Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Di Montreal Ada Restoran yang Menyajikan 'Racun'

29 Agustus 2011   16:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:22 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_128458" align="aligncenter" width="550" caption="Old Montreal (ilust gocanada.about.com)"][/caption]

Berwisata ke luar negeri, urusan yang sering diabaikan dan disepelekan adalah soal mengisi perut. Baru setelah ‘terdampar’ di negeri orang, kita menyadari bahwa lidah kita tidak mudah untuk diajak berkompromi menerima menu makanan asing. Belum lagi berurusan dengan daftar menu nama-nama makanan yang membuat kita pusing tujuh keliling menentukan pilihan, sekalipun kita memahami artinya dalam bahasa Inggris. Katakanlah dengan istilah noodle (mie atau bakmi) jangan membayangkan kita akan menyantap bakmi Gajah Mada yang lezat dan menggoyang lidah. Noodle di restoran Kanada ternyata berukuran ‘raksasa’ dan rasanya sangat aneh. Sekalipun perut keroncongan, noodle yang gendut-gendut tak mampu diterima oleh lidah Indonesia saya.

Perjalanan saya ke Montreal juga memberi kesan yang unik menyangkut soal makanan ini. Kota Montreal berada di provinsi Quebec, yang terkenal amat Perancis. Penduduk provinsi ini menolak mentah-mentah untuk menggunakan dwi-bahasa Inggris dan Perancis dalam kehidupan sosialnya. Jadi di manapun kita berada, semua bahasa tulisan tercetak dalam bahasa Perancis. Papan petunjuk jalan, nama toko, daftar menu restoran, semuanya ditulis dalam bahasa Perancis. Jadi praktis bahasa Inggris tidak laku di sini. Saya mencari restoran Asia, yang umumnya didominasi oleh restoran Thai dan Vietnam dengan harapan lidah saya masih mau diajak berkompromi. Di restoran di kawasan ‘Old Montreal’ saya ber-gambling memesan nasi goreng. Tapi untuk memesannya ada beberapa pilihan yaitu dengan daging sapi, daging ayam, atau poisson. Wah, terpana juga saya disuruh memilih ‘racun’ ini. Ternyata ini cuma khayalan saya belaka, karena poisson bermakna ikan dalam bahasa Perancis.

[caption id="attachment_133266" align="aligncenter" width="587" caption="seulement alias only (ilust pribadi)"][/caption]

Pengalaman berbelanja buku di Kanada juga unik. Karena bahasa resmi di sini ada dua, maka sudah menjadi kelaziman semua pengumuman dan petunjuk ditulis dengan bahasa Inggris dan Perancis. Pada konter buku yang diberi diskon, saya membaca tulisan pada sticker yang ditempelkan pada sampul buku tersebut : seulement only $ 5.99. Cukup sulit saya memahami makna tulisan ini. Apakah maksudnya harga 5.99 dollar itu hanya diberikan untuk seulement (yang saya tidak pahami artinya). Jadi karena saya merasa bukan seulement maka dalam benak saya, tentu harga diskon itu tidak berlaku. Tapi belakangan saya jadi tertawa menyadari kedunguan saya, karena seulement ini tak lain tak bukan adalah kata Perancis dari only. Gara-gara kedua kata ini ditulis sejajar, membuat pikiran saya ngelantur tak keruan.

Berbelanja di Kanada membuat saya baru sadar betapa ‘surgawinya’ kita berbelanja di tanah air. Pasalnya di Kanada, berbelanja apa saja, kita pasti dikenai pajak 13 persen. Jadi semua harga yang tertera masih ditambah lagi dengan 13 persen dari harga tersebut pada waktu kita akan membayar. Hanya apabila kita berbelanja di Chinatown saja, aturan bayar pajak 13 persen ini sering ditiadakan. Konon orang Chinese dengan segala akal dan tipunya, dapat menghindari pajak ini. Tapi syaratnya kita membayar dengan tunai (cash), dan bukan dengan dengan kartu kredit, supaya transaksi ini tak terlacak.

Berbelanja bumbu-bumbu dan bahan makanan Asia (termasuk bumbu khas Indonesia) semuanya tersedia di Kanada. Jadi kalau ingin memasak sendiri masakan Indonesia tak perlu khawatir kita tidak menemukan bumbu yang diperlukan. Cukup kita pergi ke grocery Asia dan segala bumbu, sayur dan buah Indonesia bisa diperoleh di sini. Tentu saja, buah eksotik seperti belimbing, rambutan, kedondong sangat mahal harganya di sini. Bumbu-bumbu masakan Indonesia menurut kerabat saya semuanya ada, kecuali satu yaitu ‘melinjo’. Entah mengapa melinjo kok dianaktirikan di grocery Asia ini. Tapi bicara soal buah, blueberry, blackberry, strawberry yang di tanah air begitu mahal harganya, di sini benar-benar sangat murah bahkan seperti tidak ada nilainya. Memang terasa menggelikan, buah-buahan yang sama bisa berbeda seperti bumi dan langit harganya karena berbeda lokasinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun