Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salah Persepsi tentang "Minuman Keras" dan "Air Keras"

13 Januari 2014   13:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada headline harian Kompas hari ini di bawah tajuk “Bahan Berbahaya Mudah Didapat” terbaca lead sebagai berikut: Warga, mulai dari Ibu Kota hingga di daerah, mudah mendapatkan bahan-bahan berbahaya. Bahan tanpa pengawasan itu telah menelan korban. Sebanyak 38 orang tewas karena minuman bermetanol, 20 orang terluka berat akibat penyiraman air keras, .... dst. Diuraikan dalam berita ini tentang miras (minuman keras) dengan sebutan cukrik di Jawa Timur yang dioplos dengan metanol yang sangat toksik.

Mendengar istilah “metanol” mungkin banyak orang awam yang tidak bisa membayangkan ujudnya. Padahal cairan kimia ini sudah sedari zaman dulu bisa dibeli dengan bebas di toko kelontong dengan nama spiritus. Ya, metanol yang banyak disebut-sebut di media massa zaman kini tak lain dan tak bukan adalah “spiritus”. Istilah ini kita serap dari bahasa Belanda brandspiritus (makna harfiahnya “spiritus bakar”). Spiritus bakar ini dipakai sebagai orang untuk menyalakan petromaks (sebagai bahan bakar pemicu), juga yang masih sering dipakai di dunia kedokteran untuk mensterilkan peralatan medis dengan membakarnya di atas nyala api spiritus.

Jadi kalau disebutkan di koran bahwa peredaran metanol ini di masyarakat tanpa ada kontrol dari pihak berwenang, memang demikianlah adanya, karena sedari dulu dapat dibeli bebas. Hampir mirip komposisinya dengan metanol, ada etanol yang pada masa lalu lebih dikenal dengan nama alkohol. Alkohol inilah yang menjadi bahan baku segala macam minuman keras dengan persentase yang berbeda-beda. Praktek meramu sendiri (secara ilegal) sebetulnya sudah lama dilakukan orang, dan di negara Barat dinamakan dengan bootlegging. Di negeri kita, bootlegging menggunakan spiritus karena harganya relatif lebih murah ketimbang alkohol, meskipun si penjual tidak menyadari betapa berbahayanya spiritus ini bila dikonsumsi (dapat menimbulkan kebutaan, kerusakan organ-organ vital dsb).

Istilah “minuman keras” termasuk calque (terjemahan pinjaman) dari bahasa Belanda “sterkedrank” (sterk = keras, drank = minuman). Di Malaysia lebih dikenal dengan sebutan “arak”. Sama halnya dengan istilah “air keras” di negeri kita, juga merupakan calque dari bahasa Belanda “sterk water” (sterk = keras, water = air). Namun perunjukannya sudah mengalami pergeseran dengan berjalannya waktu. Dahulu kala, bilamana kita mengatakan “air keras” maka yang dimaksudkan adalah cairan kimia yang dipakai untuk mengawetkan organisme dan tercatat ada dua cairan yang sering dipakai yaitu “alkohol 70 %” atau “formalin”. Untuk mengawetkan jasad binatang dua jenis cairan inilah yang dipakai. Namun ternyata sekarang istilah “air keras” sudah melebar kepada makna “asam sulfat, asam klorida, dan asam nitrat” seperti yang juga dikupas dalam berita di Kompas tersebut.

Awam barangkali juga sedikit bingung dengan istilah-istilah kimia di atas. Contohnya, “asam sulfat” sebetulnya sudah lama kita kenal dengan sebutan “air aki zur” (dari bahasa Belanda accuzuur, di mana accu = aki, zuur = asam). “Air aki zur” ini memang dibedakan dengan “air hujan” yang merupakan air suling untuk mengisi aki kendaraan bermotor juga. Selain sebutan “air aki”, khususnya di kawasan Sumatera Selatan, asam sulfat ini dikenal dengan nama “cuka para”. Cuka para ini dipakai untuk menggumpalkan getah karet sehingga menjadi karet mentah (kata “para” ini bermakna “karet”). Cairan ini pun relatif mudah dibeli karena kawasan Sumatera merupakan sentra perkebunan karet atau perkebunan perca.

Sebutan “cuka para” ini tentu berbeda dengan “cuka dapur” (atau disebut “cuka” saja). “Cuka” alias vinegar dalam bahasa Inggris, dalam istilah kimia dinamakan dengan asam asetat dan sama sekali tidak berbahaya bagi manusia. Dia dipakai untuk memberi rasa dan aroma asam pada masakan. Inilah sedikit paparan bertalian dengan “minuman keras” dan “air keras” yang mudah-mudahan memberi pencerahan bagi kita semua.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun