu toh’.

Cherry blossom ini tak lain tak bukan adalah bunga sakura. Dia memang bunga dari golongan cherry namun yang biasanya tak dimakan orang yaitu Prunus serrulata. Buah ceri yang biasa dimakan (edible) adalah Prunus avium dan Prunus cerasus. Ada sekitar 200 variasi (cultivar) bunga sakura di Jepang dan bulan April yang menandai awal musim semi disemarakkan oleh jutaan cherry blossom ini di seantero negeri matahari terbit ini. Namun seperti yang saya tuturkan pada permulaan tulisan ini, sakura tidak hanya merebak di Jepang, tetapi juga di banyak negeri lain di dunia, seperti di Australia, Amerika Serikat, Kanada, Brazilia, Turki, Belanda, Jerman, China, dan Korea Selatan. Di negara-negara ini setiap tahun diselenggarakan ’cherry blossom festival’ untuk menyambut kegembiraan musim semi.

Keinginan anak saya menyapa cherry blossom di High Park ini akhirnya terbayar lunas. Pohon ceri yang disumbangkan oleh pemerintah Jepang kepada kota Toronto pada tahun 1959 itu kini sudah berkembang biak. Bahkan pada tahun 2001, kedutaan Jepang melalui Sakura Project menyumbangkan 34 pohon ceri tambahan di kebun raya High Park ini. Di taman kota yang asri ini ada pula bunga tulip (dalam bahasa Belanda disebut dengan ’tulp’) dan aneka bunga lain yang cantik-cantik.

Pengetahuan baru buat saya yang satu lainnya adalah soal bendera Monako. Sewaktu belajar ilmu bumi dan peta buta di bangku SD, saya sudah pernah memerhatikan bahwa bendera Monako ini persis sama dengan bendera Indonesia yaitu merah di atas dan putih di bawah. Mengapa PBB ’meloloskan’ simbol bendera yang persis sama dari dua negara ini? Ternyata dari rujukan yang saya temukan, ada perbedaan yang cukup signifikan antara kedua bendera ini yaitu pada rasio panjang dan lebar bendera ini. Kalau bendera Indonesia mempunyai rasio panjang-lebar 5 : 3 seperti halnya bendera-bendera negara lain, sedangkan bendera Monako mempunyai rasio panjang-lebar 4 : 3.

Menurut catatan sejarah bendera Monako ini termasuk salah satu dari bendera tertua di dunia yang konon sudah ada pada abad ke 13. Bendera Indonesia secara resmi baru didaftarkan setelah kemerdekaan negara kita. Tapi menurut catatan sejarah merah putih juga sudah dipakai pada zaman Majapahit pada abad ke 12. Mungkin tak perlu dipertentangkan lagi siapa yang ’menjiplak’, karena faktanya diantara keduanya ada perbedaan yang diakui. Anda tentu teringat pula dengan bendera Polandia yang juga merah putih tetapi posisinya terbalik (upside down). Waktu saya bertugas di NTT pada tahun 1980an, pernah terjadi pengibaran bendera merah putih yang terbalik di suatu SD kota kecil di NTT. Sialnya pada hari itu ada kunjungan kerja Gubernur Ben Mboi ke SD tersebut. Saya masih teringat bagaimana Ben Mboi yang mantan tentara itu menjadi murka dan memanggil kepala sekolah untuk dihadiahi tempelengan. Ya, itu memang zaman tentara masih ditakuti dan kesalahan memasang bendera terbalik dianggap sebagai dosa besar. Saya tak tahu apakah di negara Polandia juga pernah terjadi warga di sana pernah keliru mengibarkan bendera Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun