[caption id="attachment_261933" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Tidak terlalu fatal kalau media cetak atau media elektronik melakukan kesalahan penulisan istilah medis, mengingat dalam dunia kedokteran ada ribuan terminologi yang rumit dan sulit dicerna. Namun bagaimanapun, adalah sangat elok kalau media massa ini mampu mengeja istilah-istilah ini dengan tepat dan akurat.
Salah satu kesalahan penulisan yang cukup sering dijumpai bahkan pada media yang bergengsi seperti Kompas adalah ‘informed concern’ dalam kaitan dengan tuntutan malpraktik. Penulisan yang benar adalah ‘informed consent’ (consent berarti ‘persetujuan’, informed berarti ‘telah diinformasikan’). Informed consent adalah formulir yang berisi pernyataan persetujuan dari keluarga dekat pasien untuk dilakukan tindakan medis (misalnya pembedahan) pada pasien setelah mendapat informasi selengkapnya mengenai prosedur tindakan medis termasuk risiko yang mungkin terjadi. Dengan menandatangani informed consent ini, maka keluarga pasien memberikan mandat kepada dokter untuk mengambil segala tindakan medis sesuai dengan SOP (prosedur operasional standar). Jadi dari sudut bahasa, penulisan ‘informed concern’ tentu jauh menyimpang dari nalar yang ada, karena maknanya menjadi ‘keprihatinan yang diinformasikan’ (cukup absurd bukan?).
Kekeliruan penulisan istilah medis lainnya, adalah antara sebutan ‘psikoterapi’ dan ‘fisioterapi’. Pada suatu berita tentang tersangka koruptor yang mangkir tidak hadir pada persidangan, saya membaca kalimat alasan yang disampaikan oleh pengacara karena ‘menjalani psikoterapi di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta, atas sakit tulang belakang yang dideritanya’. Penulisan ini jelas keliru, karena yang bersangkutan menderita sakit tulang belakang, sehingga untuk penyembuhannya akan dilakukan ‘fisioterapi’, bukan ‘psikoterapi’. Fisioterapi adalah terapi pada fungsi otot (motorik) sedangkan ‘psikoterapi’ adalah terapi pada kejiwaan (psikis).
Pada berita pemeriksaan kasus korupsi di Kementerian Agama pernah saya baca ‘Dendy mendatangi KPK dengan kaki kanan terbungkus gib. Pembaca memang sudah memaklumi apa yang dimaksudkan, namun tentunya akan lebih afdol apabila wartawan penulis berita ini mengejanya dengan benar yaitu ‘gips’. Demikian pula pada berita kebakaran di suatu rumah sakit saya baca kalimat ‘Puluhan ambulan antre mengelilingi blok .... ‘ Bilamana redaksi lebih jeli meneliti, maka dia akan segera mengoreksinya menjadi ‘ambulans’.
Omong-omong, soal pengejaan yang benar, saya pun sebagai pengeritik harus mengakui bahwa saya pun sering salah tulis. Beberapa waktu berselang saya sudah blunder meng-inggris-kan kata ‘paket’ menjadi ‘packet’, padahal seharusnya ‘package’. Juga beberapa tahun yang lalu, tatkala saya mau me-inggris-kan ‘minuman keras’, saya terpeleset menuliskannya dengan ‘boost’, padahal yang benar adalah ‘booze’. Ya, pepatah to err is human (manusia adalah tempatnya salah) memang benar adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H