[caption id="attachment_158500" align="aligncenter" width="647" caption="bengek (ilust howtotreatasthma.com)"][/caption]
Tiga nama gejala penyakit ini (beser, bengek, congek) sudah amat akrab (familiar) di telinga kita. Beser merujuk kepada kondisi berkali-kali buang air kecil (kencing) dalam jangka waktu yang singkat, bengek merujuk kepada sesak nafas (mengi) yang dialami oleh penderita asma dan congek mengacu kepada kondisi setengah tuli karena infeksi pada bagian dalam telinga yang biasanya disertai juga dengan timbulnya cairan nanah. Apakah istilah awam yang biasanya dipakai dalam wacana lisan ini asli dari bahasa melayu? Meskipun kedengaran ‘Melayu banget’ ternyata kata-kata pasaran ini berasal dari bahasa Belanda yang sudah dipermak sesuai dengan telinga dan lidah orang Indonesia. Jadi untuk menelusuri asal usulnya cukup sulit karena antara keduanya sudah hampir tak dikenali kemiripannya.
Ambillah contoh kata beser, yang dalam istilah medisnya dinamakan dengan inkontinensia (Inggris : incontinence). Kepenasaran saya akhirnya terjawab, setelah saya menemukan istilah bahasa Belanda ‘gebrek aan zelfbeheersing’ (gebrek = ketiadaan, zelfbeheersing = kendali diri). Secara bebas dapat disadur sebagai ‘hilangnya kontrol menahan kencing’. Sebagai lazimnya buat orang Indonesia di zaman penjajahan, istilah yang begitu panjang dan sulit diucapkan ini, akhirnya bermetamorfosa dengan cukup diambil buntutnya saja yaitu ‘beheersing’ dan sekaligus disesuaikan dengan lidah kita menjadi ‘beser’. Gejala beser ini harus diwaspadai, karena kondisi ini merupakan petunjuk seseorang menderita diabetes mellitus atau pembesaran prostat.
Kita sekarang meninjau kata ’bengek’, suatu kondisi penyempitan saluran nafas pada penderita asma. Istilah bahasa pasar ini pun juga semula berasal dari bahasa Belanda yaitu ’benauwdheid’. Kalimat astma is echter meer dan alleen aanvallen van benauwdheid misalnya bermakna : asma adalah lebih dari sekedar serangan sesak napas. Dari kata benauwdheid yang membuat lidah orang Indonesia keseleo, disederhanakanlah menjadi ’bengek’. Cukup sulit untuk melihat kemiripan dari dua kata ini, bukan? Namun saya masih menyimpan kepenasaran yaitu soal kata ’tetek bengek’, mengapa istilah ini dipakai untuk mengacu kepada hal-hal yang remeh temeh dan sepele.
Kata ’congek’ yang acapkali dipakai dalam metafora ’seperti kambing congek’ lebih rumit lagi dilacak asal muasalnya. Ternyata dia diserap dari kata Belanda ’slechthorendheid’ (slecht = buruk, horendheid = pendengaran). Kadangkala disebut juga dengan ‘slechthorend’ yang merupakan kondisi budek (tuli sebagian) karena adanya infeksi dalam saluran telinga (dalam istilah medis dinamakan otitis media). Pelafalan slechthorendheid yang amat sulit ini, menjelma menjadi ‘congek’ di lidah kita. Bahkan orang Belanda totok bisa terperanjat kalau mengetahui bagaimana kata slechthorendheid bisa berubah menjadi ‘congek’. Tapi kata ini tidak mempunyai padanan lain dalam bahasa Indonesia, karena ‘congek’ tidaklah sama dengan ‘tuli’.
Anda pasti sudah pernah mendengar juga istilah ‘minder’ yang mengacu pada kondisi kejiwaan seseorang yang merasa rendah diri atau kurang pede. Kata ini juga dipetik dari bahasa Belanda yang cukup panjang pelafalannya yaitu ’minderwaardigheidscomplex’ (bahasa Inggris : inferiority complex). Sama halnya dengan istilah-istilah tersebut di atas, oleh orang kita cukup diambil sepotong saja bagian depannya yaitu ‘minder’. Anda dari generasi yang sedikit tua pasti juga pernah mendengar istilah pasar ‘bludruk’ yang mengacu kepada gejala penyakit tekanan darah tinggi. Istilah ini pun diserap (dengan mengalami penyunatan) dari bahasa Belanda verhoogde bloeddruk (verhoogde = tinggi, bloeddruk = tekanan darah). Atau yang satu ini ‘anval’ yang biasanya dipakai untuk menyebutkan istilah ‘serangan jantung’. Dalam bahasa Belanda selengkapnya dia berbunyi ‘hartaanval’ (hart = jantung, aanval = serangan). Dan senyampang kita membicarakan nama-nama penyakit dari bahasa Belanda perlu juga disimak kata ‘burut’ (dalam bahasa medis dinamakan hernia). Kata ‘burut’ diserap dari bahasa Belanda ‘breuk’ (bermakna ‘koyak’). Penyakit ini memang disebabkan karena koyaknya selaput penahan usus sehingga sebagian dari usus ini masuk ke dalam buah zakar (scrotum). Kadangkala dalam bahasa Belanda disebut juga dengan ’liesbreuk’ (lies = selangkangan, breuk = koyak). Burut dalam bahasa Jawa disebut ’kondor’ namun saya sangka dia tak ada hubungannya dengan kata burung condor (burung pemakan bangkai).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H