Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Rembes = Reimburse

17 Maret 2012   06:08 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 43615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1331964250796825167

[caption id="attachment_169125" align="aligncenter" width="613" caption="Rembes alias Reimburse (ilust suntechmed.web4.hubspot.com)"][/caption]

Seorang pasien yang selesai berobat gigi pada saya, minta dibuatkan kuitansi. Katanya kuitansi ini akan dipakai untuk ’rembes’ pada asuransi kesehatan. Hampir saja saya tergelak di hadapan pasien yang dengan lugunya mengucapkan kata ’rembes’ ini. Kata yang secara asosiatif selama ini mengacu kepada keadaan cairan yang menyusup pada suatu lapisan, ternyata berasal dari kata Inggris ’reimburse’. Reimburse bermakna ’mengganti uang yang sudah dikeluarkan seseorang untuk sesuatu pembayaran dan juga untuk uang yang hilang’ yang lazimnya dilakukan oleh instansi penjamin sesuai dengan perjanjian. Saya belum bisa memastikan apakah pelafalan ’rembes’ ini hanya diucapkan orang di Palembang saja ataukah sudah berlaku ’nasional’.

Pengalaman lucu mendengar istilah Inggris yang dilafalkan dengan lidah kita juga saya temukan waktu mendengar penjelasan penyelia bank soal tabungan yang tidak ada kegiatan transaksi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Istilah dalam bahasa Inggrisnya adalah ’dormant’ yang secara harfiah bermakna ’tidur berkepanjangan’, misalnya pada gunung berapi yang tidak aktif, pada tanaman yang masih hidup tapi tidak bertumbuh, pada bibit penyakit dalam stadium pasif. Rasa geli saya timbul karena kata ini dilafalkan dengan ’dormen’, di mana ’men’ diucapkan seperti pada kata ’permen’. Jadi dengan cara pelafalan seperti ini asosiasi saya tergiring pada kata ’doorman’ yang tak lain adalah penjaga pintu. Pelafalan yang benar adalah ’dormen’ dimana ’men’ diucapkan seperti pada kata ’menteri’. Sedikit sulit memang untuk dijelaskan dalam tulisan dan lebih enak kalau dicontohkan langsung secara lisan (verbal).

Anda semua pasti sudah sangat akrab dengan kata berikut ini yaitu ’mall’. Bagaimana cara pelafalan dan cara penulisan yang baku dan benar? Sebagian orang melafalkannya dengan ’mol’ dan sebagian lainnya dengan ’mal’. Mana yang benar? Cukup sulit untuk menjawabnya, terlebih-lebih Pusat Bahasa pernah memberi fatwa bahwa pengejaan kata yang berasal dari bahasa asing tak boleh didasarkan atas cara pelafalannya.Aturan yang kaku ini justru membuat masyarakat membangkang dengan membuat pelafalan (dan juga pengejaan) yang dirasa paling enak di lidah. Misalnya kata yang satu ini: tubeless yang maknanya ’tanpa tube (ban dalam)’. Lidah kita lebih nyaman melafalkannya dengan ’tubles’ yang kebetulan sama dengan kata bahasa Jawa yang artinya ’mencoblos’. Dan kebetulan pula pada waktu menambal ban tubeless yang bocor, tukang ban akan mencoblosnya dengan sumbat berperekat.

Pelafalan yang mungkin sengaja dipelesetkan namun sekarang cukup ’populer’ dalam wacana lisan adalah ’parno’. Istilah ini berasal dari kata Inggris ’paranoid’ yang bermakna ’sifat suka curiga berlebihan’. Memang saya akui lebih mudah mengingat kata ’parno’ daripada kata ’paranoid’ yang ribet, meskipun ada rasa kasihan juga pada mereka yang kebetulan menyandang nama Suparno. Kata ’sales’ juga termasuk yang paling sering dibelokkan pelafalannya. Kata ini cukup sering kita baca pada iklan di koran atau pada banner raksasa di pasar swalayan yang maknanya ’penjualan dengan harga dibanting’. Atau juga pada istilah pramu-jual yang disebut dengan ’salesman’. Namun nampaknya makin banyak saja orang yang melafalkannya ’sales’, serupa melafalkan kata ’males’.

Dan bagaimana pula dengan sementara orang yang melafalkan ’timer’ (seharusnya ’taimer’) dengan ’timer’ bersenada seperti ’timun’? Atau istilah ’account’ (yang seharusnya dilafal dengan ’ekaun’) dengan ’akun’? It’s no big deal (tak jadi soal), kata saya, selama khalayak penggunanya merasa nyaman mengucapkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun