Mohon tunggu...
Gustaaf Kusno
Gustaaf Kusno Mohon Tunggu... profesional -

A language lover, but not a linguist; a music lover, but not a musician; a beauty lover, but not a beautician; a joke lover, but not a joker ! Married with two children, currently reside in Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Prabowo Subianto Masuk "Great 4"

3 Juli 2014   19:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:38 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_331854" align="aligncenter" width="616" caption="(ilust kompas epaper)"][/caption]

Pertama, saya ingin menjelaskan bahwa tulisan ini sama sekali bukan ber-genre politik atau akan membahas soal pilpres yang riuh rendah. Jadi bagi Anda yang sudah terlanjur mengeklik posting ini, bisa langsung keluar lewat pintu belakang. Kedua, bagi Anda yang tahu bahwa saya akan membahas soal bahasa, tetapi selalu gusar dengan kupasan bahasa saya, saya sarankan juga angkat kaki lewat pintu darurat, daripada penyakit gondoknya menjadi lebih parah. Saya tak habis pikir, bahwa tulisan tentang bahasa bisa membuat seseorang mencak-mencak kebakaran kumis (kalau bahasa Inggrisnya “run amok”). Orang seperti ini sungguh vervelend (bahasa Inggrisnya ‘annoying’) bagi saya dan mungkin saya juga vervelend bagi dirinya. Jadi supaya “sama-sama enak”, mendingan kita tak usah saling ketemu muka (face to face).

Typo” atau “salah ketik/salah tulis” di surat kabar selalu menarik dan menghibur saya. Sudah tak terhitung posting saya tentang “typo” ini. Dokumentasi “typo” ini sesungguhnya untuk koleksi pribadi saya saja, namun supaya tidak hilang saya “arsipkan” di Kompasiana. Tak perlu ada yang merasa disentil, disindir, atau disinggung, karena “typo” adalah milik semua manusia di muka bumi. “Typo” selalu terjadi pada surat-surat kabar internasional setiap hari dan bahkan mereka menyiapkan kolom ‘Correction’ untuk meralat kesalahan tulis ini.

Pagi ini, manakala membaca berita halaman pertama (headline) pandangan saya terpaku pada tulisan “Great 4”. Selengkapnya kalimat yang merupakan rangkuman pengaduan Kampanye Hitam Pilpres kepada polisi adalah: Masyarakat Kelompok Persaudaraan Flores, Sumba, Timor, dan Alor (Flobamora) NTT melaporkan Hendropriyono ke Mabes Polri terkait ucapannya bahwa kondisi kejiwaan capres Prabowo Subianto saat perwira masuk ke dalam level Great 4 atau psikopat. (lihat foto di atas).

Bagaimana saya tidak ngakak membaca bahwa “capres PS masuk level Great 4”. Ini “typo” paling jenaka yang pernah saya jumpai. Yang benar tentunya adalah “Grade 4” (gradasi penilaian kesehatan kejiwaan mulai dari 1 sampai 4). Di mana asal mulanya kekeliruan penulisan “Grade 4” menjadi “Great 4” ini? Bisa jadi si wartawan mengutip secara langsung dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat polisi dan di situ tertulis “Great 4”. Bisa jadi juga, si wartawan mendengarkan press release yang disampaikan polisi dan sudah ‘salah dengar’ mengira “grade” sebagai “great” (maklum pelafalan dua kata ini nyaris sama). Apa pun alasannya, “typo” ini sudah membuat banyak orang tergelak, karena kebetulan berbarengan dengan serunya persaingan kedua capres. Kalau pada sebuah majalah luar negeri Jokowi disebut sebagai salah satu dari ‘50 great leaders’, maka Prabowo lebih hebat lagi menjadi “Great 4”. Kalimat terakhir ini sekadar untuk bercanda saja.

[caption id="attachment_331855" align="aligncenter" width="633" caption="(ilust kompas epaper)"]

14043663641236470041
14043663641236470041
[/caption]

Beberapa hari yang lalu, saya juga menemukan “typo” yang barangkali bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. “Typo” ini tersua pada sebuah tulisan opini di halaman 7 koran Kompas yang akan saya kutip sebagai berikut: Sebagai pemegang kewajiban pemenuhan HAM, negara mengemban tiga bentuk tugas, yaitu negara harus menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfil) hak asasi manusia (lihat pada gambar). Apa yang salah dengan penulisan “to fullfil” di atas? Ternyata pengejaan (spelling) yang benar adalah “to fulfil” atau “to fulfill”. Memang benar bahwa ini kemungkinan adalah “kesalahan bawaan” dari si penulis artikel, namun saya kira sudah menjadi salah satu job description dari para penyunting (editor) dan penyelaras untuk membetulkan salah eja istilah asing yang ada pada artikel kiriman dari penulis luar yang akan dimuat. Anyway, ini mungkin bermanfaat bagi kita untuk tidak melakukan salah eja dari kata “to fulfil” atau “to fulfill” ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun