[caption id="attachment_207386" align="aligncenter" width="612" caption="Ayam Bantam dari Kamboja (ilust wikipedia.org)"][/caption]
Kosakata bahasa Inggris yang menyerap dari bahasa Indonesia (dahulu bahasa Melayu) bukan cuma ‘amok’ (dalam ekspresi ‘run amok’ yang artinya ‘mengamuk’). Ada satu kata lainnya yang tak kalah ‘populer’nya yaitu ‘bantam’. Kata ini pasti pernah Anda dengar dalam olahraga tinju atau gulat dengan penyebutan ‘kelas bantam’ yaitu petinju atau pegulat dengan bobot antara 51 sampai 54 kilogram. Kelas bantam (bantamweight) ini memang termasuk kelas ringan, dan berada diantara kelas terbang (flyweight) dan kelas bulu (featherweight). Sekalipun ‘imut-imut’, petinju kelas bantam ini dikenal sebagai petarung gigih yang pantang menyerah, yang boleh kita ibaratkan sebagai ‘kecil-kecil cabai rawit’.
Kata ‘bantam’ ini mulai terkenal sekitar tahun 1740 pada saat armada VOC mendarat pertama kalinya di pelabuhan Bantam di teluk Sunda. Di situ, mereka melihat ayam jantan berukuran mini tetapi dengan keberanian dan agresivitas yang bahkan dapat mengalahkan ayam jago yang berukuran dua atau tiga kali tubuhnya. Ayam yang mereka namakan ‘bantam rooster’ ini kemudian diekspor ke negara Eropa untuk dibudidayakan. Istilah ‘bantam’ ini mungkin terdengar sedikit asing di telinga kita, tetapi sesungguhnya dia tak lain adalah penyebutan kota Banten di masa baheula.
Karakteristik ‘kecil tapi pemberani’ ini kemudian dilekatkan pada kata ‘bantam’ pada kisaran tahun 1837. Pada waktu pembagian klasifikasi petinju berdasarkan berat badan di tahun 1884, terjadilah penyebutan ’kelas bantam’ dan terbukti kelas ini menghasilkan petinju-petinju hebat. Pada masa Perang Dunia I, di negara Inggris terlahir ’batalyon bantam’ yang mempunyai sejarah yang unik. Batas minimal tinggi badan bagi calon tentara di Inggris adalah 5 kaki 3 inci. Di kota Birkenhead, Cheshire, anak-anak muda pekerja tambang yang berbadan kekar, ditolak untuk ’masuk tentara’ karena tinggi badan mereka di bawah persyaratan minimal.
Untuk membuktikan bahwa ’kecil bukan berarti lemah’, seorang dari mereka menantang berkelahi dengan prajurit yang berbadan besar dan enam orang berhasil ditaklukkannya. Kejadian ini menarik perhatian seorang anggota parlemen dan melalui lobinya akhirnya syarat minimal tinggi badan diturunkan menjadi 5 kaki. Tiga ribu pemuda ukuran ’mini’ ini direkrut membentuk ’Bantam Battalion’ pada tahun 1914 dan terbukti batalyon ini mempunyai daya juang yang tangguh pada setiap front pertempuran.
Nama ’bantam’ juga dipakai untuk penerbit buku yang dimiliki Random House dengan nama ’Bantam Books’. Bantam Books mengkhususkan pada penerbitan buku paperback yang lebih terjangkau harganya dibandingkan dengan buku hardcover. Salah satu buku paperback yang diterbitkan adalah ’The Guinness Books of Records’. Nama ‘bantam’ juga dipakai untuk salah satu tipe jip Willys yang dipakai dalam Perang Dunia II. Semuanya mengacu pada permaknaan ‘kecil tapi kuat’.
Ironisnya, kita malah tak pernah mendengar istilah ‘ayam banten’ sebagai ayam unggulan, padahal di dunia dikenal ‘bantam chicken’ dari Jepang, Kamboja, Afrika, Peking, Polandia dan lainnya. Yang lebih terkenal malahan ‘ayam Bangkok’. Tak mengapa, paling tidak ‘bantam’ akan selalu dikenang sebagai nama daerah di Indonesia (sekarang Banten) sebagai asal usul terlahirnya kata ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI