Mohon tunggu...
Agustina Sugianto
Agustina Sugianto Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

I love writing as much as I love to read

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Capitalism : A Love Story

2 Desember 2011   19:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Capitalism : A Love Story (2009) adalah film dokumenter karya Michael Moore. Moore sebelumnya sudah cukup dikenal karena karya-karyanya yang provokatif penuh kritikan terhadap kebijakan pemerintah Amerika (Farenheit 9/11, Stupid White Men, Sicko). Untuk film-nya kali ini, Moore membahas tentang bagaimana sistem ekonomi kapitalis merusak Amerika sedikit demi sedikit. Alasannya? Karena kapitalis memperbolehkan seseorang mengambil keuntungan yang tidak terbatas. Kapitalis tidak mengenal pemerataan. Kapitalis hanya mengejar laba pribadi. Begitulan masyarakat Amerika diiming-imingi dengan impian dan harapan bahwa semua orang bisa sukses dan kaya raya ... masalahnya tidak mungkin semua orang bisa kaya raya. Captalism : A Love Story (CALS), mengungkit isu yang cukup menggelitik. Diantaranya adalah bagaimana perusahaan2 besar mengambil keuntungan dari kematian para pegawainya. Ya, setiap pegawai diberi asuransi kematian yang ahli waris tunggal-nya adalah perusahaan tempatnya bekerja. Ditambah lagi dengan berbagai inovasi investasi dan keuangan yang pada awalnya akan terlihat menggiurkan, namun pada akhirnya akan menjadi senjata makan tuan bagi mereka yang mengambilnya. Contoh yang disebutkan diantaranya adalah : sistem pegadaian / re-finance. Seorang rakyat biasa akan diyakinkan bahwa ia memiliki harta tak bergerak berupa rumah. Dengan iming-iming konsumerisme yang sebenarnya tidak diperlukan, bank meyakinkan bahwa si pemilik rumah perlu mencairkan harta tak bergeraknya itu. Dengan suku bunga yang naik turun, akhirnya si pemilik tidak sanggup lagi menutup cicilan per bulannya. Akhirnya rumahnya disita. Nasib yang sama menimpa tetangga sebelah rumahnya, lalu tetangganya yang lainnya lagi. Akhirnya semua rumah di daerah itu disita, akhirnya area perumahan itu 'mati'. Penyakit itu menjalar ke area perumahan lain. Akhirnya kota itu jadi kota mati. Begitulah nasib yang menimpa beberapa kota di Amerika, diantaranya yang paling parah adalah : FLINT. Sepanjang film, disajikan pula berbagai fakta tentang sistem kapitalis yang memilukan. Bagaimana para CEO bisa mendapat bonus tahunan hingga jutaan dollar, sementara para buruh bahkan untuk mendapat paket pensiun saja susah. Belum lagi para CEO itu akhirnya menjadi terlalu kaya dan berkuasa, sampai akhirnya mereka  bisa menyusup dalam pemerintahan. Kekuasaan para konglomerat ini begitu besar, sampai pemerintah bisa tunduk pada mereka. WOW! Usai menonton film ini saya jadi sedikit merenung. Ah, apa memang harta dan kekayaan bisa merubah seseorang (jadi jahat dan serakah)? Kalau begitu, saya jadi mikir2 ... apa saya mau ikutan jadi orang kaya? Tapi hey ... siapa sih yang suka hidup susah? Saya sendiri punya cita2 mau travel keliling dunia dan suatu hari nanti tinggal di Singapore / New Zealand ... Nah untuk mewujudkan cita2 itu kan perlu uang yang banyak toh? Saya juga hanya bisa geleng2 kepala melihat rumah2 yang disita. Bukan apa2, toh rumah2 itu akhirnya hanya dibiarkan kosong ... dan rusak. Nah, kalau begitu kenapa tidak dibiarkan saja pemilikinya tetap tinggal disana? Benar-benar kebijakan yang aneh. Yah, saya rasa memang hidup ini tidak adil. Namun apa daya saya? Untuk melawan raksasa, pertama-taman saya juga harus jadi raksasa. Jadi, sepertinya saya sebaiknya mulai membenahi hidup saya sendiri saja ya? Sukur2 kalau suatu saat nanti saya bisa membantu membuat dunia ini jadi tempat yang lebih 'bersahabat' untuk ditinggali:)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun