Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Interaksi Bahasa Jawa dan Bahasa 'Londo'

3 Juli 2012   09:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19 6617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_192327" align="aligncenter" width="640" caption="(ilust flickr.com)"][/caption]

Dalam bahasa Jawa ada istilah ‘grapyak’ untuk menggambarkan sifat yang suka bercanda dan bergurau. Mungkin sedikit mencengangkan bahwa dalam bahasa Belanda pun ada istilah dengan fonetik yang hampir sama yaitu ‘grapje’. Maknanya juga sama yaitu candaan/gurauan (little joke). Dalam kaitan ini akan timbul pertanyaan klasik siapa yang terlebih dahulu eksis dalam interaksi antar dua bahasa ini. Tak selamanya bisa diasumsikan bahwa bahasa Jawalah yang ‘mencontek’ dari bahasa penjajahnya. Bahkan sudah ada konfirmasi terhadap sejumlah kosakata Belanda yang justru mengadopsi dari kata Jawa.

Contoh yang tak diragukan lagi adalah kata ‘piekeren’ dari kata ‘pikir’, dan kata ‘pienter’ dari istilah Jawa ‘pinter’. Kalimat yang bisa kita lihat misalnya ‘je moet niet zo piekeren’ (kamu jangan terlalu banyak pikir), ‘een pienter aanwoord’ (jawaban yang pintar), ‘ze is heel pienter’ (dia sangat cerdik). Sejumlah kosakata lainnya nampaknya bermuara dari arah sebaliknya. Misalnya ada kata Jawa ‘elek’ yang nampaknya menyerap dari kata Belanda ‘lelijk’ (bahasa Inggris : ugly). Kata Jawa ‘bengal’ dari kata Belanda ‘bengel’ (artinya anak bandel/anak nakal), kata ‘sepur’ (kereta api) dari ‘spoor’, kata ‘pit’ (sepeda) dari ‘fiets’, ‘brompit’ (sepeda motor) dari kata ‘bromfiets’, ‘setrum’ dari kata ‘stroom’, ‘pol’ (penuh) dari kata ‘vol’, ‘senur’ (tali) dari kata ‘snoer’, ‘reken’ (menghitung, memperhitungkan) dari kata ‘rekenen’.

Ada pula serangkai kata-kata yang masih belum terverifikasikan benang merahnya namun cukup insinuatifmenggiring pemikiran kita. Misalnya kata Jawa ‘bolot’ (maknanya daki, kotoran pada kulit) dengan kata Belanda ‘vuile huid’ (arti harfiahnya ‘kulit yang kotor), ‘gedek’ (dinding anyaman bambu) dari kata ‘gedekt’ (artinya ‘terlapisi’). Dan ada satu lainnya yang cukup menarik yaitu istilah ‘gudel’ (bukan ‘anak sapi’, tapi ‘sisa makanan yang menempel/terselip pada gigi’) dari kata Belanda ‘voedseldeel’. Voedsel bermakna makanan, deel bermakna ‘bagian kecil/partikel’.

Sebenarnya lumayan banyak kata-kata Jawa lainnya yang saya tengarai mengadopsi dari bahasa ‘Londo’ ini, seperti istilah ‘serep’ (dari kata ‘reserve’), ‘belek’ (kaleng seng) dari kata ‘blik’, ‘buntel’ dari kata ‘bundel’, ‘persis’ dari kata ‘precies’, 'setel' (pasang) dari kata 'stel', 'telat' dari kata 'te laat', 'prei' (bebas) dari kata 'vrij', ‘sekop’ dari kata ‘schop’. Namun untuk kesempatan kali ini saya cukupkan dulu, karena untuk menelusuri secara komprehensif tentu membutuhkan riset yang cukup lama dan cermat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun