Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahasa Inggris 'Cari Muka' dan 'Angkat Topi'

29 Juni 2012   08:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:25 10455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_191447" align="aligncenter" width="560" caption="apple polishing (ilust essentialsurvival.org)"][/caption]

Mempelajari bahasa Inggris untuk sementara orang memang membuat patah arang, ibarat kata ‘kalah sebelum berperang’. Begitu banyaknya vocabulary yang harus dihafalkan, begitu rumitnya grammar yang harus diterapkan khususnya tenses yang membuat bingung tujuh keliling. Seakan belum cukup mendera otak kiri kita, bahasa Inggris dipenuhi dengan idiom yang begitu banyak ragamnya. Kita tak mungkin mengartikan sebuah idiom secara harfiah (kata demi kata), karena makna sesungguhnya sangat berbeda dengan makna harfiahnya. Bahasa Indonesia juga mengenal idiom ini, diantaranya ungkapan ‘cari muka’ dan ‘angkat topi’.

Apakah padanan idiomatik ‘cari muka’ ini dalam bahasa Inggris? Anda mungkin akan sedikit terperangah mendapat jawaban bahwa ungkapan kiasan yang setara dengan ‘cari muka’ ini adalah ‘apple polishing’. Lho, apa hubungannya antara memoles buah apel ini dengan perangai suka menjilat demi keuntungan pribadi ini? Rupanya istilah ‘apple polishing’ tercipta untuk menggambarkan kelakuan anak-anak sekolah untuk mengambil hati gurunya dengan cara menghadiahkan buah apel yang sudah digosok di bajunya. Dengan memberi apel kepada gurunya, si murid berharap dia akan menjadi ‘anak emas’ di kelasnya dan akan mendapat nilai ujian yang bagus.

Perangai ‘apple polishing’ ini memang tak semata dilakoni oleh anak-anak. Di kalangan orang dewasa bisa kita lihat taktik tak terpuji ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendapatkan kemudahan dalam pekerjaan, selalu ada ’apple polisher’ (tukang cari muka) yang mengambil hati atasannya (si bos) secara berlebihan dan tidak punya malu. Di perguruan tinggi, juga sering kita jumpai mahasiswa/mahasiswi ‘apple polisher’ yang rajin ‘melayani’ sang dosen, sehingga sang dosen pun tersandera untuk memberikan nilai-nilai ujian yang tinggi kepada si mahasiswa tersebut. Namun tak dapat dimungkiri bahwa cukup banyak orang yang senang dihujani dengan ‘apple polishing’ apakah dia berujud material (hadiah-hadiah) atau non material (pujian-pujian setinggi langit).

Praktek ‘apple polishing’ ini apabila dibiarkan tumbuh subur, akan melahirkannya ‘cronyism’ yaitu atmosfir ABS (Asal Bapak Senang) dan sang atasan cuma akan dikelilingi oleh para yesman dan toady (dari kata ‘toadeater’ alias pemakan kodok). Yang menarik istilah ‘apple polishing’ juga ada dalam bahasa Jawa yaitu ‘ngatok’ (dari kata ‘katok’ yang bermakna ‘celana’). Apa kaitan perilaku suka cari muka dengan celana, sampai sekarang saya masih belum menemukannya.

Kiat ‘apple polishing’ ini bahkan merambah di ranah politik dan bisnis. Seorang politisi yang sedang berkampanye akan menggunakan slogan ‘Semua warga negara yang cerdas akan memilih saya’. Tentu kita sebagai pemilih akan senang disebut dengan cerdas kalau memilih sang politisi. Dalam periklanan strategi ini juga sering dijalankan dengan menyanjung-nyajung ‘selera tinggi’ konsumennya. Contoh iklan yang menerapkan ‘apple polishing’ ini misalnya catchword ‘Orang pintar minum Tolak Angin’. Siapa sih yang tidak ‘mekar hidungnya’ dikatakan sebagai orang pintar.

[caption id="attachment_191448" align="aligncenter" width="173" caption="hat tip (HT)"]

1340958747907213878
1340958747907213878
[/caption]

Kalau idiom ‘apple polishing’ menyiratkan pujian yang mempunyai motif terselubung atau pamrih, maka ada pujian yang diungkapkan dengan hati yang polos dan tulus. Istilah yang dewasa ini sering dipakai di media sosial adalah ‘hat tip’ atau dalam bahasa kita disebut dengan ‘angkat topi’. Budaya lama mengangkat topi adalah salah satu bentuk tatakrama (etiket) untuk memberi penghormatan kepada seseorang. Lama kelamaan praktek angkat topi masuk dalam ungkapan kiasan seperti kalimat ‘I tip my hat to you’ (Saya angkat topi pada Anda) atau ‘a tip of the hat is due to ...’ (Angkat topi atas prestasi ....). Di era informasi dunia maya, istilah ‘hat tip’ nampaknya dihidupkan kembali. Kalau Anda menemukan tulisan yang bermanfaat dan perlu di-sharing-kan kepada orang lain, maka pada tulisan ini akan Anda beri tanda HT atau h/t yang merupakan singkatan dari ‘hat tip’. Ini merupakan bentuk netiket (tatakrama dalam dunia blog) sebagai apresiasi terhadap sebuah tulisan yang bagus dan bermanfaat. Kadangkala dicantumkan juga gambar silhoutte orang yang sedang mengangkat topi. Di Kompasiana, kalaupun postingan kita belum dapat stempel HL, saya kira disemati dengan tanda HT sudah merupakan kebanggaan tersendiri, yang menandakan tulisan kita dinilai baik oleh orang banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun