Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bagaimana Kalau Narasumber Salah Mengucapkan Bahasa Inggris?

21 Februari 2015   21:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:45 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14245019771374830466

[caption id="attachment_370013" align="aligncenter" width="522" caption="ilust kompas epaper"][/caption]

Di zaman sekarang, wartawan yang meliputi berita dan merekam statement narasumber tak jarang menemukan pernyataan yang diwarnai dengan istilah-istilah dan jargon bahasa Inggris. Pada saat menurunkan berita tersebut dan mengutip (quote) ucapan narasumber secara penuh, tentu diharapkan si wartawan ini mentranskrip (mengalihkan dari bentuk lisan ke tulisan) istilah-istilah Inggris ini dengan akurat. Akurat dalam pengertian pengejaannya (spelling) tidak salah. Lantas bagaimana, kalau seandainya justru narasumber itu yang salah ucap atau salah sintaks dalam bahasa Inggrisnya, apakah si wartawannya harus ikut-ikutan salah menulis dalam pemberitaannya? Ada kiat yang dapat dipakai menghadapi “dilema” seperti ini dalam jurnalisme, yaitu dengan menyelipkan kata (sic) pada istilah Inggris yang salah itu.

Pada hari ini, di harian Kompas, saya menemukan kutipan (quote) yang mengandung penulisan bahasa Inggris yang salah dari hasil wawancara dengan Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki yang baru dilantik Presiden kemarin. Kutipan itu tertulis sebagai berikut: “Kami berlima mengatakan situasi ini perlu dihadapi dengan lebih terkoordinasi, lebih firmed, lebih kompak. Pesan saya (kepada koruptor), Taufieq is comeback.” (lihat pada gambar di atas). Ada dua kesalahan penulisan bahasa Inggris yang saya tulis dengan huruf cetak tebal (kapital). Saya belum bisa menetapkan secara pasti, apakah kesalahan ini ada di pihak narasumber atau di pihak si wartawan yang mewawancara. Untuk secara pasti men-judge kekeliruan siapa, tentu saya harus mendengarkan dulu rekaman wawancara ini.

Kita tinjau dahulu kesalahan penulisan pertama yaitu “firmed”. Kata firm mengandung makna “kokoh, teguh, mantap”. Kata “firm” ini termasuk golongan adjective (kata sifat), bukan verb (kata kerja). Jadi, tidak mungkin diberi akhiran “ed” yang merupakan bentuk past participle dari verb (kata kerja) beraturan. Ada sejumlah kata sifat partisipial yang cukup familiar bagi kita seperti “concerned” (prihatin), “confused” (bingung), “interested” (tertarik), disappointed (kecewa), namun perlu diketahui bahwa kata dasar concern, confuse, interest, disappoint di sini berfungsi sebagai verb, sehingga memang dapat diberi akhiran “-ed”. Kata sifat (adjective) yang juga bisa berfungsi sebagai verb, misalnya kata “slow” tentu bisa diberi imbuhan “ed” menjadi “slowed”. Jadi, intinya “firm” cuma punya satu fungsi saja yaitu sebagai kata sifat (adjective), sehingga pantang untuk ditulis sebagai “firmed”.

Kedua, persoalan penulisan “Taufieq is comeback”. Saya hamper seratus persen yakin, bahwa pak Ruki mau mengatakan “Taufieq sudah kembali” (mengingat beliau dulu juga pernah berkiprah sebagai ketua KPK). Kalau wacana itu yang mau dinyatakan oleh pak Ruki tentu saja penulisan yang benar adalah “Taufieq has come back”. Pentranskripsian ini bisa keliru, karena bila diungkapkan secara lisan (oral), maka bunyinya memang “Taufieq’s come back”. Lantas, mengenai perihal penulisan “come back” (dipisah) dan “comeback” (dirangkai). Sebagai kata kerja (verb) harus dituliskan terpisah (come back), sebagai kata benda (noun) memang dirangkai/disatukan (comeback). Mungkinkah kalimat di atas adalah bentuk kata benda (comeback)? Meskipun terdengar sedikit canggung (awkward) dan aneh, memang bisa dituliskan “Taufieq is a comeback” (ingat harus ada kata sandang “a”). Maknanya (meskipun terasa ganjil) adalah “Taufieq adalah kemunculan kembali”. Camkan, kalimat di Kompas ini tetap keliru, karena tak ada kata sandang “a” di situ.

Sekarang, mari kita berasumsi bahwa bahwa keduanya memang kesalahan tatabahasa dari narasumber. Karena pada prinsipnya si wartawan tidak boleh mengubah sebuah kutipan (quote), maka kata kata yang dianggapnya keliru itu diberi tambahan kata sic yang dibubuhi tanda kurung. Kata sic ini berasal dari bahasa Latin, yang merupakan pemendekan dari sic erat scriptum (maknanya: itulah yang tertulis). Banyak orang yang beranggapan bahwa sic ini adalah akronim dari “spelled incorrectly”, padahal sesungguhnya sic ini bukan akronim. Pada media bahasa Inggris yang mengutip ucapan seseorang narasumber dan disadari ada kekeliruan tatabahasa di situ, maka sisipan (sic) ini akan dicantumkan. Ini untuk memberitahu kepada sidang pembaca, bahwa kekeliruan pengejaan atau sintaksis bukan ada pada redaksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun