[caption id="attachment_300485" align="aligncenter" width="604" caption="(ilust deviantart.com)"][/caption]
Menjelang pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) tahun depan, istilah “kontestasi” banyak menghiasi media cetak. Sebagai contohnya dalam suratkabar Kompas beberapa hari yang lalu tertulis berita sebagai berikut: Putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dapat mengubah kontestasi dan strategi pada Pemilu Presiden 2014. Untuk itu, kepastian tentang putusan MK terhadap uji materi UU Pilpres dibutuhkan secepatnya. ”Jika uji materi dikabulkan MK, kontestasi bisa berubah,” kata penasihat Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), Sukardi Rinakit, dalam Evaluasi Politik Akhir Tahun 2013 dan Political Outlook 2014, di Jakarta, Kamis (12/12). Dalam evaluasinya, SSS menilai kontestasi calon presiden (capres) masih cair meski sejumlah partai politik sudah menetapkan calonnya.
Pada edisi suratkabar Kompas yang lain juga terbaca kalimat sebagai berikut: "Orang saat ini melihat kapabilitas, bukan lagi popularitas. Terlebih SBY tidak lagi berkontestasi di 2014 dan semua orang bersaing sama," ujar Gun Gun.
Secara sepintas istilah “kontestasi” ini nampak sahih sebagai pengindonesiaan dari kata Inggris contestation. Bukankah kita juga sudah menyerap kata contestant menjadi “kontestan” yang maknanya menurut KBBI “peserta kontes (perlombaan, pemilihan dsb). Namun justru di sinilah letak blunder kita mengaplikasikan istilah “kontestasi”.
“Contestation” dalam kamus dijelaskan sebagai noun dari kata kerja to contest dan maknanya adalah “bertikai, berpolemik, berdebat” (to dispute), misalnya pada frasa to contest the will (bertikai secara hukum mengenai hak waris). Jadi “kontestasi” bukan menyiratkan “persaingan/pertarungan antara kontestan pemilu” sebagai yang kita sangkakan, melainkan “perseteruan, sengketa atau pertikaian”. Pada salah satu referensi definisi dari contestation diberikan sinonim (persamaan kata) antara lain disagreement, controversy, debate, dispute, dissension. Kita bisa melihat di sini, bahwa “kontestasi” sama sekali tak ada kaitannya dengan kontes dari kandidat presiden atau anggota legislatif.
Kiranya penyebutan yang keliru ini bisa dihindarkan, mumpung belum telanjur lebih parah. Menurut saya, lebih elok kita menggunakan istilah bahasa Indonesia “perlombaan” seperti yang diucapkan olehBasuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada saat perdebatan calon gubernur/wakil gubernur DKI. Dalam bahasa Inggris pun dipakai istilah presidential race (race = perlombaan). Tentu jauh lebih cerdas, ketimbang menggunakan istilah “kontestasi” yang nampak canggih, namun sebenarnya ngawur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H