Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beda Jari Lelaki dan Perempuan

13 Oktober 2010   07:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:28 4383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_288337" align="aligncenter" width="490" caption="ilust usatoday.com"][/caption]

Dapatkah kita membedakan lelaki dan perempuan dengan melihat jarinya? Ternyata dapat. Anda lihatlah pada gambar di atas dan katakan apa perbedaan antara jari tangan di sebelah kiri dan di sebelah kanan. Masih bingung? Secara singkat akan saya jelaskan : pada wanita, jari telunjuk relatif lebih panjang daripada jari manis, sebaliknya pada pria, jari telunjuk lebih pendek daripada jari manis. Konon ‘keunikan’ ini pertama kali ditemukan oleh Casanova, playboy legendaris yang barangkali sembari bermain cinta melakukan pengamatan ekstra mengenai ukuran jari tangan. Dan penelitian ilmiah ternyata meneguhkan klaim rasio panjang jari telunjuk-jari manis ini, meskipun belum terungkap korelasinya dengan kemampuan pria dan wanita. Yang baru bisa dijelaskan adalah pengaruh kadar testoteron pada janin dalam kandungan yang menentukan panjang pendeknya jari manis ini.

Sesungguhnya jari manis adalah jari yang paling lemah diantara kelima jari kita. Dia adalah satu-satunya jari yang tidak dapat ’ditegakkan secara lurus’ (fully extended). Ini disebabkan karena jari ini tidak memiliki otot ekstensor dan harus ’meminjam’ otot jari tengah dan jari kelingking untuk menggerakkannya. Apakah ini bermakna bahwa pria secara intrinsik lebih lemah daripada wanita? Ini mungkin saja. Yang jelas sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan, bahwa dalam soal ’berkonsentrasi’ wanita lebih unggul daripada pria. Wanita mempunyai kemampuan multi-tasking (mengerjakan dua atau tiga pekerjaan sekaligus dalam waktu yang bersamaan) yang tidak dimiliki oleh pria. Seorang wanita sanggup mengetik naskah di layar komputer sambil menonton televisi sembari mengobrol dengan teman bicaranya. Seorang pria hanya sanggup melakukan satu kegiatan saja pada suatu kurun waktu (one at a time) tanpa kehilangan konsentrasinya.

Lalu kalau demikian halnya siapa yang lebih hebat antara pria dan wanita? Mungkin jawabannya ada pada anekdot yang menggelitik mengenai keunggulan masing-masing jender ini. Seorang guru besar menulis sebaris kalimat di papan tulis A woman without her man is nothing. Selanjutnya dia mempersilahkan kepada mahasiswa dan mahasiswi untuk membubuhkan tanda baca (punctuation) pada kalimat tersebut. Semua siswa laki-laki menuliskan dengan tanda baca : A woman, without her man, is nothing (Wanita, tanpa laki-laki, tak berarti apa-apa). Sedangkan semua siswa wanita membubuhkan tanda baca sehingga akan terbaca : A woman: without her, man is nothing (Wanita: tanpa dirinya, laki-laki tidak berarti apa-apa).

Battle of the sexes (‘perseteruan seks’) ini nampaknya memang tidak ada jedahnya meskipun dalam realitanya pria dan wanita selalu saling tarik-menarik seperti magnit. Contoh klasik battle of the sexes ini adalah pada saat seorang suami yang sedang menyetir mobil sementara sang isteri duduk di sebelahnya. Sekalipun secara inherent sudah diakui bahwa lelaki lebih terampil di belakang kemudi, namun sepanjang perjalanan di dalam mobil tak henti-hentinya si isteri memberikan instruksi dan peringatan seolah-olah si suami orang yang sedang belajar menyetir. “Awas ada motor di depan, Awas lampu merah, Awas ada orang menyeberang” berulang-ulang masuk ke telinga si suami. Mau marah? Tidak ada manfaatnya karena inilah kodrati pria dan wanita.

Saya teringat cerita seorang kenalan tentang negeri China. Di sana wanita yang hamil dilarang untuk melakukan USG untuk mengetahui jenis kelamin bayi yang dikandungnya. Ini disebabkan karena budaya di sana yang lebih menghargai anak laki-laki daripada anak perempuan. Padahal di China, konon pengguguran kandungan (aborsi) tidak ilegal alias diperbolehkan. Itulah sebabnya USG untuk mencari tahu kelamin janin tidak diperbolehkan.

Sebagai akhir obrolan tentang pria dan wanita ini ada sebuah pemeo yang berkata begini:

A woman marries a man expecting he will change, but he doesn't.

A man marries a woman expecting that she won't change, and she does.

( Seorang wanita menikahi pria dengan harapan pria itu bisa berubah, namun nyatanya tidak. Seorang pria menikahi wanita dengan harapan wanita itu tidak berubah, namun nyatanya dia berubah). Wah sungguh runyam !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun