Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belanda Pernah Berniat Melego Indonesia Tahun 1904

13 November 2011   09:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:43 5560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_143352" align="aligncenter" width="583" caption="(ilust wikipedia.com)"][/caption]

Berselancar pada arsip koran tua berbahasa Inggris mengenai tanah air kita di awal tahun 1900 memang mengasyikkan. Kala itu negeri kita disebut dengan Dutch East Indies. Dari penelusuran mengenai suratkabar Amerika Serikat yang memuat tulisan seputar Dutch East Indies ini saya dapat menyimpulkan bahwa pemberitaan mengenai negeri kita mendapat porsi yang cukup besar. Salah satu ulasan hangat yang dimuat pada koran ‘New York Tribune’ 18 Desember 1904 amat menarik perhatian saya, karena di situ dipaparkan bahwa dalam tempo yang tak terlalu lama, Belanda akan melepaskan koloni di wilayah Nusantara ini untuk dijual kepada pihak-pihak yang berminat.

Alasan utama desakan dalam negeri Kerajaan Belanda untuk menjual Indonesia adalah beban keuangan yang luar biasa besarnya untuk membiayai daerah jajahannya ini. Pemberontakan (baca : perlawanan) rakyat Indonesia di banyak wilayah Indonesia tidak pernah surut selama berpuluh tahun, yang mengharuskan pemerintahan Ratu Wilhemina merekrut pasukan (termasuk menyewa Legiun Asing) yang menyedot keuangan negara sangat besar. Sementara hasil bumi yang diharapkan dari jajahannya untuk menunjang perekonomian negara Belanda semakin menipis, seiring dengan penghapusan sistem tanam paksa (cultuurstelsel) dan kerja paksa (corvee).

Namun ada faktor penting yang melatarbelakangi badan legislatif Belanda untuk mendesak Ratu Wilhemina menjual Hindia Belanda yaitu situasi geo-politik yang genting pada masa itu. Perang ada dimana-mana dan setiap saat negara-negara kuat siap untuk mencaplok Belanda dan juga negara jajahannya. Di tahun 1904 itu Jerman adalah salah satu negara yang sangat ditakuti, juga Jepang yang pada saat itu terlibat perang dengan Rusia. Dengan melihat situasi yang tidak menguntungkan ini, mereka berpendapat paling bijak menjual Indonesia mumpung ‘pasaran’nya masih bagus dan belum dicaplok oleh negara lain yang sudah mengintai seperti kawanan ikan hiu di lautan.

Kalau jadi kerajaan Belanda membuka penawaran untuk menjual Indonesia, pihak yang berminat sudah mengantri, di antaranya adalah Jerman dan Jepang, dua negara yang sedang getol-getolnya mencari perluasan wilayah karena pertumbuhan pesat penduduknya. Jepang yang kala itu mengobarkan propaganda ‘Asia untuk rakyat Asia’ (Asia for the Asiatics) membuat Belanda semakin cemas dengan masa depan jajahannya. Apakah pada masa itu sudah ada preseden negara yang menjual negara jajahannya?

[caption id="attachment_143353" align="aligncenter" width="650" caption="Koran New York Tribune"][/caption]

Dalam ulasan koran New York Tribune ini dipaparkan beberapa contoh negara penjajah yang menjual atau melepaskan wilayah jajahannya untuk menyelamatkan ekonomi negaranya. Disebutkan di situ, Belanda selayaknya becermin pada negara Spanyol. Spanyol berhasil meningkatkan kemakmuran berlipat ganda setelah dia melepaskan semua negara jajahannya, karena tak lagi terbebani beaya ‘pemeliharaan’ wilayah jajahan yang nyaris membuatnya bangkrut. Namun dikatakan, akan lebih bagus lagi dan tidak akan mencoreng muka Spanyol, seandainya pada waktu itu, Spanyol mau menerima tawaran pembelian dalam jumlah besar untuk Antilles pada tahun 1848 dan sekali lagi pada tahun 1898 sebelum pecahnya perang di sana. Hanya gengsi dan harga diri yang terlalu tinggi yang menghalangi terjadinya transaksi jual wilayah jajahan ini.

Disebutkan pula, Portugal sesungguhnya bisa menyelamatkan negaranya dari kebangkrutan dengan utang yang menyedot vitalitas industrinya, seandainya dia mau menerima tawaran dari Inggris, Perancis, Jerman, bahkan dari hartawan Cecil Rhodes untuk menjual setidaknya menyewakan (lease) wilayah-wilayah jajahannya yang amat luas di Afrika. Sekali lagi sentimen keangguhan dan gengsi menghalangi terjadinya pelegoan ini. Justru sebaliknya yang disikapi oleh Perancis yang pada masa pemerintahan Napoleon I, tidak perlu merasa malu menjual wilayah jajahannya di Amerika Utara kepada Amerika Serikat. Demikian pula yang dilakukan oleh Rusia yang menjual Alaska kepada Amerika Serikat pada tahun 1867 dengan harga 7,2 juta dollar.

[caption id="attachment_143354" align="aligncenter" width="674" caption="kliping Colonies For Sale koran New York Tribune 18 Desember 1904"][/caption]

Namun sejarah membuktikan bahwa ternyata kerajaan Belanda tidak jadi menjual negeri kita baik kepada Jerman atau pun kepada Jepang. Dan yang diramalkan oleh koran ini memang menjadi kenyataan pada Perang Dunia II, di mana Jepang akhirnya merebut Indonesia dari genggaman Belanda dan Belanda sendiri dikuasai oleh Jerman. Apakah keangkuhan juga melatari keengganan Belanda menjual koloninya di Asia Timur ini? Tidak saya temukan jawabannya sejauh ini namun yang pasti bangsa Belanda sangat tidak nyaman membicarakan periode sebagai negara kolonialis dan ingin melupakan dan mengubur dalam-dalam masa kelam itu.

* Sumber : dari digitized newspaper Library of Congress.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun