my article in Kompas
Menjadi penulis di koran maya Kompasiana adalah sesuatu yang sangat membanggakan bagi saya dan saya yakin itulah yang juga dirasakan rekan-rekan Kompasianers. Alasan pertama tentulah karena Kompasiana menyandang nama besar harian 'Kompas' dan alasan ke dua karena ’penjaga gawang’ Kompasiana yang dikomandani oleh Kang Pepih Nugraha selalu dan tetap konsisten mempertahankan visi dan misi Kompasiana sekalipun semua penulisnya diberi kebebasan berekspresi tanpa moderasi. Namun sebagaimana pernah ditulis oleh beberapa penulis Kompasiana, ada ’angan-angan’ (a dream) dan obsesi bahwa pada suatu saat tulisan kita bisa ’naik kelas’ dan ’naik cetak’ di halaman suratkabar ’Kompas’ – suatu impian yang sangat manusiawi dari penulis pemula (novice writer) yang ingin mengaktualisasikan dirinya.
Hari ini impian saya ini menjadi kenyataan (dan benar-benar suatu surprise bagi saya), karena tulisan pembahasan bahasa dengan judul ’Pecundang’ dimuat pada kolom ’Bahasa’. Gambar yang menyertai tulisan ini mungkin sedikit mau ’nampang’ (bragging), bak seorang ibu yang mempertontonkan raport anaknya yang menjadi juara kelas kepada semua orang. Jadi harap dimaklumi saja kesuka-citaan saya ini. Dalam euphoria ini saya masih tetap teringat pada salah satu tulisan Kang Pepih yang selalu menyemangati kita sekalian untuk terus memupuk gairah menulis dan tidak terpaku pada ’perbedaan kelas’ antara media maya dan media cetak. Namun mengingat begitu sulitnya menembus standar mutu tulisan yang layak dimuat di media cetak ’Kompas’, saya ingin melaporkan kepada Kang Pepih bahwa hari ini saya sudah ’naik pangkat’.
Menjadi penulis ternyata bukan perkara yang mudah. Dia bisa membawa kita kepada pasang surut emosi yang tak kalah dahsyat dengan kondisi ’sedang jatuh cinta’. Ada kalanya hati kita berbunga-bunga penuh gairah, namun tak jarang pula ada saat hati kita sangat murung dan semangat kita down hampir menuju titik nadir. Padahal kalau dipikir-pikir, ini kan cuma urusan menulis. Tetapi begitulah, seperti perumpamaan yang saya buat, kita dibuat seperti ’mabuk cinta’ kalau tulisan kita banyak dibaca dan dikomentari bagus-bagus atau sebaliknya kita seperti orang ’putus cinta’ atau ’patah hati’, kalau tulisan kita sepi pembaca dan diacuhkan. Wow, maafkan saya, kalau saya sudah lebay alias hiperbolik.
Untuk teman-teman Kompasianers semuanya, saya hanya ingin menyampaikan satu pesan saja yaitu ’Tetap Semangat’ dan keep thriving for reaching the highest star.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H