Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bicara Soal "Bulu" dan "Janda"

6 Januari 2014   12:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 2856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dalam bahasa Indonesia ada perbedaan antara kata “rambut” dan “bulu”. Istilah “rambut” hanya dipakai untuk mengacu pada yang tumbuh di kepala, sedangkan selebihnya dinamakan dengan “bulu”. Tidak peduli apakah “bulu” ini sama ikalnya, sama kasarnya, sama lebatnya dengan rambut di kepala, dia tetap disebut “bulu”. Ini berbeda dengan bahasa Inggris yang cuma mengenal satu kata yaitu hair tanpa pandang bulu di mana dia tumbuh. Ada sebutan axial hair (bulu ketiak), pubic hair (bulu kemaluan), chest hair (bulu dada), nose hair (bulu hidung) dan sebagainya.

Di wacana bahasa kita, istilah “bulu” bahkan dipakai untuk merujuk kepada serat-seratan yang jauh lebih kaku dan kasar daripada rambut di kepala, seperti istilah “bulu sikat” (apalagi pada sikat WC) dan “bulu babi” (binatang laut yang berujud bundar dengan duri-duri bewarna hitam yang sangat beracun). Jadi sesungguhnya pemakaian kata “bulu” sama sekali bukan mengesankan “rambut yang halus dan lembut”. Sekadar mengingatkan saja, istilah “bulu ayam” dalam bahasa Inggris bukan disebut dengan chicken’s hair, tetapi ada istilah khusus yaitu feather. Demikian pula istilah “bulu domba” bukan disebut sheep’s hair, tetapi ada istilah khusus yaitu fleece. Namun istilah fleece ini tak dipakai dalam kiasan “serigala berbulu domba” karena dalam bahasa Inggris diungkapkan dengan “a wolf in sheep’s clothing”.

Ada istilah medis untuk wanita yang banyak ditumbuhi bulu di badannya yaitu hirsute atau hirsutisme. Sebenarnya kondisi ini normal-normal saja pada wanita, namun secara sosial tidak diterima. Lelaki dengan bulu yang tumbuh di lengan, di kaki dan di dada dianggap macho dan jantan, tapi sebaliknya wanita dengan bulu di lokasi yang disebutkan di atas dianggap unladylike (tidak anggun sebagai wanita). Alhasil segala upaya ditempuh untuk membasmi bulu-bulu yang tidak dikehendaki itu, mulai dengan mencukur, dengan depilation (mencabuti bulu) sampai dengan waxing (mencabuti secara selektif dengan semacam ‘kertas perekat’). Anda tentu pernah mendengar istilah Brazilian wax yaitu metoda pencabutan bulu kemaluan (pada wanita) secara selektif mengikuti garis bikini (bikini line). Tujuannya supaya tidak ada bulu yang mengintip dari balik bikini.

Bulu juga bisa dipakai sebagai indikator kalau seseorang sudah memasuki usia senja. Anda mungkin tidak percaya bahwa semakin tua bulu-bulu di kaki, di ketiak pada pria khususnya semakin tipis dan rontok tak diketahui rimbanya. Tanda yang lain adalah bulu-bulu ini menjadi beruban. Banyak orang yang berasumsi bahwa yang bisa beruban cuma rambut di kepala, sedang yang lain tak mungkin beruban. Alasannya, karena itu bukan rambut tapi bulu (lagi-lagi membedakan rambut dan bulu). Tapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa bulu ketiak, bulu kemaluan bisa menjadi uban. Yang lebih kasat mata, kita sering melihat pria dengan alis atau kumis yang beruban, bukan. Apakah uban di lokasi intim ini mengindikasikan orang sudah sangat uzur, saya kira sangat relatif. Banyak yang mengatakan bakat beruban ini turunan, karena ada pria yang baru berusia kepala empat sudah banyak ubannya dan sebaliknya ada pria yang berusia sweet swidak (swidak = enam puluh) masih hitam legam rambutnya.

Kebalikan dari terminologi “rambut dan bulu” versus “hair”, ada yang unik dalam penyebutan kata “janda” di bahasa Indonesia. Di dalam bahasa Inggris, justru dibedakan menjadi dua, antara janda yang bercerai dan janda yang ditinggal mati oleh suaminya. Janda yang ditinggal mati suaminya disebut dengan widow, sedangkan janda yang bercerai disebut dengan divorcee (berlaku juga untuk pria yang bercerai). Karena dalam wacana kita tidak ada pembedaan antara keduanya, maka ada kecenderungan untuk berpikiran “nakal” manakala kita mendengar istilah janda. Malahan ada kiasan “janda kembang” dan “janda muda” yang insinuatif. Gara-gara takut disalahtafsirkan malah di catatan sipil (dokumen resmi) untuk membedakan keduanya ada istilah yang aneh yaitu status “janda cerai mati”. Di administrasi TNI/Polri juga dipakai istilah “warakawuri” untuk penyebutan widow ini. Tatkala membaca tulisan nakal di bak belakang truk “Kutunggu Jandamu”, saya jadi terpikir seharusnya kita juga punya dua istilah yang berbeda seperti dalam bahasa Inggris.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun