Terjadi suatu dialog pendek antara saya dan petugas kantor pos pada pagi ini:
Saya: Mbak, kalau mau kirim surat undangan ini dengan perangko berapa ongkosnya?
Petugas: Dengan perangko 3 ribu rupiah, pak. Tapi sampainya lama, bisa sampai dua minggu. Itu juga nggak dijamin bisa sampai. Bisa hilang suratnya. Juga gak bisa dilacak suratnya. Lebih baik pakai kilat khusus atau kilat ekspres.
Saya: Kalau dengan kilat khusus berapa untuk ke Jakarta?
Petugas: 15 ribu. Sampainya sekitar dua atau tiga hari.
Saya: Kalau dengan perangko untuk ke Ende, Flores berapa?
Petugas: Perangko 5 ribu, pak.
Saya: Kalau dengan kilat khusus ke Ende berapa?
Petugas: 54 ribu.
Saya berniat untuk mengirimkan surat undangan sekitar 15 buah dengan berbagai kota tujuan, seperti Jakarta, Surabaya, Ende. Jadi wajar tentunya saya bertanya dulu untuk melihat perbandingan tarif dari beberapa alternatif jasa yang ada di kantor pos. Tapi yang bikin aku prihatin adalah jawaban petugas yang discourage (tidak menganjurkan) kita untuk memakai perangko guna mengirim surat. Dan “ancaman”nya bukan main-main, “tidak dijamin surat akan sampai tujuan” dan “surat ada kemungkinan hilang”. Rasanya ini “teror mental” yang kedua kalinya saya dengar langsung dari mulut petugas kantor pos, karena beberapa bulan yang lalu saat saya berniat mengirim surat dengan perangko, juga mendapat jawaban yang persis sama, “surat bisa hilang dan tidak dijamin akan sampai pada tujuannya”.
Jawaban petugas kantor pos benar-benar sebuah penyangkalan diri dari eksistensi institusi bernama “kantor pos”. Kantor pos yang identik dengan perangko. Ini bak rumah makan Padang yang mengatakan tidak menyediakan rendang pada menunya, atau rumah sakit yang mengatakan tidak menerima pasien rawat inap (opname). Dari dahulu kita mengirim surat memakai perangko karena biayanya paling ekonomis dan terjangkau. Dan dengan tarif perangko yang relatif murah itu dijamin surat akan sampai ke kota tujuan dalam waktu singkat. Tidak ada diskriminasi, karena surat ini dikirim memakai perangko misalnya, maka dia boleh ditelantarkan berhari-hari teronggok di kantor pos.