Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Anak dan Bahasa Orang Dewasa

21 Juni 2010   01:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:24 1947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_172872" align="alignleft" width="231" caption="(ilust fragranceoftruth.files.wordpress.com)"][/caption]

Sewaktu saya masih bocah kelas 2 atau 3 SD, saya overheard (mencuri-curi dengar) pembicaraan bapak dan ibu saya tentang seorang kenalan mereka yang terkena penyakit kelamin. Ibu saya berujar : ‘Itulah gara-gara suka jajan’. Secara spontan dari pikiran polos seorang anak saya langsung bertanya : ’Jajan apa, ma ?’ Dan dengan spontan pula ibu saya menukas : ’Hussh.... anak kecil nggak usah ikut-ikutan !’. Itulah sepenggal cerita tentang bahasa orang dewasa yang sering membuat bingung anak-anak, bahkan kadangkala menyebabkan rasa bersalah tanpa mengetahui sebab musababnya.

Semasa kita masih kecil, kata yang mungkin paling sering diucapkan oleh ibu bapak kita adalah : ’Kamu jangan nakal ya !’ Toh pada akhirnya, kita tetap lupa juga nasehat yang diulang-ulang seperti pita kaset yang mulur itu, karena di benak seorang anak kelakuan yang dikategorikan ’nakal’ itu sepertinya justru perbuatan yang mengasyikkan. Kenakalan yang saya dan adik saya lakukan misalnya, adalah memanjat pohon jambu air yang tumbuh berdampingan dengan atap rumah dengan sembunyi-sembunyi. Kalau kami memanjat pohon ini, maka ranting yang sudah rapuh akan patah dan menimpa genting sehingga bocor. Jadi kalau ketahuan, kami berdua sudah mempersiapkan pantat untuk dirotan oleh ibu. Sekalipun demikian sewaktu saat ketika bapak saya bertutur dengan ibu mengenai ’perempuan nakal’, sebagai anak-anak saya cukup penasaran. Apatah gerangan kenakalan yang dilakukan perempuan itu, kok air muka bapak dan ibu saya menunjukkan ketidak-sukaan yang berat (frowning).

Di sekolah dasar kami se kelas pernah mendapat tugas dari ibu guru untuk membuat karangan. Setelah dikumpulkan dan dibaca oleh ibu guru kami, tulisan saya dinyatakan termasuk yang diberi nilai bagus. Tetapi ada catatan kecil dari ibu guru kami yaitu agar kata ’apa lacur’ dalam karangan saya itu diganti saja dengan kata yang lain. Itu kata yang tidak bagus, begitu penjelasan singkat beliau. Saya manut saja, meskipun ada sedikit tanda tanya mengapa kata yang bermakna ’apa boleh buat’ itu ditabukan. Kata ’apa lacur’ ini pun sangat jarang saya temukan dalam beragam tulisan di zaman sekarang ini. Apakah karena sangat insinuatif ataukah karena sudah menjadi kata yang usang (outdated) saya tidak mengetahuinya. Barangkali serupa itu pulalah nasib kata ’tempik-sorak’ yang hilang dari peredaran karena ’tempik’ dalam bahasa Jawa (kasar) bermakna vagina.

Kata-kata atau istilah lain yang mendapat interpretasi berbeda antara dunia anak dan dunia orang dewasa misalnya adalah kata digagahi, digauli,dimadu, dan ditiduri. Jangan pernah lupa bahwa koran dan majalah yang kita baca di rumah, juga dibaca oleh anak-anak kita. Dan dalam benak mereka pasti terbersit ’pertanyaan besar’ mengapa kata ’gagah’, ’gaul’, ’madu’, dan ’tidur’ yang bagus-bagus itu bisa membuat orang ternista dan terkucilkan. Dan harap kita selalu siap mental kalau tiba-tiba mendapat pertanyaan menukik dari anak kita misalnya dengan menunjuk suatu berita dan bertanya : ’Digagahi itu diapakan, Pa ?’ Mungkin dalam hati kita akan mengumpat orang yang pertama kali ’menciptakan’ istilah-istilah yang menyesatkan ini. Belum lagi kalau membaca koran kuning dengan headlines seperti ’Gadis digilir tiga pria’ atau ’Wanita muda digarap di kebun’. Kata-kata tidak berdosa ’gilir’ dan ’garap’ ini sudah dilencengkan maknanya secara semena-mena.

Istilah yang menggelitik saya bahkan setelah jadi orang dewasa adalah kata kosa misalnya pada kata majemuk ’kosa-kata’. Apa kaitannya ya dengan kata perkosa ? Dalam bahasa Inggris ’perkosa’ disebut dengan rape. Jadi pikiran nakal saya suka berandai-andai apakah ’kosa-kata’ boleh kita terjemahkan dengan rape-word ? Tentu saja tidak, karena padanan ’kosa-kata’ dalam bahasa Inggris adalah vocabulary.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun