Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Raden Saleh dalam Kenangan Masa Kecil

2 Juni 2012   14:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:28 1412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13386464871857011064

[caption id="attachment_185328" align="aligncenter" width="662" caption="(ilust Algemeen Handelsblaad 22 April 1930)"][/caption]

Waktu saya berusia tujuh atau delapan, saya pernah melihat sebuah reproduksi lukisan yang dalam pandangan mata sebagai bocah kecil sangat mengagumkan. Repro lukisan yang entah siapa yang membelinya menggambarkan pertempuran mati hidup antara seekor banteng dengan dua ekor singa. Berpuluh tahun kemudian, barulah saya mengetahui bahwa lukisan yang sangat naturalis ini adalah karya Raden Saleh dan diberi judul dalam bahasa Belanda ‘Een Strijd op Leven en Dood’ (Pertempuran Hidup Mati). Lukisan klasik ini sekarang disimpan di Rijksmuseum di Amsterdam, Belanda bersama-sama dengan mahakarya pelukis dunia seperti Vincent van Gogh, Rembrandt dan lainnya.

Mengapa saya mengkhususkan perhatian pada lukisan banteng dan dua singa ini? Tak lain karena hampir-hampir lukisan ini sudah tak bisa kita lihat lagi di internet sekali pun. Bilamana Anda melakukan search picture dengan keyword Een Strijd op Leven en Dood dipastikan Anda akan kecewa karena tidak menemukan gambar foto dimaksud. Saya merasa beruntung sekali justru bisa menemukan gambar luar biasa ini pada koran kuno 'Algemeen Handelsblad edisi 22 April 1930 (lihat foto di atas). Raden Saleh memang tidak cuma menghasilkan satu lukisan masterpiece itu saja. Lukisan yang justru lebih dikenal luas adalah penggambaran Pangeran Diponegoro yang ditangkap Belanda dengan cara ditipu pada tahun 1857. Lukisan ini cukup lama mendekam di Belanda dan pada tahun 1978 dikembalikan ke pemerintah Indonesia dan konon sekarang tersimpan pada museum istana Presiden.

Raden Saleh hidup pada tahun 1811-1880 beribu Jawa ningrat dan berayah keturunan Arab. Dia pertama kali berguru melukis pada seniman lukis Belgia AJ Payen dan karena bakatnya yang besar dia mendapat dukungan beaya dari pemerintah Hindia Belanda untuk belajar melukis ke negeri Belanda. Ia tiba di Belanda pada tahun 1829 dan mendapat bimbingan dari dua pelukis kenamaan yaitu Cornelius Kruseman dan Andries Schelfhout. Di bawah bimbingan pelukis Kruseman, dia mengasah kemampuannya melukis portrait (wajah) dan di bawah asuhan Schelfhout dia memperdalam kepekaannya melukis pemandangan (landscape).

Di Den Haag, seorang penjinak singa mengijinkan Raden Saleh untuk mempelajari gerak-gerik singa dan dari sanalah terlahir lukisan legendaris pertempuran mati hidup antara banteng dan dua ekor singa ini. Setelah menetap selama 20 tahun di Eropa, Raden Saleh pulang ke Indonesia pada tahun 1851. Di sini dia banyak melukis para bangsawan Jawa. Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Rumah Sakit Cikini di Jalan Raden Saleh adalah bekas kediaman Raden Saleh di suatu masa. Raden Saleh meninggal pada tahun 1880 di Buitenzorg (sekarang adalah Bogor).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun